Mohon tunggu...
Laode AbdulHamid
Laode AbdulHamid Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa UIN Sunan Kalijaga Prodi Ilmu Komunikasi 21107030015

Berjuang adalah hal yang terbaik daripada harus menyerah

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Melihat Tradisi "Karia (Pingitan)" Suku Muna Sulawesi Tenggara

2 Juni 2022   06:30 Diperbarui: 2 Juni 2022   07:38 8200
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Salah satu proses pada tradisi Karia suku Muna (sumber: Dokpri) 

Setelah melewati proses makan sirih para perempuan yang di pingit akan dimandikan dengan mayang dan mitosnya apabila saat dimandikan mayangnya berhamburan maka itu pertanda bahwa jodohnya sudah dekat. 

Setelah di mandikan dengan mayang para perempuan yang dipingit akan di dandani dan dipakaikan dengan pakaian adat Muna untuk persiapan menarikan tarian linda atau tarian bidadari.


Proses selanjutnya yaitu kafwa sampu yaitu keluarnya para perempuan yang di pingit dari dalam kagombo dan dengan cara di gendong oleh keluarga laki-laki dari perempuan yang di pingit. 

Para perempuan yang dipingit akan digendong dan di duduk kan ke kursi yang sudah disediakan lalu mereka melewati beberapa proses diantaranya proses injak tanah dan menyalakan lilin, lilin disini dimaknai dengan penerangan dalam ruangan yang gelap dan lilin ini tidak boleh mati sampai proses menari telah selesai oleh karena itu lilin ini di jaga oleh beberapa perempuan muna yang tidak mengikuti karia. 

Setelah semua proses telah dilaksanakan oleh para perempuan muna yang dipingit mereka sudah bisa untuk melihat kedepan yang awalnya mereka tidak diperbolehkan untuk melihat kedepan dan harus menunduk kebawah, lalu para perempuan yang telah di pingit maju keatas panggung satu persatu untuk menarikan tarian linda dan saat perempuan itu menari biasanya para tamu akan melemparkan uang kepada para perempuan tersebut.

Tebas pisang yang dilakukan oleh para pesilat entah itu antara laki-laki dengan laki-laki maupun laki-laki dengan perempuan, para pesilat ini akan memggunakan parang masing-masing dan mereka silat di tentukan dengan suara gong yang mana apabila salah seorang pesilat ingin menebas pohon pisang itu harus mengikuti irama gong yang di mainkan. 

Dan tujuan dari proses tebas pisang ini dimaksudkan agar tidak ada lagi dosa orang tua terhadap anak atau juga segala hal buruk hilang dengan di tebasnya pohon pisang tersebut. 

Setelah pisangnya telah ter tebas maka para perempuan yang mengikuti tradisi karia akan di dudukkan diatas tebasan batang pisang tersebut, ini dimaksudkan untuk membahagiakan orang tua bahwa segala perkataan dan perbuatan buruk anaknya sudah hilang bersamaan dengan ditebasnya batang pisang tadi.


Dan tahapan terakhir pada proses tradisi karia atau pingitan yang biasa dilakukan pada pagi hari ini yaitu buang bansa dimana pada proses ini orang orang tua dan pomantoto akan membuat perahu kecil dari batang pinang bekas para perempuan muna mandi kemarin dan didalamnya akan di taruhkan beras dan telur rebus lalu sebelum dibuang perahu itu akan di baca-baca di hadapan perempuan yang mengikuti tradisi karia ini lalu setelah itu di larutkan di laut, ataupun sungai. Mitos masyarakat Muna percaya bahwa perahu itu akan menentukan nasa depan para perempuan yang di pingit tersebut.


Salah satu perempuan Muna yang sudah memgikuti tradisi karia atau pingitan ini mengatakan pengalamannya waktu dia di pingit "Perasaan seperti sakral banget waktu hendak masuk kamar pingitan (kagombo) dikasih mandi sama ta'ata pake air baca-baca terakhirnya kakek dan saat itu langsung merinding saya apalagi saat denger bunyi gong aduuh rasa sedih, haruh, bahagia, campur-campur udah seperti nano nano. Dan yang paling berkesan kemarin waktu didalam pingitan jika bunyi gong terdengar hati dan perasaan tenang, namun jika tidak ada bunyi gong hati rasa aneh, badan rasanya dingin sampai ketulang dan bikin menggigil, dan saat keluar dari pingitan jalan diatas kain putih itu rasanya seperti jalan diatas awan dan yang paling bikin deg-degan itu saat buang bansa di laut soalnya itu bisa mengetahui masa depan kita umur, jodoh, dan rezeki kita bisa di terawang dark bansa nya kita." Tutur Waode Nur Amelia saat penulis menanyakan pengalamannya di waktu dia mengikuti tradisi karia atau pingitan.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun