Mohon tunggu...
Teacher Adjat
Teacher Adjat Mohon Tunggu... Guru - Menyukai hal-hal yang baru

Iam a teacher, designer and researcher

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Guru di Persimpangan Dunia "Metaverse"

23 Februari 2022   09:39 Diperbarui: 23 Februari 2022   09:42 573
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber : https://augmentedrealityindonesia.com/media-pembelajaran-vr/

Laksana peluru kendali, dunia bergerak begitu cepat. Melesat seiring kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi. Berkat ditemukannya internet, informasi dan komunikasi menjadi lebih mudah. Bumi yang begitu luas serasa tak berjarak lagi. Bahkan apapun yang ingin kita cari, melalui internet segalanya memungkinkan didapat.

Ditambah lagi semenjak dikembangkannya IoT (internet of think), Big Data dan Cloud Computing yang memaksa dunia menuju ke arah industri 4.0 juga society 5.0. Internet yang tadinya hanya digunakan untuk sarana informasi dan komunikasi, kini melebarkan perannya ke semua lini kehidupan mulai dari ekonomi, politik, sosial, budaya, pendidikan bahkan agama. Hal tersebut tak ayal membuat manusia semakin tak bisa lepas dari jerat dunia maya.

Belum cukup sampai disitu, akhir tahun lalu. Perusahaan platform media sosial terbesar di dunia yaitu Facebook melakukan rebranding terhadap perusahaannya dengan mengusung nama Meta Platform Inc dari situlah istilah Metaverse menguak dan mulai diperbincangkan di seantero jagad.

Apa itu Metaverse?
Secara bahasa, metaverse berasal dari kata 'meta' yang berarti 'melampaui' dan 'verse' yang berarti 'alam semesta'. Sehingga metaverse dapat diartikan sebagai ruang atau dunia yang berisi materi yang melampaui alam semesta.

Sebenarnya CEO Facebook, Mark Zuckerberg bukanlah orang yang pertama kali mengenalkan istilah metaverse ke khalayak umum. Istilah metaverse sendiri telah ada sejak tahun 1992 melalui novel karya Neal Stephenson berjudul Snow Crash. Metaverse sendiri merujuk pada dunia virtual berbasis tiga dimensi (3D) yang di dalamnya terdapat aktivitas-aktivitas avatar sebagai penjelmaan dari orang sesungguhnya.

Meskipun begitu istilah metaverse belum sepenuhnya diterima secara universal. Secara sederhana metaverse adalah internet yang diwujudkan dalam bentuk 3D. Mark menjelaskan bahwa metaverse adalah dunia visual yang dapat dimasuki oleh pengguna, tidak hanya menatapnya melalui layar.

Singkatnya, ini adalah ruang dimana semua orang dapat terhubung secara virtual. Di ruang tersebut orang-orang dapat bertemu, saling menyapa satu sama lain, bermain, bekerja dan belajar bersama dengan menggunakan perangkat kacamata VR (Virtual Reality), Augment Reality dan tentunya aplikasi Smartphone.

Apa saja yang dapat dilakukan di dunia Metaverse?

Di dunia metaverse, pengguna dapat meng-create avatar sesuai keinginannya. Avatar 3D adalah personifikasi pengguna dalam bentuk animasi berbasis 3D. Avatar ini dapat digunakan sebagai khalifah (perwakilan) pengguna di dunia maya. Sekali lagi di dunia Meta, pengguna dapat melakukan kegiatan apa saja dalam bentuk virtual seperti berkumpul, bermain, bekerja, menonton konser, berbelanja sampai membeli properti secara online. Sebagai bukti, menurut berita yang dikutip dari CNBC Indonesia penjualan real estate di dunia metaverse selama tahun 2021 menembus angka $ 501 juta atau setara dengan 7,6 trilyun rupiah. Di dunia metaverse jika pengguna ingin membeli sebuah produk fashion dapat langsung menjajalnya secara virtual, jika ia tertarik dan ingin membeli maka transaksi selanjutnya dilakukan secara online dan setelah itu barang yang sesungguhnya akan dikirim ke rumah pengguna.

Lalu apakah dunia Metaverse akan menggantikan internet? Menjawab pertanyaan ini Mark Zuckerberg berkata, "Metaverse adalah internet yang diwujudkan". Dengan demikian jelas bahwa dunia Metaverse hanya bisa diwujudkan melalui jaringan internet. Dan tentunya perangkat tambahan berupa kacamata VR (Virtual Reality)dan Smartphone.

Pendidikan di dunia Metaverse.


Kini sebagian besar perusahaan multinasional tengah menggarap proyek mereka di dunia Metaverse, sebut saja Microsoft, Disney, NVidia dan tentunya Mark Zuckerberg dengan Meta Platform Inc miliknya. Belum lama bahkan raksasa teknologi asal Korea Selatan, Samsung merilis smartphone barunya yaitu Samsung Galaxy S22 di toko virtualnya di dunia metaverse yang dinamakan Samsung 837X. Tak hanya Samsung, produsen games terkenal Roblox juga telah menggarap visinya mengenai metaverse sebagai tempat di mana orang-orang bisa berkumpul bersama dalam pengalaman 3D untuk bekerja, bermain, bersosialisasi, belajar dan berkreasi.

Sejauh ini sebagian besar bidang kehidupan yang telah digarap di dunia Metaverse antara lain bisnis, ekonomi dan hiburan. Namun tidak menutup kemungkinan bidang pendidikan pun akan mulai diupayakan untuk bisa dihadirkan dalam dunia Metaverse. Hal tersebut didasarkan pada hasil survey yang dilakukan oleh Statista kepada 1000 responden di akhir tahun 2021 lalu. Sekitar 40% responden menginginkan proses belajar mengajar juga dilakukan di dunia Metaverse.

Namun proses belajar yang melibatkan dunia virtual bukanlah hal yang baru. Sebelum istilah Metaverse digaungkan oleh Mark Zuckerberg, penggunaan alat VR di dunia pendidikan telah dilakukan oleh sebagian kecil sekolah di Indonesia. Digawangi oleh salah satu platform virtual reality yaitu millealab.

Bahkan menurut Direktur Utama Shinta VR (pemilik brand millealab) Andes Rizky sektor pendidikan banyak membutuhkan teknologi ini untuk menunjang kegiatan belajar-mengajar agar berjalan lebih efektif dan efisien. Andes melanjutkan teknologi VR sangat membantu untuk mewujudkan akses pendidikan yang merata dan berkualitas di negara berkembang seperti Indonesia. Hal ini bisa terjadi karena teknologi VR memungkinkan guru dan peserta didik melakukan eksperimen tanpa harus mengeluarkan biaya tinggi. Ujarnya dalam salah satu wawancara bersama CNBC Indonesia.

Sebagai contoh, penggunaan VR dapat membantu guru dan siswa Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) untuk melakukan praktik reparasi mobil dengan mudah dan murah. Teknologi ini juga bisa digunakan guru dan murid untuk melakukan diskusi atau FGD tanpa harus bertatap muka.

Tidak hanya efisiensi waktu dan tenaga. Penggunaan VR dalam dunia pendidikan juga dapat memangkas anggaran belanja sekolah secara signifikan. Katakanlah untuk membuat sebuah laboratorium praktikum sebuah sekolah harus mengocek dana sekitar 250-300 juta, namun dengan memanfaatkan teknologi VR sekolah hanya perlu mengeluarkan 15-20 juta tiap tahunnya. Itu pun sudah lengkap dengan fitur-fitur properti selain laboratorium.

Lalu bagaimana nasib guru?


Tentunya tidak ada yang mampu menggantikan sosok guru, hatta di dunia Metaverse sekalipun. Hal itu karna seorang guru tidak hanya mentransfer pengetahuan saja kepada murid-muridnya. Namun juga menanamkan nilai-nilai adab dan karakter. Sesuatu yang tidak bisa tergantikan oleh robot.

Namun hal itu juga jangan menjadikan guru acuh terhadap perkembangan zaman dan teknologi. Karna pada akhirnya dunia hanya akan menyisakan orang-orang yang mampu beradaptasi dengannya, begitupun guru. Ke depannya guru-guru yang melek teknologi akan mudah mendapatkan kerja dibanding yang masih berfikir manual dan konvensional. Apalagi di tengah persaingan kerja yang semakin rumit.

Guru yang siap masuk ke dunia Metaverse tentunya adalah guru yang tak hentinya belajar dan belajar, membaca dan membaca. Tidak puas dengan apa yang diketahui, haus akan ilmu serta berani mencoba hal-hal yang baru. Hingga nanti pada saat ia berada di persimpangan dunia yang baru ia tidak ragu untuk melangkah. Wallahu'alam

Kurniadi Sudrajat
(Anggota Agupena DKI/Peneliti CIGS/Guru SDIT Al Haraki)

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun