Mohon tunggu...
Mayangthika
Mayangthika Mohon Tunggu... Guru - Guru

Mengajar adalah menyentuh kehidupan dengan cara yang tidak terduga, dan menulis adalah cara untuk membagikan cerita dari hati ke hati

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Asumsi Orang Baik dan Orang Jahat yang Sering Terjadi di Masyarakat

5 April 2021   06:14 Diperbarui: 5 April 2021   06:17 1770
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Dalam masyarakat kita sering sekali mendengar "Dia orang baik, ga mungkin nyuri" atau "Dia orang licik, pasti ga tulus"

Seakan-akan orang baik tidak mungkin berbuat jahat. Dan seakan-akan orang jahat tidak mungkin berbuat kebaikan. Benar tidak?

Kenapa kita bisa berfikir bahwa orang baik tidak bisa melakukan hal jahat.

Seakan-akan ketika orang tersebut kita nilai bersikap baik, maka secara keseluruhan dari dirinya adalah baik dan tidak akan menyakitkan orang lain. 

Atau sebaliknya.

Kok bisa ya ada asumsi seperti itu?

1. Labeling 

Otak kita terkadang suka malas berfikir. Maka kita cepat menjatuhkan suatu kejadian/ manusia/ konteks dalam kategori sederhana, misal baik/ buruk, hitam/ putih.

Biasanya kita sering memberi label pada seseorang berdasarkan apa yang kita lihat. 

Namun jangan salah, seseorang mempunyai sifat yang tersembunyi seiring dengan sifat lain yang muncul. 

2. Halo Effect 

Halo effect ini adalah proses bias kognitif dimana kesan keseluruhan kita tentang seseorang mempengaruhi bagaimana kita berpikir atau merasa tentang dirinya. 

"Dia orangnya baik" mempengaruhi proses evaluasi kita pada sifat lainnya" jadi, dia pasti ga akan berbuat curang"

Padahal dalam diri satu orang, akan ada sisi baik dan buruk sekaligus. Dan kedua sisi ini juga bergeser terus dari waktu ke waktu, bergantung berbagai konteks dan peristiwa kehidupan yang menyertai.


3. Black and White Thinking 

Proses pikir black and white ini adalah kegagalan dalam pemikiran seseorang untuk menyatukan dua kelompok  yang saling bertemu antara kualitas positif dan negatif dari diri sendiri/ orang lain menjadi satu kesatuan yang realistis. 

Artinya, kita sulit melihat sisi hitam dan putih secara sekaligus bersamaan hadir. Makanya lebih mudah dengan label orang baik, orang buruk, orang saleh, orang jahat, dst.

Kebiasaan untuk memberi label, melihat kesan umum, lalu secara ekstrim memberi kategori, bisa membuat kita terjebak dalam harapan dari pikiran sendiri. 

Dalam diri manusia selalu ada sisi baik dan buruknya sekaligus. 

Jadi jangan pernah menyangkal bila ada orang yang kita anggap baik lalu dia melakukan keburukan atau sebaliknya. 

Bagi saya, orang jahat dan orang baik itu bedanya tipis. Mereka sama-sama pernah melakukan hal yang benar, hanya saja orang jahat sedikit melakukan itu dan orang baik lebih banyak melakukannya.

Kembalikan pada fitrahnya manusia bahwa manusia itu tempatnya salah dan lupa. Selama masih ada kesempatan berubah maka dia akan terus mengalami perubahan. Tergantung ke arah mana dia berubah, positif atau negatif. 

Bagaimana menurut teman-teman?

Semoga menginspirasi.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun