Baiklah jujur-jujuran saja, sebenarnya apa  sih yang dikhawatirkan oleh pengusaha atau pengurus perusahaan ketika karyawannya mengajukan hak cuti tahunan atau cuti pribadi? Maka asumsi jawabannya bisa bermacam-macam:
- Kehilangan jam kerja, berpotensi tidak tercapainya target.
- Rugi karena tetap membayar gaji walau karyawan cuti.
- Gak senang aja ada yang cuti sementara pengusaha tetap kerja (subyektif).
- Dan lain-lain..
Nah dari asumsi-asumsi tersebut maka yang paling mendekati alasan rasional adalah alasan nomor 1 (satu) yaitu jika karyawan cuti, apalagi yang mengambil cuti ada banyak orang maka ada potensi kehilangan jam kerja yang mengakibatkan target tidak tercapai.Â
Jika ini adalah permasalahannya, atau katakan lebih tepat ketakutannya maka harus dijawab dengan sistem kerja yang baik, sehingga hak karyawan tidak dihalang-halangi karena rasa takut tersebut, dan hak pengusaha untuk mendapatkan hasil kerja yang memenuhi target juga bisa terpenuhi. Takut itu ada dalam pikiran bukan pada kenyataan, kata orang bijak. Maka sebaiknya ada upaya win-win solution.
Apa win-win solutionnya?
- Cuti tahunan atau cuti pribadi adalah hak karyawan yang dijamin oleh undang-undang, maka harus diberikan pengusaha kepada karyawan. Jika ada pekerjaan mendesak, atau target yang harus dicapai maka dengan itikad baik karyawan mengupayakan sebelum cuti diajukan untuk diambil, pekerjaan atau target yang dibebankan sudah selesai terlebih dahulu. Fair sekali.
- Apabila cuti tahunan atau cuti pribadi terpaksa diambil mendadak karena sesuatu hal yang tidak bisa dihindari, maka harus ada komunikasi dua arah antara pengusaha dan pekerja untuk mendapatkan solusi yang menguntungkan kedua belah pihak. Jika ada target kerja yang terpengaruh pencapaiannya karena cuti mendadak ini maka harus ada kesepakatan bersama bagaimana menyiasatinya. Syukur-syukur terkait kasus dadakan seperti ini sudah diatur dalam Peraturan Perusahaan (PP) atau lebih baik lagi bila sudah diatur dalam Perjanjian Kerja Bersama (PKB).
Wasana kata
Menyangkut hak cuti pribadi atau cuti tahunan karyawan adalah hal sensitif yang bisa berakibat fatal bagi kedua belah pihak.Â
Jika pengusaha tidak mau tahu maka bisa menjatuhkan vonis kepada karyawan karena dianggap tidal loyal secara sewenang-wenang, sebaliknya karyawan bisa membawa ini ke ranah hukum mulai dari pengaduan ke pihak Dinas Tenaga Kerja sampai kepada Pengadilan Hubungan Industrial.Â
Jika ini terjadi maka kedua belah pihak harus siap mencurahkan energi, waktu dan biaya untuk urusan yang tidak produktif ini, sebab menang jadi arang dan kalah jadi abu, tidak bernilai.Â
Oleh karena itu sebaiknya hindarilah potensi terjadinya gesekan dan konflik, dengan menempatkan diri masing-masing secara elegan, tahu diri dan posisi, saling memahami dan menghormati, sebab bagaimanapun juga  pengusaha membutuhkan karyawan, dan karyawan membutuhkan pengusaha. Ngono yo ngono, ning ojo ngono.
***
Referensi: