Dengan alasan ingin merenovasi dulu rumah cicilan tersebut untuk menambah ruangan dapur dan kamar,kembali permintaan membawa lemari kutolak.
Sayangnya di tahun kedua  setelah memiliki rumah,Nenekku menghadap yang kuasa. Tubuh rentanya tak kuat menahan sakit yang menggerogotinya.
Selepas Nenek pergi ,rumah yang ditempatinya langsung diperebutkan oleh anak dan cucunya. Suamiku mengingatkanku untuk tidak ikut campur pada hal ini, meskipun sebagai cucu yang dirawat sedari kecil,aku mengurusnya selama beliau sakit hingga di titik terakhirnya menghembuskan nafas.
Tak sampai satu bulan rumah itu sudah ada yang menawar. Anak-anak Nenekpun sepakat untuk melepasnya. Barang-barang peninggalan Nenekpun dibagi.
"Lemari itu untukmu,begitu pesan Nenek pada Uwa!" Anak tertua nenek mengingatkanku saat kami membereskan rumah untuk yang terakhir kali.
Rupanya sebelum pergi Nenek telah berpesan pada anak-anaknya untuk memintaku membawa lemari itu. Aku tersenyum dibuatnya. Ah begitu inginnya Nenek memberikan lemari ini. Ada rasa sesal tak membawanya selagi beliau hidup. Lemaripun segera kuangkut ke rumah baruku.
Rumah subsidi dengan luas tanah hanya 6o meter persegi itu belum ada isinya. Baru tempat peraduan saja. Belum ada peralatan memasak. Mungkin nanti pelan-pelan kami membeli dengan dicicil.
Lemari Nenek menghuni kamar utama. Proses pemindahan lemari begitu buru-buru karena pembeli sudah menunggu. Maka lemari dipindah tanpa sempat dikeluarkan isinya. Dalam benakku ah,paling isinya baju saja takkan beratlah.Â
Termyata saat proses pengangkutan dan pemindahan para tukang yang mengangkut mengeluh berat. Mungkin karena materi lemarinya kayu jati hingga terasa lebih berat,pikirku. Ah besok saja pikirku sambil akan mencari kunci lemarinya.
Esok harinya baru kubuka lemari itu. Ternyata tak perlu mencari kunci karena kedua pintu lemari sudah tak berlubang kunci. Akhirnya aku ingat bahwa Nenekku yang pikun itu berulang kali lupa menaruh kunci. Karena bosan membuat terus kunci duplikat maka lubang kunci akhirnya dilepas.
Aku membuka pelan-pelan. Masih nampak tumpukan baju nenek. Kuambil sebuah kain sarung batik yang biasa nenek pakai. Aroma khas Nenek menyeruak. Sedih kembali terasa. Â Kuturunkan semua baju Nenek. Nanti akan kubagikan pada sanak saudara.Â