Mohon tunggu...
Lany Hardila
Lany Hardila Mohon Tunggu... Guru - Seorang anak perempuan, istri, guru dan akan menjadi ibu.

Semangat menjadi penulis! Semangat menjadi guru inspiratif! Semangat menjadi orang yang bermanfaat!

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

Peran Sastra dalam Membentuk Karakter Siswa

25 November 2018   21:03 Diperbarui: 26 November 2018   02:12 1508
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
gideapkprimary.org.uk

Pada unsur-unsur sastra seperti tokoh dan penokohan, teknik cerita dan sudut pandang. Seorang guru mesti mesti mempunyai kreativitas dan memiliki informasi menarik dalam menyajikannya. 

Salah satu teknik pengajaran yaitu permodelan. Sanjaya (2011:267) menjelaskan asa modeling adalah proses pembelajaran dengan memperagakan sesuatu sebagai contoh yang dapat ditiru oleh setiap siswa.

Namun, dalam memberikan model dalam hal karya sastra guru mesti dapat memilah karya sastra yang notabene memiliki begitu banyak genre. Hal-hal yang banyak mengandung unsur erotis dapat dihindari guru karena dirasa bahasa yang vulgar sedikit juga bertolak belakang dengan pendidikan karakter sendiri. Meski dalam amanat dan pesan moral tetap saja memiliki pesan yang merupakan bagian dari pendidikan moral.

Secara psikologis kepekaan peserta didik terjadi pada usia dini sebagai akibat struktur biologis yang masih kosong sehingga mudah diisi di satu pihak, kemampuan struktur organisme itu sendiri dalam menerima berbagai rangsangan dari luar di pihak lain. 

Secara praktis anak-anak usia dini sangat mudah untuk meniru tingkah laku apa saja, yang menurutnya sesuai dengan kehidupannya dan sesuai dengan angan-angannya mengenai kehidupan. Oleh karna itu, guru berperan dalam mengarahkan bacaan siswa yang mesti mendukung atas berlangsungnya pendidikan karakter di dalamnya.

Dalam proses belajar mengajar seolah-olah yang dipentingkan adalah karya-karya yang berkaitan dengan masalah-maslah kejiwaan, seperti novel-novel psikologis, termasuk arus kesadaran. 

Tetapi karakter dalam hubungan ini lebih banyak berkaitan dengan pendidikan, bukan genre, bukan teknik, sehingga yang dianggap lebih tepat adalah karya-karya yang mengandung pendidikan moral. Oleh karena pendidikan moral terkandung dalam semua karya sastra, maka keseluruhan karya sastra dapat dimanfaatkan dalam pendidikan karakter. Di samping itu, seperti sudah disinggung dalamnya hampir tidak dikenal perbedaan antara genre psikologis dan nonpsikologis.

Dalam hal inilah proses pemilihan dikembalikan pada kompetensi para pendidik. Sesuai dengan hakikatnya, sebagai sistem simbol, nilai-nilai yang diperoleh tergantung bagaimana menjelaskannya, mendiskusikannya, baik dalam rangka menyusun SAP maupun secara langsung melalui proses belajar mengajar di dalam kelas. 

Narasi-narasi yang mengandung ciri-cir negatif, seperti: malas, bodoh, porno, jahat dan sebagainya diberikan penjelasan bahwa perilaku tersebut bukan untuk ditiru, melainkan dihindarkan.

Ratna (2014: 265) menjelaskan pemilihan terhadap jenis karya dilakukan sesuai dengan usia, tingkat pendidilkan, khususnya relevansi terhadap topik-topik penyusunan bahan ajar. Cerita rakyat, dongeng sesuai disajikan untuk anak-anak usia dini termasuk SD. Cerita-cerita kepahlawanan sesuai untuk anak-anak SMP termasuk SMA. 

Novel kontemporer seperti karya Ayu Utami (Saman dan Larung), Djenar Maesa Ayu (jangan main-main dengan kelaminmu) tidak sesuai diberikan pada anak SD, SMP bahkan SMA, tetapi sudah dapat diterima oleh peserta didik yang duduk di Perguruan tinggi.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun