Mohon tunggu...
Teacher Adjat
Teacher Adjat Mohon Tunggu... Guru - Menyukai hal-hal yang baru

Iam a teacher, designer and researcher

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Menggagas Pendekatan Baru dalam Menciptakan Generasi Anti Bullying

7 Oktober 2023   12:42 Diperbarui: 7 Oktober 2023   15:52 441
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber: (pexels.com/Mikhail Nilov ) 

"Instead of teaching kids to learn how to deal with bullies, how about we teach them not to be a bully." 

(Alih-alih mengajarkan anak-anak bagaimana menghadapi perundung, bagaimana kita mengajarkan mereka untuk tidak menjadi perundung) Mr. Dilano

 

Negeri Darurat Bullying

Beberapa pekan ini dunia pemberitaan dalam negeri diwarnai oleh informasi-informasi mengenai kasus bullying yang terjadi di lingkup lembaga pendidikan formal yakni sekolah. Belum reda ingatan kita mengenai seorang siswa di Gresik yang dicolok matanya menggunakan "tusukan" bakso hingga buta oleh salah seorang temannya, kemudian disusul dengan berita seorang guru MAN di Demak yang ditusuk salah satu muridnya sebab tidak diizinkan ikut ujian, kembali beberapa waktu lalu tersebar sebuah video viral menampilkan seorang siswa SMP di Cilacap Jawa Tengah yang sedang dihajar habis-habisan oleh kakak kelasnya sebab permasalahan sepele, anehnya hanya terpaut beberapa hari kasus bullying kembali terjadi di lokasi yang sama namun dengan pelaku dan korban yang berbeda.

Menyikapi fenomena tersebut beberapa praktisi dan pakar pendidikan menyatakan bahwa Indonesia menghadapi kondisi darurat bullying. Jauh sebelumnya, Mentri Pendidikan Nadiem Makarim telah menyatakan hal serupa disebabkan oleh hasil Asesmen Nasional Survey Lingkungan Belajar tahun 2022 yang mengindikasikan bahwa perilaku bullying masih marak terjadi di sekolah-sekolah.

Sumber; Doc UNICEF-Bullying In Indonesia: Fact, Solution and Recomendation
Sumber; Doc UNICEF-Bullying In Indonesia: Fact, Solution and Recomendation

UNICEF dalam laporannya pada tahun 2020 yang lalu telah menjelaskan bahwa fenomena bullying di Indonesia sampai pada tahap yang mengkhawatirkan. Menurut data di atas sebanyak 41% siswa usia 15 tahun memiliki pengalaman pernah menjadi korban bullying di sekolah, baik oleh guru maupun sesama siswa. Dari 41% tersebut, 18% pernah dibullying secara fisik, 22% dirampas benda miliknya, 14% mendapat ancaman verbal, 22% menjadi bahan tertawaan, 19% diasingkan teman-temannya dan 20% siswa mengalami pencemaran nama baik.

Bullying atau dalam bahasa Indonesia dikenal dengan perundungan bak penyakit menahun yang menjangkiti bangsa ini. Tak henti-hentinya setiap tahun ada saja berita mengenai peristiwa perundungan yang mengakibatkan korbannya mengalami trauma psikis, luka fisik atau bahkan kehilangan nyawa. Kasus paling anyar yaitu tewasnya seorang siswi kelas 6 yang melompat dari lantai 4 sekolahnya di Kawasan Pesanggrahan Jakarta Selatan. Sempat ada dugaan bahwa korban melompat karena dibully oleh temannya. Walaupun pada akhirnya isu tersebut dibantah oleh pihak sekolah dan dinas pendidikan setempat, akan tetapi kenyataan bahwa korban sengaja melompat tidak bisa dibantah karna terekam oleh kamera pengawas.

Penetapan bahwa Indonesia darurat bullying bukan tanpa alasan. Data terakhir KPAI menunjukkan, ada 454 kasus terkait anak korban kekerasan fisik dan/atau psikis sepanjang Januari-November 2022. Secara umum, KPAI menerima 4.124 aduan terkait kasus perlindungan anak pada rentang waktu tersebut. Pada tahun yang sama Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) mendata sebanyak 226 kasus kekerasan fisik dan psikis terjadi pada anak, termasuk bullying. Selain itu, Survei Nasional Pengalaman Hidup Anak dan Remaja (SNPHAR) 2021 mencatat laporan empat dari 10 anak perempuan dan tiga dari 10 anak laki-laki usia 13-17 tahun, pernah mengalami kekerasan dalam bentuk apapun sepanjang hidupnya.

 

Definisi, Jenis dan Sejarah Bullying di Lingkungan Sekolah

Bullying secara istilah diartikan sebagai segala bentuk penindasan atau kekerasan yang dilakukan dengan sengaja oleh satu atau sekelompok orang yang lebih kuat atau berkuasa terhadap orang lain, bertujuan untuk menyakiti dan dilakukan secara terus menerus. Perilaku Bullying dapat dilakukan dalam beberapa bentuk yakni bullying verbal berupa ejekan dan hinaan, bullying fisik berupa pukulan, tendangan dan lain-lain, bullying sosial berupa pengucilan dari lingkungan sosialnya dan cyber bullying yakni berupa hinaan, pencemaran nama baik dan tuduhan melalui media virtual.

Sebagian orang berpendapat bahwa perilaku bullying telah ada sejak lama. Penulis sendiri belum menemukan literatur yang menjelaskan sejak kapan perilaku bullying itu ada. Adapun literatur terkait fenomena bullying yang terjadi di sekolah pertama kali ditulis oleh Olweus pada tahun 1973 dalam karyanya, "Forskning om skolmohabbning" yang diterjemahkan ke bahasa Inggris menjadi Aggression in Schools: Bullies and Whipping Boys.

Dalam karyanya tersebut Olweus menyoroti perundungan yang terjadi di sekolah-sekolah di wilayah Skandinavia.

"Here, bullying or "mobbing" was defined in terms of physical and verbal behaviours, although Olweus explicitly rejected the "mobbing" label (which implies group bullying), since much bullying appeared to be by one person."

Berangkat dari karyanya tersebut Olweus kemudian mengembangkan self report questionnaire untuk mengukur perilaku bullying. Selanjutnya bersamaan dengan kampanye anti bullying di Norwegia pada tahun 1983, Olweus mengembangkan school based Intervention program dengan salah satu program utamanya yaitu Olweus Bullying Prevention Program (1983-1985). Laporan menyebutkan bahwa program yang digagas Olweus berhasil mengurangi 50% perilaku bullying dan menginspirasi penelitian-penelitian serupa di kemudian hari.

 

Lingkaran Setan Budaya Perundungan

Penulis masih ingat betul, belasan tahun lalu ada acara televisi Smackdown yang ditayangkan oleh salah satu stasiun televisi dan digemari oleh banyak masyarakat baik dewasa maupun anak-anak. Hampir setiap hari masyarakat disuguhkan adegan demi adegan kekerasan melalui tayangan tersebut hingga akhirnya tidak sedikit anak-anak yang meniru dan melakukan perundungan pada orang lain. Sayangnya pemerintah terlambat sadar akan bahaya tayangan tersebut, hingga akhirnya seorang anak berusia 5 tahun keburu wafat akibat dibanting dan dipiting oleh teman mainnya sebab menirukan adegan SmackDown.

Ibarat virus, perundungan atau bullying seakan sulit sekali hilang dari bangsa ini. Hal tersebut dikarenakan unsur-unsur kekerasan senantiasa dipertontonkan dan diperdengarkan melalui media-media yang ada. Jika belasan tahun lalu musuh kita hanya televisi dan radio, kini adegan-adegan kekerasan mudah diakses oleh buah hati dan siswa-siswi kita melalui perangkat yang ada di genggaman mereka. Media penyampai kekerasan pun beragam, ada yang melalui film, podcast, reality show maupun game online.

Di lingkungan pendidikan pun sama, perundungan seakan dipelihara melalui budaya perploncoan yang dilakukan oleh kakak kelas kepada siswa-siswi yang baru. Predikat murid senior dan junior juga menambah subur budaya bullying di lingkungan sekolah. Jika diperhatikan lebih dalam, kasus-kasus yang terjadi belakangan ini berakar dari budaya-budaya yang disebutkan di atas.

Menggagas Strategi menyiapkan Generasi Anti Bullying.

Menghadapi fenomena bullying yang sudah membudaya sebagaimana dijelaskan di atas, perlu upaya yang serius dan konsisten untuk (setidaknya) mengurangi perilaku tersebut. Memang tidak akan mudah, membutuhkan waktu, tenaga, pikiran bahkan dana yang tidak sedikit. Namun penulis optimis, budaya bullying itu dapat direduksi asalkan semua pihak peduli dan terlibat apalagi kita sebagai orang timur dikenal dengan keramahannya. 

Ada ungkapan yang menyebutkan bahwa "Ubahlah budaya dengan budaya yang baru", daripada kita fokus pada perilaku bullying yang sudah ada lebih baik kita menciptakan budaya baru, yaitu budaya Anti Bullying yang nantinya diharapkan dapat terinternalisasi dalam kehidupan siswa-siswi kita. Sambil kita tetap melakukan langkah-langkah preventif agar perilaku bullying tidak terjadi di sekolah.

Berangkat dari pengalaman penulis sebagai pengajar, perilaku bullying umumnya muncul disebabkan beberapa hal. Pertama; karna pola asuh yang salah, kedua; karna pernah menjadi korban bullying sebelumnya, ketiga; karna ikut-ikutan trend atau biar terlihat sebagai murid yang disegani (relasi kuasa sebagai kakak kelas), keempat; karna rasa iri terhadap korban.

Terkait faktor yang pertama, untuk menciptakan generasai Anti Bullying dibutuhkan pemahaman yang benar dari orangtua bagaimana mereka mengasuh buah hatinya. Pola asuh yang keras, otoriter dan sering mempertontonkan kekerasan di rumah tentunya akan berimbas kepada psikologi Ananda. Sedangkan pola asuh yang cenderung memanjakan juga dapat memicu Ananda untuk menjadi pembully di luar rumah. Termasuk pola asuh memanjakan yaitu membebaskan Ananda dalam hal penggunaan gadget. Oleh karena itu dalam hal ini sekolah dapat bekerjasama dengan komite untuk menyelenggarakan pelatihan, seminar atau workshop tentang pola asuh yang diperuntukan bagi orangtua murid.

Adapun bagi sekolah banyak sekali langkah yang harus dilakukan untuk menciptakan generasi Anti Bullying. Penulis membaginya menjadi beberapa tahap yakni;

  • Tahap penanaman pemahaman; pada tahap ini pihak sekolah (bapak/ibu guru) dapat memberikan pemahaman yang baik kepada siswa-siswi terkait budaya sekolah, adab-adab bergaul, do and dont yang ada di sekolah, tata tertib sekolah. Untuk agenda ini dapat memanfaatkan momen masa orientasi siswa, hari pertama masuk sekolah, kegiatan kokurikuler atau diremind secara berkala pada saat pembelajaran.
  • Tahap pelibatan siswa; pada tahap ini siswa dilibatkan untuk menjadi duta-duta Anti Bullying yang ada di sekolah. Penetapan sebagai duta dapat melalui mekanisme organisasi siswa, atau kesepakatan sekolah berdasarkan hasil pengamatan perilaku baik akademik maupun non akademik.
  • Tahap pencegahan; pada tahap ini seluruh stake holder yang ada di sekolah bekerja sama untuk menciptakan sekolah bebas bullying yaitu dengan cara mengaktifkan piket pengawasan. Piket disini bukan hanya sekedar menyambut kedatangan siswa dan melepas kepulangannya, namun juga pengawasan pada saat siswa-siswi bermain di kelas, kantin, lapangan dan area sekolah lainnya. Dalam pernyataannya menyikapi fenomena bullying yang terjadi belakangan ini, Wapres Ma'ruf Amin berkomentar bahwa kasus-kasus bullying terjadi karena kurangnya pengawasan dari orang dewasa, dalam hal ini berarti seluruh tenaga pendidik dan kependidikan yang ada di sekolah, baik guru, manajemen, admin, pramubakti bahkan security sekolah.
  • Tahap penanganan; pada tahap ini, jika seluruh upaya telah dilakukan sekolah agar tidak terjadi kasus bullying namun tetap terjadi, maka perlu adanya standar operational procedure yang jelas dan terukur untuk menanganinya. Oleh sebab itu peran wali kelas, bimbingan konseling (BK) dan manajemen sekolah sangat dibutuhkan. Harus ada pengklasifikasian perilaku-perilaku siswa dan alur penangannya. Jika kasusnya sederhana maka penangannya cukup sampai di wali kelas dan ortu saja, jika kasusnya sedang maka melibatkan tenaga bimbingan konseling dan jika kasusnya berat maka bisa jadi akan melibatkan tenaga profesional dari luar sekolah.
  • Tahap pemulihan; pada tahap ini bagi siswa-siswi yang menjadi korban bullying harus mendapatkan pendampingan dari bapak-ibu guru dan pihak BK sampai benar-benar yang bersangkutan hilang traumanya dan dapat bersosialisasi kembali dengan teman-temannya di sekolah.

Penulis berpendapat bahwa tahapan-tahapan di atas tidak harus berlaku berurutan, bisa saja ada tahap yang berjalan beriringan. Yang pasti dalam menciptakan generasi Anti Bullying dibutuhkan usaha yang maksimal dan konsisten. Wallahu'alam.

Kurniadi Sudrajat (Guru SD/Anggota RPI Pusat Bidang Pendidikan)

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun