Mohon tunggu...
Asiana R
Asiana R Mohon Tunggu... -

born to be a pro justice

Selanjutnya

Tutup

Politik

Pemilu: Final Quick Snap Shot

11 April 2014   00:55 Diperbarui: 23 Juni 2015   23:49 50
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Membaca grafik hasil pemilu kemarin, saya turut gatal juga utk mengomentari, komentar dari org awam jalanan. Jadi harap maklum penuturannya jauh panggang dari api yg tdk bisa diserupakan dengan mereka2 yg bicara di TV. Oya parpol yg kurang dari 2 % perolehan suara tdk saya komentari. Hehe .. harap maklum ...

HANURA

Parpol ini parpol yg gak tau diri, lugu dan comeng utk tdk menyebutnya sedikit bodoh. Dengan tiga kali berturut2 ngotot mencalonkan capresnya yg itu-itu lagi cuma memberikan kesan pasti pada rakyat: "haus kekuasaan, gak punya malu, tdk punya perasaan, sudah gagal berkali2 toh ngotot juga ngecapres padahal sdh msk kategori off-spec. di mana jiwa besarmu utk mundur teratur sembari ikhlas sdh kalah berkali2?" Terus nerima si oportunis yg juga gila kuasa si kutu loncat, ya sdh parpol ini gak sadar sedang gali lubang kuburnya.

PPP

Sebuah parpol mestinya punya sifat dan karakter "jantan, berani, teguh hati, wibawa dan marwah harga diri" di mata publik. Jadi ketika seorang ketua parpol blusukan ke parpol lain dgn gerak-gerik mencurigakan seperti menghiba dan minta dikasihani ataupun memuji2 parpol yg jadi tuan rumah, ahaayyy ... saat itulah ketahuan parpol yg blusukan tadi sedang mempertontonkan kesejatian sifat pariah mereka ke publik. Sifat tidak punya daya. Kalo org jalanan mengatakan sifat begitu cengeng dan melankolik. Tidak heran pemilu demi pemilu PPP makin terpuruk.

DEMOKRAT

Shall I say something more about this parpol? Tangan mencincang bahu memikul. Rakyat telah menghukum partai ini.

PAN

Yang jadi duri dalam daging partai ini ialah sosok Amin Rais. Doi makin uzur bukannya makin bijak, tapi makin berpikir kayak abege yg emosi. Kritikannya thd orang lain lebih mencerminkan iri dan dengki ketimbang opini sehat dan mencerdaskan. Tokoh gaek ini gagal regenerasi kader partai yg bermental "itu ke itu saja". Karena naif dan lugu parpol ini tdk mampu belajar dari sejarah. Perolehan suara di setiap pemilu begitu2 saja. Parpol ini memelihara kader2 yg sdh merasa bahagia di dunia "bawah tempurung" yg mereka tinggali sekarang.

GERINDRA

Mungkin parpol inilah satu2nya yg puas dgn perolehan kemarin. Meski tdk cukup fantastis tapi msk 3 besar sdh prestasi hebat yg mereka syukuri. Apakah karena iklan gencar Prabowo? Kalo saya malah yakin 101% bukan karena Prabowo, tapi sosok Ahok lah penyebab publik mengenal parpol ini, jadi terdongkraknya gerindra sdh dimulai sejak Ahok menjadi 'media darling' jauh sebelum masa kampanye.

GOLKAR

Komentar saya skip.

NASDEM

Komentar saya skip

PKS

Saya merasa tdk sampe hati mengomentarinya lagi. Tapi ijinkan saya mengajak kader2 lugu-naif-taklid buta-ahli surga-ahli bersilat lidah dlm parpol ini yg dlm buku sejarah mereka mencatat pernah punya presiden korup ... utk istighfar dan taubat nasuha sebab telah menjadikan agama sbg komoditas nafsu politik. Perolehan suara pe ka es malah kbh buruk dari demokrat. Bisakah partai ini merenung, sekedar berfilsafat ... telah sejauh manakah selama ini berbuat salah?

PKB

Saya jijik sebetulnya menyebut nama parpol ini, karena masih trauma dengan sepak terjang ketuanya yg tidak juga kunjung membereskan masalah TKI, bukannnya mengurangi masalah tapi malah memelihara masalah dengan kartu setan KTKLN nya.  Terus ditambah lagi dengan kelakuan bermarturbasi menggaet Rhoma Irama ke dalam tubuh partai, tidak pelak parpol ini sedang mengangkangi akal sehat dan nurani kemanusiaannya sehingga bersedia tampil bodoh dan konyol. Tapi di situ unsur blessing in disguise-nya parpol ini, si raja dangdut memawa berkah, intinya PKB harus bisa jujur berterimakasih dengan rakyat yg bersedia menjual suara dengan kesempatan bergoyang dangdut.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun