Lalu "terjebak" bersama sebuah rombongan yang bepergian bareng. Mengobrol ngalor ngidul, bahkan mungkin bagi yang masih sama muda menjadi kawan main kartu bersama untuk sekedar menghilangkan kejenuhan dalam perjalanan jauh. Apalagi bagi kereta kelas ekonomi yang kerap berhenti di stasiun kecil dan kerap mengalah kala bersilangan.
Pergi berombongan dengan kereta ekonomi, sudah jamak dengan persiapan bekal makanan, untuk menghemat pengeluaran. Kalau kita suatu kali "terjebak" dalam rombongan semacam itu, percayalah, kita tak akan kelaparan, meski tak membawa bekal makanan.Â
Dalam keakraban yang sudah terbentuk, saat makanan mulai berputar, kita pasti akan kebagian, ikut diajak bersama menikmati bekal makanan mereka. Ketika itu, kita masih mudah menemukan rombongan penumpang bepergian membawa rantang bagaikan hendak piknik di taman.
Pada masa sekarang, di ruang tunggu penumpang stasiun kereta dan terminal, sering terdengar  kala musim mudik dan liburan, disampaikan berulang-ulang lewat speaker stasiun dan terminal, tulisan besar-besar tertempel di tembok, terpampang dalam spanduk, diucapkan oleh reporter di berita televisi, apa gerangan pesan yang kini sering diingatkan terutama oleh aparat keamanan dan perhubungan?Â
"Jangan menerima makanan/minuman dari orang yang tidak dikenal", begitulah bunyinya. Anak kecil, juga sudah kita nasihati, untuk jangan memakan permen yang diberikan orang lain yang tidak dikenal. Kita sudah sama-sama tahu mengapa mesti demikian.
Pernah suatu masa, ketika penumpang di sebelah kita dalam suatu perjalanan jauh, bukan hanya sekedar kawan mengobrol berbual-bual, tetapi juga kawan menikmati makanan bersama.Â
Beda dengan kini, ketika ada orang yang mencoba berbasa-basi menawarkan makanan, kita mesti betul-betul tanggap makna yang sebenarnya.Â
Ada guyonan dari seorang rekan, "Kalau suatu ketika penumpang yang duduk tepat di sebelahmu mulai membuka bekal makanannya sambil menyapa 'Makan Mas', maka sadarilah bila sesungguhnya itu bukanlah sebuah kalimat ajakan, tetapi hanyalah kalimat berita".
Mungkin kita pernah mendengar suatu kebiasaan orang-orang tua kita dulu di sejumlah daerah, menyediakan gentong berisi air di depan rumah. Siapapun boleh mengambil airnya.Â
Utamanya untuk penghilang dahaga para musafir yang sedang dalam perjalanan, atau sekedar untuk menyegarkan muka dari teriknya mentari. Mengapa kebiasaan ini makin punah? Mungkin bukan semata karena tak ingin kerepotan.Â
Tapi bisa saja kekhawatiran atau bahkan pengalaman buruk, adanya orang usil dengan perilaku tak bertanggungjawab memasukkan benda yang bisa mencemari air sehingga dampaknya bisa menimbulkan gangguan kesehatan bila dikonsumsi.Â