Terpujilah wahai engkau ibu bapak guru
Namamu akan selalu hidup
Dalam sanubariku
Semua baktimu akan kuukir
Di dalam hatiku
Sebagai prasasti terima kasihku
Tuk pengabdianmu
Engkau sebagai pelita dalam kegelapan
Engkau laksana embun penyejuk dalam kehausan
Engkau patriot pahlawan bangsa tanpa tanda jasa.
Kamis (25/11) lalu, saat jam terakhir di kelas tiba-tiba terdengar pengumunan dari soundsystem sekolah “Anak-anak semua, sekarang silahkan berdiri dan kita akan sama-sama menyanyikan hyme guru untuk memperingati hari guru yang jatuh hari pada hari ini.”
Dengan serentak mereka semua berdiri, dan tanpa dikomando lagi mereka lalu mengeluarkan semua handphone mereka dan menyalakan lampu kamera sambil menyayikan lagu hyme guru. Ada rasa senang campur terharu saat saya mendengarkan mereka bernyanyi. Hingga tidak terasa menitikkan air mata. Masya Allah.
Sekilas terbesit kenangan saat saya masih menjadi siswa. Ada banyak cerita yang tercipta. Dari lari keliling lapangan karena datang terlambat, di hukum berdiri di depan kelas karena tidak mengerjakan PR, memenangkan lomba Kartini, bertengkar dengan teman hanya karena hal remeh temeh, izin ke toilet tapi lari ke kantin, hingga izin ke UKS bukan karena sakit tapi karena mangkir dari beberapa pelajaran yang tidak saya sukai. Ah serunya, hehehe.
Ada beberapa guru yang menjadi favorit saya. Saya hanya suka dengan mereka yang tidak hanya mengajarkan materi pelajaran dari buku, namun mereka yang bisa "berbagi" cerita dan pengalaman sehingga bisa memberikan saya sebuah pembelajaran dan inspirasi.
Sejak tahun 2010 lalu, saya memutuskan untuk terjun di dunia pendidikan. Alasan awalnya karena sudah terlanjur mengambil jurusan pendidikan, lalu karena "jam kerja" sebagai guru yang fleksibel, hingga akhirnya saya menyadari bahwa dengan menjadi guru, saya bisa ikut terjun langsung dalam perkembangan zaman.
Mendidik sesuai dengan zamanya.
Sabda Rasulullah SAW: "Ajarilah anak-anakmu sesuai dengan zamannya, karena mereka hidup di zaman mereka bukan pada zamanmu. Sesungguhnya mereka diciptakan untuk zamannya, sedangkan kalian diciptakan untuk zaman kalian".
Artinya, ilmu itu bersifat dinamis dan tidak tetap, keberadaannya menyesuaikan dengan kondisi sekarang dan kehidupan masa depan.
Siswa zaman tahun 90an sekitar 30 tahun yang lalu saat televisi dan handphone masih menjadi barang yang mewah pembelajaran hanya dilakukan satu arah, artinya pembelajaran lebih banyak dari sisi guru. Kami hanya mendengarkan dan sesekali bertanya bila ada yang belum paham. Bahkan untuk ke beberapa guru, kami enggan bertanya karena sungkan atau takut.
Berbeda dengan sekarang, para siswa lebih kritis dibanding dengan dahulu. Secara sopan dan dengan ciri khas anak zaman now, mereka akan segera mengingatkan kita bila kita tidak sengaja telah keliru.
Metode belajar secara diskusi dan peer teaching, lebih disukai.
Saat mereka dikelas, mereka akan cepat jenuh bila mereka di jejali oleh materi yang bersifat monoton. Bahkan ada yang sampai tertidur di kelas saat pelajaran tengah berlangsung. Namun, bila metode belajarnya menggunakan metode diskusi secara aktif dan tutor teman sebaya atau peer teaching.
Hari ini, dalam mencari sebuah informasi, sudah tidak sesulit dengan mereka yang sekolah dimana informasi hanya bersumber dari siaran berita di tv dan koran saja. Berbeda dengan saat ini, semua informasi sudah tersedia di internet dan itu amat sangat mudah mereka dapati, buku hanya sekedar satu dari beberapa referensi yang bisa mereka cari. Sehingga terkadang mereka sudah mengetahui terlebih dahulu informasi mengenai materi yang akan di pelajari atau di bahas di kelas. Itulah yang mendorong mereka untuk berpikir lebih kritis.
Dalam diskusinya, mereka akan meramu semua informasi yang mereka dapat dan menjadikannya sebuah kesimpulan sebelum mereka kemukakan di depan kelas. Fungsi guru dalam hal ini hanya sebagai moderator yang bertugas untuk memoderasi (mengatur, memandu, menengahi) dan mengawasi jalannya diskusi yang menjadi tanggung jawabnya dengan tujuan utamanya adalah agar diskusi dapat berjalan dengan baik dan benar sesuai dengan topiknya serta berlangsung secara kondusif.
Guru, menjadi sumber inspirasi.
"Guru memang bukan orang hebat, tapi semua orang hebat adalah berkat jasa seorang guru"
Definisi guru adalah mereka yang mempunyai tugas utama mendidik, mengajar, membimbing, mengarahkan, melatih dan mengevaluasi hasil belajar siswa peserta didiknya di sekolah.
Namun apakah tugas guru hanya sebatas pemberian materi secara akademis saja? Menurut saya tidak. Secara tidak langsung, guru merupakan "jembatan" antara siswa dan orangtua mereka.
Ada banyak kasus kenakalan-kenakalan pada remaja yang saya temui selama menjadi guru, dan kebanyakan dari kasus tersebut adalah adanya selisih paham antara anak dan orangtua mereka. Orangtua terlalu menganggap bahwa nilai rapot yang tinggi, dan mengikuti pola pikir mereka yang saklek adalah jalan untuk sukses. Akibatnya anak akan merasa tertekan dan akhirnya mereka akan memberontak. Bentuk dari "memberontak" nya itu beragam, misalnya ada yang menjadi malas untuk sekolah.
Kita semua punya ke-unik-kan masing-masing. Artinya definisi sukses setiap orang akan berbeda, sesuai dengan keunikan mereka. Ada beberapa kasus, mereka yang berhasil menjadi seorang yang sukes dengan nilai akademis yang rendah. Memaksakan anak untuk menjadi pintar itu sangat susah, kalau memang kemampuan anak terbatas. Membuat mereka paham saja dan bisa saja sudah cukup. Karena mungkin kemampuan mereka bukan di bidang akademik, tapi di bidang lainnya.
Ada beberapa kalimat yang sering saya ungkapkan di sela-sela jam mengajar saya di kelas. "Sejatinya definisi sukses itu adalah ketika kita hari ini, dibandingkan dengan kita yang kemarin. Bila kita hari ini sudah lebih baik dari kita yang kemarin artinya adalah kita sudah menjadi orang yang sukses. Namun bila kita malah justru menjadi seseorang yang lebih buruk dari kemarin, maka kita sudah menjadi orang yang gagal. Dan orang yang paling berhak di bandingkan dengan kita adalah diri kita sendiri, bukan orang lain."
Siswa usia remaja seperti di sekolah SMA atau yang sederajat, adalah anak-anak yang sedang mengalami proses pendewasaan dan pencarian jati diri. Mereka sedang mencari-cari sosok yang bisa mereka jadikan panutan baik dalam sikap dan perilaku. Tidak jarang juga mereka akan lebih membutuhkan sosok yang bisa mereka ajak diskusi atau sekedar "ngobrol" atas permasalahan yang sedang mereka hadapi.
Mereka membutuhkan "tempat curhat", bila mereka tidak menemukannya di rumah atau di sekolah, maka mereka akan mencarinya di luar dan kita tidak bisa mengetahuinya apakah "tempat curhat" di luar itu adalah lingkungan yang baik atau tidak. Bila mereka mendapatkan tempat yang baik maka mereka akan mendapatkan pengaruh yang positif, Tapi bila tidak, mereka akan terpengaruh ke hal-hal yang negatif yang bisa merusak dirinya dan masa depannya.
Dalam hal ini, guru berperan sebagai fasilisator untuk menampung semua keluh kesah mereka. Memberikan solusi atau hanya menjadi pendengar yang baik. Bagi saya, tidak diberi solusi itu jauh lebih baik daripada tidak didengarkan.
Selamat hari guru untuk semua teman-teman sejawat, tetaplah menjadi sumber inspirasi untuk anak didik kita dan tetaplah menjadi lentera di tengah gelombang perkembangan zaman. Semoga apa yang kita lakukan dan perjuangkan menjadi jejak sejarah untuk anak cucu kita kelak. Aamiin ya robbal alaamiin.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H