PURWOKERTO- Notaris wajib menerapkan Prinsip Mengenali Pengguna Jasa (PMPJ) dan pelaporan transaksi keuangan yang memenuhi kriteria mencurigakan.
Hal ini menjadi penegasan Kepala Kantor Wilayah Kementerian Hukum dan HAM Jawa Tengah Dr A Yuspahruddin, saat membuka kegiatan Bimbingan Teknis Penerapan Prinsip Mengenali Pengguna Jasa Bagi Notaris dan Penerapan Prinsip Mengenali Pemilik Manfaat dari Korporasi (Beneficial Ownership) yang berlangsung di Ballroom Java Heritage Hotel, Senin (27/03)
."Apabila pengguna jasa menolak untuk mematuhi Prinsip Mengenali Pengguna Jasa atau Notaris meragukan kebenaran informasi yang disampaikan oleh pengguna jasa, maka Notaris wajib melaporkan hal tersebut sebagai transaksi keuangan mencurigakan kepada Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK)," kata Yuspahruddin memberikan sambutan.
Kakanwil menjelaskan, dalam hal penerapan Prinsip Mengenali Pemilik Manfaat dari Korporasi, Notaris merupakan salah satu pihak yang melaksanakan penyampaian informasi pemilik manfaat kepada Instansi Berwenang.
Menurut Yuspahruddin, Peraturan Presiden Nomor 13 Tahun 2018 tentang Penerapan Prinsip Mengenali Pemilik Manfaat dari Korporasi, memberikan hak bagi setiap orang untuk dapat meminta informasi mengenai pemilik manfaat dari korporasi kepada Instansi berwenang sesuai dengan ketentuan Peraturan Perundang-undangan mengenai keterbukaan informasi publik.
"Keterbukaan informasi mengenai pemilik manfaat dari korporasi akan menutup ruang terjadinya praktik pencucian uang dan pendanaan terorisme secara efektif," ungkap Yuspahruddin.
Berdasarkan penjelasan Kakanwil diketahui juga, Penerapan Prinsip Mengenali Pengguna Jasa bagi Notaris dan Prinsip Mengenali Pemilik Manfaat dari Korporasi merupakan rekomendasi wajib agar Indonesia dapat menjadi negara anggota Financial Action Task Force (FATF), suatu badan antar pemerintah yang menetapkan standar efektif dalam memerangi tindak pidana pencucian uang dan dan tindak pidana pendanaan terorisme, serta ancaman terhadap sistem keuangan internasional.
"Apabila Indonesia berhasil menjadi anggota FATF, maka Indonesia akan dipercaya sebagai negara yang aman dari tindak pidana pencucian uang dan tindak pidana pendanaan terorisme," jelas Yuspahruddin.
"Hal ini tentu akan meningkatkan jumlah investasi dan memperluas lapangan pekerjaan bagi seluruh rakyat Indonesia".
"Oleh karena itu, saya mendorong Saudara saudari Notaris betul-betul melaksanakan Prinsip Mengenali Pengguna Jasa dan Prinsip Mengenali Pemilik Manfaat dengan penuh rasa tanggung jawab, demi terwujudnya citra negara Indonesia sebagai negara yang aman dari pencucian uang dan pendanaan terorisme," pungkasnya mengakhiri sambutan.
Senada dengan Kakanwil, Kepala Divisi Pelayanan Hukum dan HAM Nur Ichwan, mengharapkan para Notaris di Jawa Tengah ikut andil melaksanakan program Pemerintah tersebut, salah satunya dengan cara segera melakukan Registrasi goAML dan pelaporan PMPJ
"Kalau yang belum mengisi, kami berharap setelah kegiatan ini bisa segera mengisi. Jadi bulan Juni, bisa 100 persen yang telah melakukan pengisian PMPJ," ujar Nur Ichwan.
Sebelumnya, Kepala Bidang Pelayanan Hukum Agustinus Yosi Setyawan melaporkan maksud dan tujuan dari kegiatan.
"Sebagai upaya memberikan pemahaman tentang dasar hukum dan manfaat pemberlakuan Prinsip Mengenali Pengguna Jasa Bagi Notaris dan Penerapan Prinsip Mengenali Pemilik Manfaat dari Korporasi (Beneficial Ownership)," jelas Yosi.
"Dengan tujuan, untuk membentuk kemampuan notaris dalam melakukan proses pengenalan jasa dan pemilik manfaat secara optimal," sambungnya.
Kegiatan diikuti oleh 200 orang Notaris langsung dan ratusan lainnya secara virtual.
Acara pembukaan sendiri, disaksikan oleh Pimpinan Tinggi Pratama dan Pejabat Kantor Wilayah serta Kepala UPT se Eks Karesidenan Banyumas.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H