Singapura negara jiran dengan luas 704 km2 yang saya kunjungi itu memang didiami setidaknya oleh 5 etnis. Yang terbanyak adalah etnis Tionghoa (75%), lalu disusul Melayu (15%), India (9%) dan sisanya merupakan etnis Eurasia serta peranakan. Etnis Tionghoa yang datang pertama kali ke Singapura berasal dari Tiongkok bagian selatan seperti provinsi Guangdong dan Fujian.Â
Awalnya mereka datang ke Singapura sebagai pekerja kasar seperti buruh atau kuli, sebagian yang lain berwirausaha hingga akhirnya meraup banyak untung  dan kemudian berhasil menempati  di Singapura. Adapun etnis melayu di Singapura kebanyakan berasal dari Malaysia dan juga Indonesia (khususnya pulau Jawa dan Sumatra). Selain dua etnis tersebut ada juga etnis India yang sebagian besar berasal dari Tamil.
MRT yang kami tunggu-tunggu akhirnya tiba. Budaya antri yang sudah terbentuk disana mengharuskan saya untuk mempersilahkan penumpang yang turun terlebih dahulu.Â
Sampai di dalam kereta kami dapati seluruh penumpang tengah sibuk dengan urusannya masing-masing. Meski di jam sibuk kondisi MRT disana tidak padat atau berdesakan. Karena MRT ada setiap sekian menit, calon penumpang pun tidak khawatir terlambat ke lokasi yang akan dituju.Â
Hal itu berefek pada kondisi di dalam MRT yang cukup lowong. Ada 2 jenis gerbong, gerbong yang ada kursinya dan yang tidak ada. Kebetulan saat itu saya masuk ke gerbong yang tidak ada kursinya. Gerbong yang tidak berkursi ternyata membuat penumpang mudah berinteraksi satu sama lain, baik pelajar, mahasiswa dan para pekerja serta masyarakat umum.
Sekian cerita saya pada part pertama ini...pada bagian selanjutnya saya akan ceritakan secara detail pengalaman saya mengunjungi salah satu sekolah islam tertua di Singapura yang ternyata memiliki akar sejarah hingga ke Jawa Barat.
Bersambung..
Kurniadi Sudrajat
(Divisi Pendidikan dan Pelatihan RPI/Guru SD)
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H