Mohon tunggu...
Lanjar Wahyudi
Lanjar Wahyudi Mohon Tunggu... Human Resources - Pemerhati SDM

Menulis itu mengalirkan gagasan untuk berbagi, itu saja. Email: lanjar.w77@gmail.com 081328214756

Selanjutnya

Tutup

Money Artikel Utama

Belajar dari Falsafah Bisnis "Obah Mamah, Ana Dina Ana Upa"

14 Agustus 2019   04:00 Diperbarui: 15 Agustus 2019   03:33 738
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
ilustrasi merancang baju perempuan. (sumber: justdial.com)

"Obah Mamah Ana Dina Ana Upa, Siapa mau berusaha maka setiap hari ia akan mendapatkan rezekinya" 

Di Jawa ada pepatah yang kerap diungkapkan oleh para tetua zaman dulu yaitu "obah mamah, ana dina ana upa" kalau diartikan kata per-kata adalah sebagai berikut, obah berarti bergerak atau berusaha, mamah berarti makan, ana dina artinya ada hari, ana upa artinya ada butir nasi. 

Sehingga kalau dirangkai menjadi kesatuan makna berarti siapa mau bekerja maka ia akan mendapat makan, atau secara lebih luas bisa diartikan siapa mau berusaha maka setiap hari ia akan mendapatkan rezekinya. 

Para tetua seringkali mengucapkan ini untuk anak-anaknya yang sedang dalam kondisi putus asa karena kondisi ekonomi yang terpuruk, panen yang gagal, kemarau panjang yang mematikan tanaman pangan, diberhantikan dari pekerjaan, usaha dagang yang menemui kebangkrutan, hutang yang mencekik,  yang itu semua membuat kondisi papa.

Dibelahan dunia lain, para ahli mengungkapkan teori tentang Adversity Quotient  (AQ)yaitu sebuah kecerdasan yang dimiliki manusia untuk mengatasi permasalahan hidup dan sanggup bertahan menghadapinya. 

Permasalahan hidup yang sering menyebabkan tekanan dalam diri seseorang  misalnya kematian pasangan, putus hubungan, sakit menahun, kehilangan pekerjaan, beban tugas atau pekerjaan yang berat, atau kecemasan karena kondisi keuangan yang buruk. 

AQ bukan hanya membuat seseorang  mampu menghadapi permasalahan hidup, tetapi juga membuat ia memiliki daya kreativitas yang lebih untuk dikembangkan dalam rangka keluar dan bebas  dari jerat permasalahan yang ada.

Setidaknya dua hal ini -yaitu pepatah tetua Jawa dan Adversity Quotient- yang terbersit dalam pikiran saya ketika beberapa hari ini mengamati aktivitas Eci, anak pertama kami. 

Saya tidak yakin Eci yang sekarang duduk di kelas 5 SD ini tahu tentang pepatah bijak tetua Jawa diatas apalagi teori tentang AQ, karena saya belum pernah menceritakan kepadanya. 

Mengamati rutinitasnya sepulang sekolah dalam dua minggu ini sangat menarik bagi kami, ada kesibukan baru yang dikerjakannya dengan semangat. Kesibukan baru itu adalah membuat stiker heeee..... 

Pada mulanya sebagai orang tua kami tidak begitu menaruh perhatian, tetapi ketika anak ini mulai sering minta kertas bekas yang ada diatas printer, bertanya tentang istilah-istilah asing yang belum pernah didengar, asyik dengan pensil, spidol, gunting tiap kali pulang les maupun selepas latihan tae-kwondo kamipun mulai acuh kepadanya lebih lagi. Ternyata anak ini sedang asyik membuat stiker-stiker pesanan teman-temannya.

Foto Pribadi
Foto Pribadi
Namanya anak-anak, stiker yang dibuat dalam pandangan saya sangat sederhana, biasa saja, tidak banyak variasi, jauh berbeda dengan stiker yang dibuat oleh percetakan, atau kios stiker cutting yang banyak dijumpai  di pinggir jalan. 

Ya stiker ini dibuat dengan sketsa tangan menggunakan pensil, spidol, crayon, kemudian dilapis dengan isolasi bening agar kaku dan tahan air, sudah selesai. 

Beberapa stiker karyanya berupa tulisan sederhana yaitu PUBG dan Free Fire, beberapa yang lain adalah gambar bunga, gadis berambut kepang, payung dan rintik hujan, dan tulisan nama diri. 

Menurut Eci dalam dua minggu ini ia sudah membuat lebih dari 30 stiker dengan harga mulai Rp 500,00 sampai dengan Rp 1.000,00 dan hasil penjualannya sudah lebih dari Rp 35.000,00. Ia ingin menambahkan uang hasil jualan stikernya itu ke tabungannya di sebuah bank yang bekerja sama dengan sekolahnya. 

Sekarang ia memiliki saldo Rp 400.000,00 diluar uang hasil penjualan stikernya yang belum disetor. Dengan memiliki uang sendiri Eci merasa lebih bangga dan puas, kalau ingin belanja sesuatu ia bisa memakai uangnya sendiri. Belanja yang paling ia sukai adalah membeli buku bacaan seperti Smartgirls, KKPK, Teen-Teen Series, dan lain-lain.

Foto Pribadi
Foto Pribadi
Sebenarnya inspirasi membuat dan menjual stiker ini ia dapatkan dari Najwa teman sekelasnya yang lebih dulu memulai. Berjalan dengan waktu aktivitas kreatif mereka berdua ternyata membuat beberapa teman sekelasnya ikut berjualan juga, ada yang jualan bolpen lucu, dan stiker dari bahan stick ice cream.  

Ketika saya bertanya bagaimana perasaan Eci ketika sudah banyak teman sekelas yang ikut jualan ia menjawab ada sedihnya tapi ada pula senangnya.  Sedihnya karena jadi banyak saingan heee..senangnya karena menginspirasi teman-teman lain untuk kreatif mendapatkan uang saku sendiri.

Lepas dari potongan-potongan stiker yang dibuatnya, dan berapapun yang ia dapat dari hasil penjualan itu kami tidak pernah mempermasalahkannya. Kami cukup senang dan salut atas kreativitas, dan keberaniannya untuk menjual karyanya (baca: idenya) kepada teman-teman sekelas dan kelas-kelas lain.  

Semoga daya krativitas ini  bisa tersemai menjadi lebih baik lagi di masa depan, karena setiap generasi akan memiliki prestasinya sendiri, seiring dengan permasalahan dan tantangan yang mengikutinya. Sekali lagi obah mamah, ana dina ana upa. 

Salam Damai...

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun