Mohon tunggu...
Lanjar Wahyudi
Lanjar Wahyudi Mohon Tunggu... Human Resources - Pemerhati SDM

Menulis itu mengalirkan gagasan untuk berbagi, itu saja. Email: lanjar.w77@gmail.com 081328214756

Selanjutnya

Tutup

Lyfe Artikel Utama

Ingin Sehat, Bersahabatlah dengan Stres

10 April 2021   18:08 Diperbarui: 11 April 2021   18:01 1577
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Foto diambil dari buku berjudul Bye-Bye Stres karangan Nurul Chomaria

Stres (stress) merupakan fakta hidup, tidak ada seorangpun di dunia yang ini tidak pernah mengalami stres. Namun bagaimana cara kita menghadapi stres, menentukan kemampuan kita untuk menghadapi stres tersebut. 

Stres selalu berdampingan dengan keseharian kita, baik itu stres negatif, maupun stres positif.

Istilah stres menunjukkan adanya tegangan, tekanan atau kekuatan pada tubuh. Kendaraan lapis baja yang ditembak dengan senapan mesin mungkin tidak akan tembus atau berlubang, namun mengalami lekukan, atau bopeng-bopeng pada permukaannya, inilah stres yang dialami. 

Batu kali yang dijatuhkan dari bak sebuah truk pengangkut material bangunan akan menimbulkan stres pada permukaan tanah yang mengakibatkan lekukan atau lubang. 

Dalam kaca mata psikologi, stres dimaknai sebagai suatu tekanan atau tuntutan yang dialami individu agar ia melakukan adaptasi atau penyesuaian diri. 

Pendapat serupa tentang stres, yaitu apa yang kita rasakan ketika kita didorong oleh sebuah situasi atau keadaan sampai kepada batas-batas maksimal kekuatan kita.

Sumber penyebab stres disebut stressor, sedangkan dampak yang terjadi berupa penderitaan fisik atau mental disebut distres (distress), inilah yang disebut stres negatif. 

Sedangkan stres positif adalah stres yang tidak menimbulkan dampak negatif dan justru memberi manfaat positif untuk kesehatan fisik dan mental. Stres positif ini disebut eustres (eustress).

Contoh distres atau stres negatif misalnya adalah seorang karyawan habis kena marah bosnya di kantor, kemudian tanpa dia sadari saat tiba di rumah ia menjadi sensitif dan mudah memarahi anggota keluarganya hanya untuk sebuah kesalahan sepele. 

Seorang wanita menjalani hubungan jarak jauh dengan pasangannya yang kerap kali tidak bisa tidur karena selalu kuatir dan cemas jika pasangan pindah ke lain hati. 

Seorang manajer tiba-tiba berkeringat dingin dan cemas setiap kali mendengar bahwa bos akan datang ke kantor cabang. 

Mahasiswa yang tegang dan deg-degan menanti ujian skripsi esok pagi. Seorang gadis yang menjadi mudah marah setiap kali mendengar lagu tertentu karena mengingatkan pada mantan pacar yang mutusin hubungan tiba-tiba. 

Mahasiswa yang tidak bisa tidur begitu tahu nama dosen penguji skripsi esok hari. Seorang bapak atau ibu rumah tangga yang menjadi sering masuk angin karena pikiran selalu kuatir akan masa depan. 

Seorang pemudi bahkan pemuda yang mudah menangis ketika mendengar suara penyanyi tertentu yang melantunkan lagu melow karena mengingatkan sosok kekasih yang telah tiada. 

Seorang siswa sekolah dasar yang enggan masuk sekolah karena minder merasa tidak mampu mengikuti pelajaran matematika yang susah dan selalu gagal mengerjakan soal, dan sebagainya.

Sedangkan eustres atau stres positif misalnya hati berdebar-debar menyambut kedatangan kekasih di bandara setelah sebulan tak bertemu karena tugas ke luar negeri; hati berdebar karena detak jantung meningkat tentu bukan karena takut atau cemas tetapi karena bahagia. 

Pengalaman pertama naik pesawat bisa juga menjadi eustres, sudah sekian lama membayangkan bisa naik pesawat akhirnya akan kesampaian beberapa jam lagi, dan ketika bisa duduk di kursi pesawat hati terasa senang dan puas. 

Atau bagi yang baru pertama kali akan kencan malam minggu dengan pacar, tentu ada rasa dag dig dug yang menyenangkan di dalam dada. 

Menunggu giliran dipanggil ke atas podium untuk mendapat penghargaan atau piala juga menimbulkan perasaan gelisah. Bukan gelisah karena kuatir, tetapi gelisah karena penasaran bagaimana sih sensasinya nanti saat berdiri di podium dan dilihat semua audiens yang jumlahnya ribuan dan diterangi dengan lampu blitz kamera para wartawan. 

Setiap perubahan hidup yang kita alami akan menimbulkan stres, positif ataupun negatif. 

Ahli psikologi Holmes dan Rahe mengembangkan sebuah skala kejadian untuk mengukur besarnya stres setiap kali ada kejadian perubahan kehidupan. 

Ada 37 kejadian dengan skor tertinggi sampai terendah yang bisa kita pilih dengan melingkarinya sesuai kejadian yang kita alami dalam kurun satu tahun terakhir. 

Apabila sudah dipilih selanjutnya seluruh angka skor pada bagian belakang kejadian yang dipilih dijumlahkan. 

Apabila hasil penjumlahannya kurang dari 100 maka berarti perubahan kehidupan yang kita alami tidak terlalu besar, stres yang kita terima juga kecil. 

Namun bila hasil penjumlahannya lebih dari 250 itu artinya kita mengalami perubahan kehidupan yang besar dan membawa stres yang besar pula. 

Bila sudah mengetahui hal ini sebaiknya kita melakukan langkah-langkah untuk menanggulangi stres tersebut.

Berikut ini adalah tabel Skala Holmes dan Rahe yang bisa kita uji coba pada diri kita sendiri:

Foto diambil dari buku berjudul Bye-Bye Stres karangan Nurul Chomaria
Foto diambil dari buku berjudul Bye-Bye Stres karangan Nurul Chomaria

Bersahabat dengan Stres Melalui Strategi Coping

Oleh karena stres sebegitu dekat dengan aktivitas kehidupan kita maka memiliki pola pikir yang tepat untuk merespon setiap perubahan hidup yang terjadi menjadi kunci utama. 

Ingatlah selalu bahwa perubahan hidup mengakibatkan stres, baik stres positif maupun stres negatif. 

Stres negatif bisa menimbulkan dampak buruk bagi kesehatan fisik dan mental, maka harus dikelola.

Cara mengelola stres disebut juga coping stress, yaitu suatu usaha untuk melakukan adaptasi diri terhadap problema psikologis sehingga dapat mengurangi atau meminimalisir dampak dari kejadian atau keadaan yang penuh tekanan tersebut.

Ada 2 bentuk coping stress yang biasa dilakukan oleh sebagian besar manusia, antara lain:

  1. Emotion-Focused Coping
  2. Problem-Focused Coping

Emotion-Focused Coping

Adalah adaptasi atau usaha untuk melakukan pemulihan terhadap perasaan dan emosi akibat adanya stres, bukan menghadapi sumber stres secara langsung. 

Coping berfokus pada emosi dilakukan karena kita tidak bisa lagi merubah keadaan sebab ia di luar kendali kita, atau juga karena kita tidak ingin merubah situasi yang terjadi karena satu dan lain hal.

Suatu contoh, anggota keluarga kita ada yang meninggal dunia, ini adalah keadaan di luar kendali kita, maka stres yang timbul karena kejadian ini harus kita hadapi dengan strategi coping berfokus pada emosi. 

Tujuannya adalah untuk meredakan gejolak emosi yang kita alami berupa sedih, marah, kecewa, jengkel, bahkan putus asa.

Apa yang bisa kita lakukan untuk meredakan gejolak emosi ini:

  • Bermeditasi atau berdoa dengan menyalakan lilin aroma terapi
  • Membaca atau melantunkan kitab suci
  • Menyanyikan lagu rohani
  • Relaksasi dengan alunan musik lembut
  • Berendam air hangat
  • Berolahraga; renang, bersepeda, joging, bela diri, dan sebagainya
  • Bercerita kepada orang yang tepat
  • Menulis; termasuk menuliskan kejadian dan perasaan yang emosional tersebut
  • Memasak menu favorit

Tujuan dari coping berfokus pada emosi ini bukan untuk melarikan diri dari permasalahan atau kejadian kehidupan yang menimbulkan stres, tetapi untuk meredakan, mengurangi, dan memulihkan kondisi emosi dan perasaan kita dengan cara-cara yang positif.

Ilustrasi Berbagi Cerita dalam Komunitas yang Sehat. (Sumber: dokumentasi pribadi)
Ilustrasi Berbagi Cerita dalam Komunitas yang Sehat. (Sumber: dokumentasi pribadi)
Ada juga orang yang salah dalam menerapkan strategi menghadapi stres dengan melarikan diri dari kenyataan. Misal seseorang yang divonis menderita penyakit jantung tentu akan merasa sedih, kecewa, jengkel, bahkan putus asa untuk menjalani masa depannya. 

Ia berusaha melupakan bahwa faktanya menderita sakit jantung, tidak mau memikirkan apalagi melakukan berbagai perilaku hidup sehat agar jantungnya juga sehat.

Hal ini adalah sebuah bentuk pelarian atau penyangkalan dari perasaan emosional berupa rasa takut pada kematian sewaktu-waktu, takut bagaimana dengan berbagai tanggungjawab yang besar pada keluarga yang ditinggal, pekerjaan dan jabatan, serta relasi sosial. 

Melarikan diri dengan tenggelam pada pekerjaan yang tidak mengenal waktu, menyibukkan diri dengan berbagai kegiatan sosial namun tidak memperhatikan kesehatan sendiri.

Enggan mendengar segala informasi terkait penyakit yang diderita bahkan perkembangan ilmu medis sekalipun yang bisa jadi baik bagi dirinya, tidak memperhatikan komposisi makanan sehat serta pola makan yang benar, dan beberapa kasus buruk adalah lari kepada minuman beralkohol. 

Dampaknya adalah ia akan gagal mengenali fase-fase atau tanda-tanda yang ditunjukkan terkait dengan penyakit jantung, sehingga beberapa kejadian langsung meninggal dunia mendadak.

Beberapa orang seringkali berkata bahwa mati hidup di tangan Tuhan, mati sekarang atau besok intinya juga akan mati. 

Kalimat tersebut seolah-olah ruhani sekali, namun bisa juga sebagai bentuk menutup-nutupi ketakutannya. Apa yang membedakan? Tentu pola tindak yang diperlihatkan. 

Orang yang hidup saleh tentu akan berusaha hidup dengan cara hidup yang sehat dan benar, menerapkan emotional-focused coping dengan cara-cara positif yang akan memberikan dampak yang berbeda terhadap kesehatan fisik dan mentalnya. 

Sedangkan orang menutup-nutupi ketakutannya (takut adalah salah satu bentuk emosi) akan hidup tanpa peduli lagi dengan cara hidup sehat, pola pikir yang benar, karena ia berada dalam kondisi putus asa.

Problem-Focused Coping

Strategi coping berfokus pada masalah adalah sebuah usaha untuk mengurangi akibat adanya stres dengan cara menghadapi langsung sumber stres tersebut. 

Dengan menghadapi sumber stres maka diharapkan kesedihan, kekecewaan, kemarahan, dan berbagai penderitaan fisik yang ditimbulkan bisa berkurang.

Sebagai contoh, seseorang yang divonis mengidap penyakit jantung pada contoh di atas memilih untuk mengetahui persis tentang kondisi sakitnya. 

Maka ia akan mencari informasi seluas-luasnya dari berbagai sumber, dari dokter, maupun dari sesama pasien atau mantan pasien yang berhasil sembuh dan sehat. 

Ketika seseorang ini mencari informasi dengan sedemikian gigih, ia memiliki optimisme yang terus tumbuh dalam hatinya, ia memiliki harapan untuk sembuh, setidak-tidaknya harapan untuk hidup lebih sehat sehingga berusia lebih panjang. Tentu ini sebuah modal yang sangat positif.

Bagaimana problem-focused coping pada seorang karyawan yang seringkali merasa tertekan, kehabisan waktu kerja di kantor sampai-sampai harus membawa pulang pekerjaan untuk dilanjutkan di rumah padahal di rumah ada keluarga yang harus mendapatkan perhatian juga. 

Atau bagaimana menghadapi stres karena harus menghadapi ujian skripsi, atau harus menyiapkan presentasi bisnis dihadapan calon investor kelas kakap. 

Bagaimana dengan stres karena harus menyiapkan bahan ajar pertama kali selaku dosen baru, atau menyiapkan bahan kotbah supaya menarik dihadapan umat yang sebagian besar adalah generasi milenial, atau bagaimana dengan stres karena harus berpidato dihadapan ribuan karyawan pada peringatan hari buruh yang biasanya sensitif terhadap isu-isu perburuhan.

Dengan mengacu problem-focused coping maka yang harus kita lakukan adalah menyadari dampak stres yang kita alami jangan mengingkari atau menyangkalnya, memiliki keinginan untuk mencapai kondisi ideal, mencari sumber masalah yag mengakibatkan stres, dan mencoba menyelesaikan permasalahan tersebut secara sistematis.

Ilustrasi Berolahraga Membuat Mood Menjadi Baik, Tubuh Sehat, dan Bahagia. Sumber: dokpri.
Ilustrasi Berolahraga Membuat Mood Menjadi Baik, Tubuh Sehat, dan Bahagia. Sumber: dokpri.
Nah berikut ini ada beberapa tips yang bisa dilakukan untuk menghadapi stres langsung pada sumbernya untuk beberapa kasus tertentu:
  • Mengelola waktu dengan baik (time management). Dengan membuat jadwal aktivitas harian, mulai dari pagi sampai malam hari akan sangat membantu mengarahkan kita berada pada kegiatan yang tepat dan pada saat yang tepat, produktif sekali bukan.
  • Mencari informasi terkait permasalahan yang dihadapi untuk digunakan sebagai bahan pertimbangan menyusun langkah-langkah penyelesaian yang sistematis.
  • Membuat daftar prioritas yang harus dikerjakan (to do list). Daftar hal-hal yang harus dikerjakan berdasarkan prioritas akan membantu kita efisien memanfaatkan waktu dan sumber daya, sehingga hati senang dan merasa puas.
  • Berani berkata Tidak untuk hal-hal yang tidak penting. Kita tidak perlu menjadi pribadi yang bisa menyenangkan semua orang, itu akan membuat kita frustasi, merasa menderita dan selalu bersalah terhadap siapapun karena tidak bisa memenuhi keinginan mereka, padahal keinginan selalu berkembang dan berubah. Katakan Ya untuk hal yang bisa dilakukan dan katakan Tidak untuk hal yang tidak perlu dilakukan. Tinggalkan hubungan yang tidak sehat, hubungan toxic yang meracuni dan melemahkan mentalitas dan fisik kita, katakan Tidak.

Semoga bermanfaat, dan salam sehat selalu.

***

Referensi:

  • Abnormal Psychology in a Changing World, by Jeffrey S. Nevid, Spencer A. Rathus, Beverly greene
  • Bye-bye Stress, by Nurul Chomaria
  • Stres Positif 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Lyfe Selengkapnya
Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun