Mohon tunggu...
Irma Tri Handayani
Irma Tri Handayani Mohon Tunggu... Guru - Ibunya Lalaki Langit,Miyuni Kembang, dan Satria Wicaksana

Ibunya Lalaki Langit ,Miyuni Kembang,dan Satria Wicaksana serta Seorang Penulis berdaster

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

[Pahlawanku] Titik Ikhlasku Melepas Sang Pahlawan

17 Agustus 2019   23:52 Diperbarui: 19 Agustus 2019   08:56 142
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Foto Nenek saat terbaring sakit. Dokumen pribadi

"Ibu tuh enggak adil,sayangnya cuma sama tiga anak Darman!" Seperti itu protes mereka saat bertemu dengan Nenek dan melihat kerepotannya bersama kami.

Dengan tenang Nenek menjawab

"Kalau bukan Ibu yang mengurus mereka,bagaimana nasib mereka?sudah jelas mereka ditinggalkan orang tuanya,sudahlah itung-itung Ibu ada yang menemani,kalian kan sibuk dengan urusan masing-masing!" Begitu yang kuingat keluar dari mulut Nenek.

Foto bersama kakak-kakak, Ayah dan Ibu. Foto pribadi
Foto bersama kakak-kakak, Ayah dan Ibu. Foto pribadi
Nenekku lahir di tahun 1928. Masa sumpah pemuda. Hidup di dua jaman penjajahan berbeda yaitu Belanda dan Jepang tentu penuh cerita.Bahkan aku ingat Nenekku bisa menyanyikan lagu Jepang yang katanya diajarkan saat disekolah. 

"Nioko okaini sora akete..niakonjukuta kaku kanggayakeba"itu baris syair lagu yang masih melekat sampai sekarang. Entah betul atau tidak lirik berbahasa jepangnya.

Entah lagu itu bercerita tentang apa dan apakah nenekku tahu arti liriknya. Aku juga tak pernah menanyakan. Namun melihat Nenekku menyanyikan itu dengan semangat aku menduga kalau itu lagu perjuangan.

Jika Nenek sudah menceritakan masa penjajahan sebelum tidur aku selalu senang karena seperti merasakan pelajaran sejarah secara langsung.

Sebagai cucu wanita satu-satunya yang dirawat,Nenekku tentu menyayangiku. Saking sayangnya kadang terasa jadi over protektif. Selepas SMA ,kuliah dan bekerja Nenekku sering ikut campur masalah hubungan lawan jenis. Ya,tentu dia menginginkan yang terbaik untuk cucunya tercinta.

Pernah di suatu masa ,pacar pertamaku yang menurut kriterianya ideal karena kaya,pintar baik hati dan tidak sombong memutuskanku sepihak. Patah hati parahku dirasakan oleh beliau. Selain tak henti berusaha meredakan tangisan kehilanganku,Nenekkupun sampai berikhtiar mencari orang pintar untuk menyembuhkanku yang tak semangat hidup.

Suatu hari saat mau mandi,aku menemukan bak mandi penuh dengan bunga dan kertas-kertas putih berisi tulisan arab gundul seperti jampi-jampi. Kata Nenek itu untuk menguatkan aku kembali. Aku hanya tertawa melihat ritualnya itu. Semenjak itu aku memang mampu bangkit melupakan mantanku hingga bertemu dengam suamiku.

Suamiku dulu sulit untuk mendapatkan restu . Standar menantu idaman sudah terlanjur dia dapatkan dari mantan pacarku. Untunglah akhirnya melihat kegigihan suamiku  dalam mendekatinya dan menyayanginya membuat hatinya luluh dan mau menerimanya. Meskipun sering diusir halus  namun suamiku tak pernah bosan membawakan coklat sebagai tiket apel. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun