Mohon tunggu...
Trie Yas
Trie Yas Mohon Tunggu... Jurnalis - Sehari-hari bekerja sebagai Graphic design, editing foto, editing video (motion graphic). Namun tetap menulis buat menyeimbangkan hidup.

Sehari-hari bekerja sebagai Graphic design, editing foto, editing video (motion graphic). Namun tetap menulis buat menyeimbangkan hidup.

Selanjutnya

Tutup

Lyfe

Terciptanya film Kuldesak ( KULakukan DEngan terdeSAK) “bapaknya” gerakan film independen di Indonesia

6 Juli 2015   00:50 Diperbarui: 6 Juli 2015   00:50 1853
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

[caption caption="Film Kuldesak karya debutan empat sutradara Riri Riza, Nan Achnas, Mira Lesmana, dan Rizal Mantovani, rilis tahun 1998"][/caption]

Film Kuldesak adalah awal kelahiran film Indonesia yang sempat mati suri dan mulai beralih ke televisi. Film ini rilis tahun 1998 dan sampai sekarang sering diputar di forum-forum seperti ketika memperingati hari film nasional. Film ini sendiri tercipta karena keinginan kuat untuk membuat film dengan didasari oleh generasi baru perfilman Indonesia yang seolah putus dari sejarahnya. Mereka mencoba gagasan yang baru dibanding  pendahulunya. Empat sutradara Riri RizaNan AchnasMira Lesmana, dan Rizal Mantovani yang masing-masing menyodorkan kisah berbeda-beda. Tetapi memiliki tautan satu dengan lainnya. Kehidupan anak muda pada saat itu, tepatnya di era pertengahan 1990-an dari kacamata remaja itu sendiri. Ini adalah film para debutan meski keempat sutradara ini pernah membuat film dokumenter, iklan, videoklip, dan lainnya. Mereka hanya ingin menikmati membuat film tanpa beban gagasan, tradisi, sekat-sekat negara, dan sebagainya, hingga bahasa, idiom, simbol, bisa diambil dari mana saja. Sehingga mencerminkan isi dunia remaja itu. Film yang lepas dengan sejarah film Indonesia sebelumnya.

[caption caption="Dina (Oppie Andaresta), gadis yang mencintai idolanya setengah mati lalu berteman dengan Budi (foto kanan) yang diperankan Harry Suharyadi, seorang homoseksual."]

[/caption]

Empat tokoh utama berbeda dengan masalah masing-masing, tapi sama-sama mempunyai impian, keingingan, dan obsesi. Pertama, Dina (Oppie Andaresta), gadis yang mencintai idolanya setengah mati. Dan berharap bisa berpacaran dengannya. Dina lalu berteman dengan Budi (Harry Suharyadi), seorang homoseksual yang berpacaran dengan Yanto (Gala Rostamaji). Hubungan mereka berdua pada akhirnya pun harus berpisah. Segmen ini digarap oleh Nan Achnas.

Di segmen berikutnya ada Andre (Ryan Hidayat), seorang pemusik yang mengindentifikasikan rasa kesepiannya dengan Kurt Cobain, pentolan vokalis grup musik Nirvana yang bunuh diri. Ini adalah film terakhir Rian Hidayat sebelum meninggal dunia. Riri Riza sebagai debut sutradara sangat menarik membangun tokoh  Andre seorang rocker dengan hidup bebas dan kesepian, diperankan dengan apik oleh Rian Hidayat dengan rambut panjang mirip Kurt Cobain.

[caption caption=" Lina (Bianca Adinegoro) korban pemerkosaan dan dengan caranya sendiri ia berusaha mencari siapa dalang dibalik kejadian ini."]

[/caption]

Kisah ketiga hadir Lina (Bianca Adinegoro), karyawati sebuah perusahaan yang diperkosa saat sedang lembur. Ia kemudian bertekad untuk membalas dendam dengan mencari pemerkosanya. Situasi ironis lalu muncul ketika Lina mengetahui siapa identitas si pemerkosa. Sebuah film dan cerita yang khas dari tangan seorang Rizal Mantovani yang masih melekat sampai film-filmnya yang sekarang seperti film Jelangkung, Kuntilanak.

Karya Mira lesmana bercerita Aksan (Wong Aksan), anak pemilik penyewaan laser disc film yang terobsesi untuk membuat film. Obsesinya itu sampai membujuk Aksan untuk merampok uang ayahnya sendiri karena hasutan tokoh Aladin, diperankan Tio Pakusadewo, yang menggosok-gosok terus agar Aksan mewujudkan impiannya membuat film.

[caption caption="Wong Aksan dan Tio Pakusadewo memerankan segmen cerita yang diarahkan sutradara Mira Lesmana."]

[/caption]

Para sutradara Kuldesak ini boleh dibilang berangkat hampir tanpa gagasan, atau kalaupun ada, gagasan kecil dan remeh. Mereka sangat menikmati proses pembuatan film ini, tanpa beban gagasan atau hal lainnya. Film ini akhirnya memang terbukti memberi warna baru dan segar pada perfilman nasional. Tak hanya itu, para sutradara dan tim produksi yang terlibat terbukti sukses berkarier di industri film Indonesia sampai sekarang.

Para sutradara film omnibus  pertama di Indonesia ini bersikap netral. Tidak memberikan maksud dan penjelasan soal motivasi dari setiap segmen dan membiarkan para penonton untuk berpikir dan menentukan nilai-nilai yang akan mereka ambil. Mereka hanya menyodorkannya begitu saja. Hampir seluruh tokoh dalam film ini menunjukkan adanya kepedihan mendalam, baik yang eksplisit seperti pada Andre, atau yang kurang eksplisit seperti pada Dina, atau mereka yang tampaknya hanya berhura-hura saja hidupnya seperti tiga serangkai Ceki (Bucek Depp), Sofi (Sophia Latjuba), dan Maya (Maya Lubis).

Kuldesak sampai dianggap sebagai “bapaknya” gerakan film independen di Indonesia. Proses pembuatan film ini pada tahun 1996 dilakukan secara underground dan tak terbelenggu oleh aturan produksi film Orde Baru.

Harry Surharadi, pemeran Budi mengaku proses pembuatannya sendiri sangat estafet, ketika ada rental kosong menyewakan kamera syuting lantas break bisa 15 hari atau sebulan. Awal ditawari ikut terlibat Harry sempat syok dan perlu menyakinkan terlebih dahulu orang-orang terdekat, kantor tempat dia bekerja untuk  meminta ijin , karena pertimbangan peran yang ia mainkan adalah seorang homoseksual. “Ibu saya nonton gimana, tetangga-tengga dan teman-teman kantor? Jadi saya harus menjelaskan ke mereka dengan alasan demi kebangkitan perfilman Indonesia.”

“Bahkan saya mengajukan dua syarat kepada Nan Achnas, sang sutradara. Harus ada adegan ciuman dengan oppie, syarat kedua, adegan di bis harus one take karena saya tahu dengan kamera gede segambreng itu trus syuting di dalam bus, tahu sendiri jalanan gimana, pasti akan diulang-ulang nih”, ujar Harry ketika diskusi film kuldesak di Galeri Indonesia (27/6).

Semua talent dan semua yang terlibatkan dalam produksi film ini tanpa dibayar. Karena alasan itulah yang mendasari tidak di keluarkan dalam bentuk dvd atau tidak tayang di televisi.

Judul Kuldesak sendiri dipilih lewat obrolan-obrolan ringan, KULakukan DEngan terdeSAK. “film ini dibuat ketika  Order Baru dimana kreatifitas masih dibatasi tak sebebas sekarang, seperti menjadi sutradara harus terlebih dahulu menjadi Asisten sutradara selama 10 kali, trus harus masuk organisasi Parfi, kita terdesak karena tak bisa disebut filmmaker dan disitu biaya pembuatan film mahal, tak punya duit, punya mimpi saja,” kenang Pemeran Budi yang mengaku tak berani menonton film debutnya tersebut.

[caption caption="Harry Surharadi, pemeran Budi ketika diskusi film kuldesak dengan muliva.com di Galeri Indonesia Kaya (27/6)"]

[/caption]

***

Foto-foto : Adegan film kuldesak 

                  koleksi pribadi (Trie yas)

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Lyfe Selengkapnya
Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun