Pendidikan di dunia Metaverse.
Kini sebagian besar perusahaan multinasional tengah menggarap proyek mereka di dunia Metaverse, sebut saja Microsoft, Disney, NVidia dan tentunya Mark Zuckerberg dengan Meta Platform Inc miliknya. Belum lama bahkan raksasa teknologi asal Korea Selatan, Samsung merilis smartphone barunya yaitu Samsung Galaxy S22 di toko virtualnya di dunia metaverse yang dinamakan Samsung 837X. Tak hanya Samsung, produsen games terkenal Roblox juga telah menggarap visinya mengenai metaverse sebagai tempat di mana orang-orang bisa berkumpul bersama dalam pengalaman 3D untuk bekerja, bermain, bersosialisasi, belajar dan berkreasi.
Sejauh ini sebagian besar bidang kehidupan yang telah digarap di dunia Metaverse antara lain bisnis, ekonomi dan hiburan. Namun tidak menutup kemungkinan bidang pendidikan pun akan mulai diupayakan untuk bisa dihadirkan dalam dunia Metaverse. Hal tersebut didasarkan pada hasil survey yang dilakukan oleh Statista kepada 1000 responden di akhir tahun 2021 lalu. Sekitar 40% responden menginginkan proses belajar mengajar juga dilakukan di dunia Metaverse.
Namun proses belajar yang melibatkan dunia virtual bukanlah hal yang baru. Sebelum istilah Metaverse digaungkan oleh Mark Zuckerberg, penggunaan alat VR di dunia pendidikan telah dilakukan oleh sebagian kecil sekolah di Indonesia. Digawangi oleh salah satu platform virtual reality yaitu millealab.
Bahkan menurut Direktur Utama Shinta VR (pemilik brand millealab) Andes Rizky sektor pendidikan banyak membutuhkan teknologi ini untuk menunjang kegiatan belajar-mengajar agar berjalan lebih efektif dan efisien. Andes melanjutkan teknologi VR sangat membantu untuk mewujudkan akses pendidikan yang merata dan berkualitas di negara berkembang seperti Indonesia. Hal ini bisa terjadi karena teknologi VR memungkinkan guru dan peserta didik melakukan eksperimen tanpa harus mengeluarkan biaya tinggi. Ujarnya dalam salah satu wawancara bersama CNBC Indonesia.
Sebagai contoh, penggunaan VR dapat membantu guru dan siswa Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) untuk melakukan praktik reparasi mobil dengan mudah dan murah. Teknologi ini juga bisa digunakan guru dan murid untuk melakukan diskusi atau FGD tanpa harus bertatap muka.
Tidak hanya efisiensi waktu dan tenaga. Penggunaan VR dalam dunia pendidikan juga dapat memangkas anggaran belanja sekolah secara signifikan. Katakanlah untuk membuat sebuah laboratorium praktikum sebuah sekolah harus mengocek dana sekitar 250-300 juta, namun dengan memanfaatkan teknologi VR sekolah hanya perlu mengeluarkan 15-20 juta tiap tahunnya. Itu pun sudah lengkap dengan fitur-fitur properti selain laboratorium.
Lalu bagaimana nasib guru?
Tentunya tidak ada yang mampu menggantikan sosok guru, hatta di dunia Metaverse sekalipun. Hal itu karna seorang guru tidak hanya mentransfer pengetahuan saja kepada murid-muridnya. Namun juga menanamkan nilai-nilai adab dan karakter. Sesuatu yang tidak bisa tergantikan oleh robot.
Namun hal itu juga jangan menjadikan guru acuh terhadap perkembangan zaman dan teknologi. Karna pada akhirnya dunia hanya akan menyisakan orang-orang yang mampu beradaptasi dengannya, begitupun guru. Ke depannya guru-guru yang melek teknologi akan mudah mendapatkan kerja dibanding yang masih berfikir manual dan konvensional. Apalagi di tengah persaingan kerja yang semakin rumit.
Guru yang siap masuk ke dunia Metaverse tentunya adalah guru yang tak hentinya belajar dan belajar, membaca dan membaca. Tidak puas dengan apa yang diketahui, haus akan ilmu serta berani mencoba hal-hal yang baru. Hingga nanti pada saat ia berada di persimpangan dunia yang baru ia tidak ragu untuk melangkah. Wallahu'alam