Mohon tunggu...
Teacher Adjat
Teacher Adjat Mohon Tunggu... Guru - Menyukai hal-hal yang baru

Iam a teacher, designer and researcher

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Menggagas Pendekatan Baru dalam Menciptakan Generasi Anti Bullying

7 Oktober 2023   12:42 Diperbarui: 7 Oktober 2023   15:52 441
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Di lingkungan pendidikan pun sama, perundungan seakan dipelihara melalui budaya perploncoan yang dilakukan oleh kakak kelas kepada siswa-siswi yang baru. Predikat murid senior dan junior juga menambah subur budaya bullying di lingkungan sekolah. Jika diperhatikan lebih dalam, kasus-kasus yang terjadi belakangan ini berakar dari budaya-budaya yang disebutkan di atas.

Menggagas Strategi menyiapkan Generasi Anti Bullying.

Menghadapi fenomena bullying yang sudah membudaya sebagaimana dijelaskan di atas, perlu upaya yang serius dan konsisten untuk (setidaknya) mengurangi perilaku tersebut. Memang tidak akan mudah, membutuhkan waktu, tenaga, pikiran bahkan dana yang tidak sedikit. Namun penulis optimis, budaya bullying itu dapat direduksi asalkan semua pihak peduli dan terlibat apalagi kita sebagai orang timur dikenal dengan keramahannya. 

Ada ungkapan yang menyebutkan bahwa "Ubahlah budaya dengan budaya yang baru", daripada kita fokus pada perilaku bullying yang sudah ada lebih baik kita menciptakan budaya baru, yaitu budaya Anti Bullying yang nantinya diharapkan dapat terinternalisasi dalam kehidupan siswa-siswi kita. Sambil kita tetap melakukan langkah-langkah preventif agar perilaku bullying tidak terjadi di sekolah.

Berangkat dari pengalaman penulis sebagai pengajar, perilaku bullying umumnya muncul disebabkan beberapa hal. Pertama; karna pola asuh yang salah, kedua; karna pernah menjadi korban bullying sebelumnya, ketiga; karna ikut-ikutan trend atau biar terlihat sebagai murid yang disegani (relasi kuasa sebagai kakak kelas), keempat; karna rasa iri terhadap korban.

Terkait faktor yang pertama, untuk menciptakan generasai Anti Bullying dibutuhkan pemahaman yang benar dari orangtua bagaimana mereka mengasuh buah hatinya. Pola asuh yang keras, otoriter dan sering mempertontonkan kekerasan di rumah tentunya akan berimbas kepada psikologi Ananda. Sedangkan pola asuh yang cenderung memanjakan juga dapat memicu Ananda untuk menjadi pembully di luar rumah. Termasuk pola asuh memanjakan yaitu membebaskan Ananda dalam hal penggunaan gadget. Oleh karena itu dalam hal ini sekolah dapat bekerjasama dengan komite untuk menyelenggarakan pelatihan, seminar atau workshop tentang pola asuh yang diperuntukan bagi orangtua murid.

Adapun bagi sekolah banyak sekali langkah yang harus dilakukan untuk menciptakan generasi Anti Bullying. Penulis membaginya menjadi beberapa tahap yakni;

  • Tahap penanaman pemahaman; pada tahap ini pihak sekolah (bapak/ibu guru) dapat memberikan pemahaman yang baik kepada siswa-siswi terkait budaya sekolah, adab-adab bergaul, do and dont yang ada di sekolah, tata tertib sekolah. Untuk agenda ini dapat memanfaatkan momen masa orientasi siswa, hari pertama masuk sekolah, kegiatan kokurikuler atau diremind secara berkala pada saat pembelajaran.
  • Tahap pelibatan siswa; pada tahap ini siswa dilibatkan untuk menjadi duta-duta Anti Bullying yang ada di sekolah. Penetapan sebagai duta dapat melalui mekanisme organisasi siswa, atau kesepakatan sekolah berdasarkan hasil pengamatan perilaku baik akademik maupun non akademik.
  • Tahap pencegahan; pada tahap ini seluruh stake holder yang ada di sekolah bekerja sama untuk menciptakan sekolah bebas bullying yaitu dengan cara mengaktifkan piket pengawasan. Piket disini bukan hanya sekedar menyambut kedatangan siswa dan melepas kepulangannya, namun juga pengawasan pada saat siswa-siswi bermain di kelas, kantin, lapangan dan area sekolah lainnya. Dalam pernyataannya menyikapi fenomena bullying yang terjadi belakangan ini, Wapres Ma'ruf Amin berkomentar bahwa kasus-kasus bullying terjadi karena kurangnya pengawasan dari orang dewasa, dalam hal ini berarti seluruh tenaga pendidik dan kependidikan yang ada di sekolah, baik guru, manajemen, admin, pramubakti bahkan security sekolah.
  • Tahap penanganan; pada tahap ini, jika seluruh upaya telah dilakukan sekolah agar tidak terjadi kasus bullying namun tetap terjadi, maka perlu adanya standar operational procedure yang jelas dan terukur untuk menanganinya. Oleh sebab itu peran wali kelas, bimbingan konseling (BK) dan manajemen sekolah sangat dibutuhkan. Harus ada pengklasifikasian perilaku-perilaku siswa dan alur penangannya. Jika kasusnya sederhana maka penangannya cukup sampai di wali kelas dan ortu saja, jika kasusnya sedang maka melibatkan tenaga bimbingan konseling dan jika kasusnya berat maka bisa jadi akan melibatkan tenaga profesional dari luar sekolah.
  • Tahap pemulihan; pada tahap ini bagi siswa-siswi yang menjadi korban bullying harus mendapatkan pendampingan dari bapak-ibu guru dan pihak BK sampai benar-benar yang bersangkutan hilang traumanya dan dapat bersosialisasi kembali dengan teman-temannya di sekolah.

Penulis berpendapat bahwa tahapan-tahapan di atas tidak harus berlaku berurutan, bisa saja ada tahap yang berjalan beriringan. Yang pasti dalam menciptakan generasi Anti Bullying dibutuhkan usaha yang maksimal dan konsisten. Wallahu'alam.

Kurniadi Sudrajat (Guru SD/Anggota RPI Pusat Bidang Pendidikan)

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun