Mohon tunggu...
Trie Yas
Trie Yas Mohon Tunggu... Jurnalis - Sehari-hari bekerja sebagai Graphic design, editing foto, editing video (motion graphic). Namun tetap menulis buat menyeimbangkan hidup.

Sehari-hari bekerja sebagai Graphic design, editing foto, editing video (motion graphic). Namun tetap menulis buat menyeimbangkan hidup.

Selanjutnya

Tutup

Travel Story Artikel Utama

Menyandingkan Instalasi Bambu " Ide Anies Baswedan" dengan "Bamboo Biennale"

19 Agustus 2018   23:40 Diperbarui: 21 Agustus 2018   20:37 2404
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bamboo Biennale memiliki daya pikat bagi generasi muda zaman Now yang aktif di medsos. (foto;dokpr)

Pertama kali melihat ada beberapa pekerja dan bambu-bambu yang di pasang, saya sempat mengira jalan lintas bawah tanah atau underpass di dekat kawasan Thamrin sudah dimulai pengerjaannya. Saya sempat nyeletuk ke mas ojol , "Itu lagi pembangunan underpass ya,mas?" 

Karena saya sering lihat bambu dipakai buat pelengkap dalam pembanguna pas di kampung dulu ya. Jadi mohon dimaklumi ke-kepo-an saya.

Mas ojol pun menjawab, "Underpass opo, Mba?"

"Itu lho, mas, buat menyebrang lewat bawah tanah."

"O, Iya,mba, itu lagi dibangun. Keren ya idenya pak Anies?"

Air mancur Bundara HI masih menjadi daya pikat utama di kawasan tersebut. (foto:dokpri)
Air mancur Bundara HI masih menjadi daya pikat utama di kawasan tersebut. (foto:dokpri)
Tentu saya berharap underpass pengganti JPO sudah dikerjakan salah satu pejalan kaki yang tak bisa naik motor atau mobil, tentu boleh dong berharap.

Apalagi kalau malem fasilitas Pedestrian Light Control Crossing (Pelican Crossing) untuk menyebrang di Jalan MH Thamrin, Jakarta Pusat. Motor Mobil ngebut-ngebut, kayak jalan milik sendiri.

Tapi benar kata pepatah, jangan berharap terlalu tinggi, jatuh itu rasanya lumayan. Lumayan kecele.

Beberapa hari berselang, saya baru tahu bambu bambu itu ternyata disulap menjadi instalasi seni tertancap kokoh di tanah yang katanya paling mahal di Jakarta.

Pertama yang terlintas di benak saya adalah, kekontrasan dengan kondisi Bundaran HI yang modern, gedung-gedung tinggi dan megah yang ada di sekitarnya.

Bamboo Biennale yang merupakan event bambu 2 tahunan dan satu-satunya di dunia. (foto;dokpri)
Bamboo Biennale yang merupakan event bambu 2 tahunan dan satu-satunya di dunia. (foto;dokpri)
Sekilas mengingatkan saya akan Bamboo Biennale yang merupakan event bambu dua tahunan dan satu-satunya di dunia.

Memamerkan karya dengan materi bambu dengan melibatkan ahli bambu, arsitek, komposer, musisi, perajin dan pengiat bambu dari dalam maupun luar negeri.

Namun, jika di Bamboo Biennale instalasi seni bemateri bambu yang di pamerkan tidak hanya satu, bermacam-macam bentuk. Instalasi yang digagas Gubernur DKI Jakarta, Anies Baswedan, ini hanya satu.

Tujuan Bamboo Biennale dan pemasangan instalasi bambu bernama Getah Getih ini pada dasarnya sama. Selain menggaet perhatian masyarakat juga membawa inovasi baru sekaligus dapat mempertahankan bambu di Indonesia. Mengingat bambu sebagai material masa depan yang mampu meningkatkan ekonomi masyarakat dengan menggali potensi, menstimulasi dan menghimput ide kreatif dari para penggiat bambu kepada masyarakat luas.

Instalasi bambu 'Getah Getih karya Seniman Joko Avianto di dekat patung di Bundaran HI. (foto;dokpri)
Instalasi bambu 'Getah Getih karya Seniman Joko Avianto di dekat patung di Bundaran HI. (foto;dokpri)
Jika boleh mengutip pernyataan Bapak Gubernur, "Keunggulan bambu adalah biodegradable. Sehingga otomatis didaur ulang alam. Tidak ada efek residu. Salah satu masalah adalah sisa yang menimbulkan masalah, ini tidak."

Biasanya, event Bamboo Biennale berlangsung selama sebulan, dibanjiri pengunjung, tak kecuali anak muda yang berfoto untuk menunjukan eksitensi di medsos. Tak ketinggalan perajin bambu dari dalam atau luar negeri.

Namun, karya Seniman Joko Avianto ini diperkirakan bertahan 6-12 bulan. Seperti yang diungkap Bapak Gubernur, itu justru jadi hal menarik dengan tujuan baik.

Tapi apakah mampu menarik perhatian masyarakat layaknya festival Bamboo Biennale? Itu tergantung persepsi masing-masing.

Bamboo Biennale memiliki daya pikat bagi generasi muda zaman Now yang aktif di medsos. (foto;dokpr)
Bamboo Biennale memiliki daya pikat bagi generasi muda zaman Now yang aktif di medsos. (foto;dokpr)
Tapi menurut pendapat pribadi--boleh dong berpendapat?--alangkah eloknya jika digarap matang dan tak salahnya meniru Bamboo Biennale, tidak hanya melibatkan satu seniman, tetapi ahli bambu, arsitek, komposer, musisi, perajin dan pengiat bambu dari seluruh indonesia. 

Nah, pertanyaannya, ketika garapan instalasi bernama 'Getah Getih' yang telah dibangun dengan bantuan 10 BUMD berbiaya sekitar Rp 550 juta ini sudah berdiri kokoh, apakah sudah mampu menggambarkan pesan yang ingin disampaikan oleh Bapak Gubernur?

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Travel Story Selengkapnya
Lihat Travel Story Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun