Tiba-tiba raut mukamu berubah seperti menahan rasa kehilangan. Menghadap meja bundar dengan sekuntum bunga anggrek di atasnya yang membuatmu lebih menarik dibanding secangkir kopi yang kini telah dingin dan aromanya mulai pudar.
"Kau sering pulang?"Â
"Ya, tiap lebaran. Lima sampai seminggu di rumah biasanya," jawabku. "Kau lebih dari sebelas tahun ngga lihat rumah Biyung? Sibuk banget sampai tak ada waktu." Susah sekali tidak bernada sinis.
Kau hanya diam. Tentu aku masih ingat kau terpaksa ikut orangtuamu dan meninggalkan Biyung. Perempuan tua ringkih yang mungkin tak berjasa melahirkanmu tetapi sangat berjasa membesarkan sejak usiamu tiga tahun hingga tiga belas tahun. Bahkan saat Biyung tiga tahun kemudian wafat, kau tak ikut ibumu pulang.
Engkau telah membawa aku pada kerinduan senja yang luka setelah langit mengirim hujan. Seperti lima tahun lalu yang tiba-tiba kau menemukanku di kota aku bekerja. Saat itu kau seolah ingin menegaskan tak perlu ada penjelasan akan sebuah kekecewaan masa lalu. Sebab kenangan terlalu memberatkan kaki kita dalam melangkah.Â
Dan sore ini aku harus menerima teorimu itu. Setiap aku melihat senja kita dulu langkah kakiku untuk pulang terayun berat tak seperti dulu yang lincah berlari karena takut petang. Tentu alasan kita berbeda. Kau berat karena terlanjur masuk ke rahasia di balik senja yang dulu kau angankan ayah dan ibumu. Sebuah keluarga bahagia dan harmonis.Â
Sedang aku enggan pergi karena senja satu-satunya yang mengingatkanku tentang engkau. Tentang angan dan cita-cita. Bahkan tentang arti cinta karena sebelum keberangkatamu ke negeri yang sekarang kau tinggalin. Negeri yang kutahu hanya lewat peta, kau memasukkan secarik kertas ke saku celanaku jika dipandang tak seperti surat cinta romantis yang biasanya kutulis untuk perempuan-perempuan yang datang dan pergi mengisi hari dan hatiku.
Ikutlah denganku dan kita buat rahasia senja. Rahasia senja tak tak pernuh menjadi rahasia. Aku tetap dan selalu menyayangimu, Key...
NB: Temui aku besok pagi di bandara. Dan kau tak perlu lagi mencari rahasia senja. Kita akan membangun negeri yang senja pun tak malu mengatakan rahasianya.
Esok harinya aku tetap diam di kamar dengan memegang secarik kertas itu hingga senja. Aku tetap menikmati senja dengan rahasianya daripada harus bersamamu dan tak menghiraukan kita sama-sama berjakun.
***