Mohon tunggu...
Lanjar Wahyudi
Lanjar Wahyudi Mohon Tunggu... Human Resources - Pemerhati SDM

Menulis itu mengalirkan gagasan untuk berbagi, itu saja. Email: lanjar.w77@gmail.com 081328214756

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Ini Ilmu Perang Jokowi: Menundukkan Lawan Menjadikan Kawan

29 Desember 2020   16:29 Diperbarui: 29 Desember 2020   18:16 660
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
sumber:voaindonesia.com

Sampai ketika Jokowi menjadi Gubernur DKI, dengan berbagai permasalahan yang ruwet, kebiasaan ini masih dibawa untuk menyelesaikannya. Demikian pula saat terpilih sebagai Presiden pada Pilpres 2014, Jokowi menyempatkan mengundang puluhan pedangan burung untuk mendapatkan masukan dalam upaya memajukan pasar tradisional. Fenomena ketika Jokowi dan Prabowo bersaing dalam Pilpres 2014 dan 2019 adalah pembelajaran yang menarik bagi orang-orang yang haus pembelajaran tentang kepemimpinan. 

Ketika pada akhirnya Jokowi menang dalam dua periode, kita disuguhi lagi adegan makan siang, dan kali ini oleh kedua tokoh bangsa ini. Dan selanjutnya kita semua tahu bahwa Prabowo masuk menjadi bagian dari Kabinet Indonesia Maju sebagai Menteri Pertahanan. (republika.co.id, setkab.go.id, kompas.com)

Inilah prinsip "perang" Jokowi dalam menghadapi rival-rival politiknya. Bukan langsung gebuk dengan kekerasan, bukan dengan acaman dan intimidasi, tetapi dengan pendekatan manusiawi. Menyadari selayaknya manusia sepertinya Jokowi yakin bahwa selama ada kesempatan untuk bertemu dan berkomunikasi maka peperangan ide dan peperangan idealisme yang membawa perbedaan prinsip bisa dipertemukan untuk mendapatkan penyelesaian. 

Ini memang gaya perang para "wong pinter" jaman dulu, sebelum terjadi adu kesaktian secara fisik, mereka akan adu ilmu, ilmu tentang filsafat kehidupan. Dan hukumnya adalah, siapa yang kalah akan berguru kepada yang menang alias menjadi murid.

Pada posisi sebagai pemegang kekuasaan maka tindakan Jokowi untuk turun dari tahta dan berinisiatif menemui lawannya tentu mendapatkan pujian karena mencirikan kepemimpinan yang transformatif, bukan otoriter. Dengan mengkomunikasikan ide-ide ke depan, serta menyadari bahwa ia bukan orang yang sempurna, sehingga membutuhkan orang lain yang memang diakui memiliki kompetensi, maka terbukalah jalan untuk membangun sinergi. 

Alih-alih mengungkit-ungkit kesalahan dan kekurangan rivalnya di masa lalu, Jokowi memilih memberikan kesempatan untuk mencoba hal yang baru sebagai program kerja yang selaras dengan visinya selaku Presiden. Inilah prinsip "menang tanpa ngasorake", memenangkan peperangan idealisme tanpa harus mempermalukan lawan di hadapan publik. 

Mantan lawan diberikan kesempatan seluas-luasnya untuk membuktikan kinerjanya sehingga publik tahu bahwa kawan ini memiliki kapasitas yang bagus, dan bisa berkontribusi pada perkembangan negeri dengan cara bersinergi di bawah pemimpin yang visioner.

Salam..

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun