"Adik, seandainya ketika sedang bermain bola di sekolah, tiba-tiba adik terluka karena pecahan kaca, kaki adik berdarah. Adik mau jika ditolong oleh teman-teman adik?"
Tentu saja anak akan menjawab, "Mau dong Ma, kan adik kakinya berdarah, sakit, susah berjalan, perlu dibantu teman-teman".
"Nah seandainya nih, lain hari adik sedang bermain bola, lalu ada teman adik yang tiba-tiba menangis kesakitan karena kakinya terkilir, adik mau menolong juga?"
Kira-kira jawabannya, "Mau dong ma, kan kasihan dia tidak bisa berjalan, seperti waktu adik kakinya terluka kena pecahan kaca".
"Jadi kita sepakat ya, jika ada teman adik terluka, dan membutuhkan pertolongan, maka adik akan segera menolong, ya".
"Iya, dong ma".
Dialog membuat anak memahami sebuah situasi yang membutuhkan responnya untuk bertindak karena situasinya mendesak, sangat penting untuk dilakukan sebab berisiko besar jika anak tidak melakukannya.
Mendesak Tapi Tidak Penting
Saya punya pengalaman ketika anak saya merajuk untuk memiliki HP baru. Ada alasan rasional yaitu bahwa metode pembelajaran online yang saat ini banyak dilakukan oleh guru membuat anak harus memiliki HP sebagai sarana belajar.
Anak saya yang baru kelas 1 SD kemudian dengan berbagai cara meminta agar dibelikan HP bukan HP bekas tetapi HP baru. Sementara kami sebagai orang tua berprinsip bahwa anak kelas 1 SD belum perlu memiliki HP sendiri.Â
Sehingga istri saya meminjamkan HPnya setiap kali ada pembelajaran online dimana guru akan daring dengan aplikasi zoom meeting dengan para siswa.
Maka muncullah kesepakatan antara kami dengan anak, yaitu anak boleh memiliki HP dengan beberapa syarat.Â