Yu Ratmi, begitu sehari-hari orang menyebutnya. Seorang wanita setengah baya yang sudah puluhan tahun bekerja sebagai buruh bangunan di Sleman, Yogyakarta.
Mengamati kesehariannya Yu Ratmi bekerja di proyek bangunan bersama dengan suaminya yaitu Kang Sugi sangat menarik. Kang Sugi adalah tukang dan Yu Ratmi berperan sebagai pembantu tukang.Â
Tugas pembantu tukang adalah menyiapkan segala sesuatu yang dibutuhkan tukang saat bekerja. Misal tukang sedang melakukan pekerjaan plesteran dinding, maka pembantu tukang bertugas menyiapkan adukan semen-pasir dan mengantarkan kepada tukang agar pekerjaan tukang berjalan lancar tidak tertunda karena terlambat dipasok bahan material dan alat. Begitulah Yu Ratmi memerankan diri dalam pekerjaan sehari-hari bersama suaminya.
Dalam dunia pekerjaan proyek bangunan, ada perbedaan kelas atau kasta antara pembantu tukang, tukang, mandor, dan seterusnya. Perbedaan dari sisi jenis pekerjaan sampai dengan upah harian yang diterima.Â
Sebagai pembantu tukang Yu Ratmi harus rela mengerjakan pekerjaan paling kasar, seperti mengangkat bata, memecah batu, mengaduk semen, menggelar gulungan wiremesh untuk cor, dan sebagainya. Geleng-geleng kepala juga menyaksikan seorang wanita yang posturnya biasa, jauh dari kekarnya sosok lelaki yang biasanya mendominasi pekerja bangunan.
Yu Ratmi, memang tidak pintar, bahkan lulus SD pun tidak, namun jangan meragukan semangatnya sebagai pejuang ekonomi keluarga tandem dengan suaminya. Kebutuhan ekonomi menjadi faktor utama terjunnya Yu Ratmi ke dunia buruh bangunan seperti suaminya.Â
Bagaimana lagi, jika hendak bertani hanya ada sepetak tanah yang berada dilereng bukit sehingga bisa ditanami padi hanya saat musim penghujan tiba.Â
Artinya hanya setahun sekali bisa ditanami padi, selebihnya ditanami tanaman lain bahkan seringkali dibiarkan saja karena tidak ada air yang cukup untuk mengairi tanaman. Sementara kebutuhan harian untuk makan-minum, kegiatan sosial, dan biaya sekolah anak harus mereka penuhi berdua.Â
Tidak ada kebutuhan barang mewah yang mereka inginkan seperti mobil atau barang-barang mahal lain, ia turut bekerja membanting tulang membantu suaminya semata-mata untuk mencukupi kebutuhan standar saja agar keluarganya bisa hidup, tentu saja hidup sederhana di kampung.
Saat bekerja Yu Ratmi ini sosok yang pendiam, lebih senang bekerja dari pada bercanda atau bicara dengan sesama pekerja bangunan yang mayoritas adalah para pria. Adalah hal yang lumrah ketika para pekerja pria sambil bekerja kadang melontarkan candaan satu sama lain, saling menyahut dengan berteriak, sehingga bisa membuat suasana cair.Â