Mohon tunggu...
Laode AbdulHamid
Laode AbdulHamid Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa UIN Sunan Kalijaga Prodi Ilmu Komunikasi 21107030015

Berjuang adalah hal yang terbaik daripada harus menyerah

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Melihat Tradisi "Karia (Pingitan)" Suku Muna Sulawesi Tenggara

2 Juni 2022   06:30 Diperbarui: 2 Juni 2022   07:38 8200
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Salah satu proses pada tradisi Karia suku Muna (sumber: Dokpri) 


Sulawesi merupakan salah satu pulau terbesar yang ada di Indonesia, dan merupakan pulau terbesar ke 11 (sebelas)  di dunia. Nama pulau Sulawesi ini sendiri diambil dari dua kosa kata bahasa lokal yaitu Sula yang berarti pulau dan Bassi yang diambil dari bahasa bugis yaitu besi, besi yang dimaksud disini yaitu karena salah satu danau yang bernama Danau Matano terletak di kabupaten Luwu timur yang memiliki kandungan besi di danaunya. 

Sulawesi sendiri dulunya dijuluki dengan nama Celebes dikarenakan pada abad ke 15 (lima belas) ada seorang pelaut dari Eropa datang ke pulau Sulawesi dan bertanya kepada penduduk lokal yang sedang membersihkan badik, dia sekarang ada dimana, namun penduduk lokal tidak memahami bahasanya dan mengira pelaut tersebut bertanya tentang apa yang dipegangnya dan penduduk tersebut menjawab "sele bessi" dan pelaut tersebut menyebutnya sebagai Celebes.

Sulawesi terbagi menjadi 6 (enam) bagian yaitu Sulawesi Utara, Sulawesi Tengah, Sulawesi Barat, Gorontalo, Sulawesi Selatan, dan Sulawesi Tenggara. Dibeberapa tempat di Sulawesi memiliki tradisi unik yang wajib kalian tahu apabila ingin ke Sulawesi, berikut penulis akan membahas tentang tradisi yang terdapat di dalam adat budaya suku Muna Sulawesi Tenggara.

Setiap daerah tentu lahir dengan keanekaragaman budaya dan ciri khasnya masing-masing seperti di Muna Sulawesi Tenggara. Masyarakat Muna sangat menjunjung tinggi adat dan budayanya salah satunya tradisi yang sudah ada sejak abad ke 7 (tujuh), yaitu tradisi Karia yang mana para perempuan remaja masyarakat Muna di wajibkan untuk mengikuti tradisi ini. 

Karia dalam bahasa Muna yang berarti berisik sebuah tradisi yang wajib diikuti perempuan suku Muna, tujuan Karia adalah menanamkan pendidikan dan karakter pada perempuan Muna menjelang dewasa. 

Beberapa tahapan yang harus dijalani saat melakukan tradisi Karia ini yaitu pertama seorang wanita tidak di perbolehkan untuk menginjak tanah, oleh karena itu seorang perempuan yang sedang mengikuti tradisi Karia harus di gendong dengan dua orang laki-laki, jika si perempuan memiliki saudara laki-laki alangkah lebih bagus jika saudara laki-lakinya yang menggendong. Lalu perempuan tersebut dibawa ketempat yang dinamakan kagombo atau ruang pingitan perempuan yang mengikuti tradisi Karia ini.

Kagombo merupakan ruangan yang akan dipakai untuk para perempuan yang mengikut tradisi karia ini, namun di dalam ruangan tersebut tidak diperbolehkan ada cahaya dan harus gelap gulita, masayarakat disana percaya bahwa ruangan yang gelap itu artinya kita sedang masuk kembali ke dalam rahim seorang ibu. 

Dan didalam ruangan tersebut terdapat Pomantoto yaitu seorang orang tua yang menjaga para perempuan muna saat berada di dalam kagombo. Jika sudah didalam ruangan kagombo para perempuan muna harus mematuhi peraturan yang ada seperti tidur yang harus diatur setiap dua jam sekali dan posisi tidur menghadap kiri untuk membuang semua hal yang buruk, dan setelah dua jam para perempuan yang di pingit akan disuruh pomantoto untuk menghadap ke kanan yang dimaknai sebagai kebaikan. 

Dan peraturan selanjutnya yaitu makan dan minum harus mengikuti suara gong yang ada di luar ruangan kagombo, lalu saat berada di dalam ruangan kagombo para perempuan yang di pingit tidak diperbolehkan untuk buang air besar, dan apabila seorang perempuan tersebut buang air besar maka dipercayai dia akan dapat kesialan.


Dan setelah di pingit selama beberapa hari, biasanya orang Muna akan di pingit selama satu minggu namun ada juga yang mengadakan pingitan nya hanya tiga hari, lalu saat para perempuan yang dipingit ingin keluar dari kagombo mereka akan di suruh memakan sirih untuk mengungkapkan bahwa kehidupan di luar itu akan lebih keras daripada sirih yang mereka makan. 

Setelah melewati proses makan sirih para perempuan yang di pingit akan dimandikan dengan mayang dan mitosnya apabila saat dimandikan mayangnya berhamburan maka itu pertanda bahwa jodohnya sudah dekat. 

Setelah di mandikan dengan mayang para perempuan yang dipingit akan di dandani dan dipakaikan dengan pakaian adat Muna untuk persiapan menarikan tarian linda atau tarian bidadari.


Proses selanjutnya yaitu kafwa sampu yaitu keluarnya para perempuan yang di pingit dari dalam kagombo dan dengan cara di gendong oleh keluarga laki-laki dari perempuan yang di pingit. 

Para perempuan yang dipingit akan digendong dan di duduk kan ke kursi yang sudah disediakan lalu mereka melewati beberapa proses diantaranya proses injak tanah dan menyalakan lilin, lilin disini dimaknai dengan penerangan dalam ruangan yang gelap dan lilin ini tidak boleh mati sampai proses menari telah selesai oleh karena itu lilin ini di jaga oleh beberapa perempuan muna yang tidak mengikuti karia. 

Setelah semua proses telah dilaksanakan oleh para perempuan muna yang dipingit mereka sudah bisa untuk melihat kedepan yang awalnya mereka tidak diperbolehkan untuk melihat kedepan dan harus menunduk kebawah, lalu para perempuan yang telah di pingit maju keatas panggung satu persatu untuk menarikan tarian linda dan saat perempuan itu menari biasanya para tamu akan melemparkan uang kepada para perempuan tersebut.

Tebas pisang yang dilakukan oleh para pesilat entah itu antara laki-laki dengan laki-laki maupun laki-laki dengan perempuan, para pesilat ini akan memggunakan parang masing-masing dan mereka silat di tentukan dengan suara gong yang mana apabila salah seorang pesilat ingin menebas pohon pisang itu harus mengikuti irama gong yang di mainkan. 

Dan tujuan dari proses tebas pisang ini dimaksudkan agar tidak ada lagi dosa orang tua terhadap anak atau juga segala hal buruk hilang dengan di tebasnya pohon pisang tersebut. 

Setelah pisangnya telah ter tebas maka para perempuan yang mengikuti tradisi karia akan di dudukkan diatas tebasan batang pisang tersebut, ini dimaksudkan untuk membahagiakan orang tua bahwa segala perkataan dan perbuatan buruk anaknya sudah hilang bersamaan dengan ditebasnya batang pisang tadi.


Dan tahapan terakhir pada proses tradisi karia atau pingitan yang biasa dilakukan pada pagi hari ini yaitu buang bansa dimana pada proses ini orang orang tua dan pomantoto akan membuat perahu kecil dari batang pinang bekas para perempuan muna mandi kemarin dan didalamnya akan di taruhkan beras dan telur rebus lalu sebelum dibuang perahu itu akan di baca-baca di hadapan perempuan yang mengikuti tradisi karia ini lalu setelah itu di larutkan di laut, ataupun sungai. Mitos masyarakat Muna percaya bahwa perahu itu akan menentukan nasa depan para perempuan yang di pingit tersebut.


Salah satu perempuan Muna yang sudah memgikuti tradisi karia atau pingitan ini mengatakan pengalamannya waktu dia di pingit "Perasaan seperti sakral banget waktu hendak masuk kamar pingitan (kagombo) dikasih mandi sama ta'ata pake air baca-baca terakhirnya kakek dan saat itu langsung merinding saya apalagi saat denger bunyi gong aduuh rasa sedih, haruh, bahagia, campur-campur udah seperti nano nano. Dan yang paling berkesan kemarin waktu didalam pingitan jika bunyi gong terdengar hati dan perasaan tenang, namun jika tidak ada bunyi gong hati rasa aneh, badan rasanya dingin sampai ketulang dan bikin menggigil, dan saat keluar dari pingitan jalan diatas kain putih itu rasanya seperti jalan diatas awan dan yang paling bikin deg-degan itu saat buang bansa di laut soalnya itu bisa mengetahui masa depan kita umur, jodoh, dan rezeki kita bisa di terawang dark bansa nya kita." Tutur Waode Nur Amelia saat penulis menanyakan pengalamannya di waktu dia mengikuti tradisi karia atau pingitan.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun