Mohon tunggu...
Irma Tri Handayani
Irma Tri Handayani Mohon Tunggu... Guru - Ibunya Lalaki Langit,Miyuni Kembang, dan Satria Wicaksana

Ibunya Lalaki Langit ,Miyuni Kembang,dan Satria Wicaksana serta Seorang Penulis berdaster

Selanjutnya

Tutup

Lyfe Pilihan

Lampu Padam, Belajar Harus Tetap Berjalan Demi Ulangan [Serial Status Galau Emak-emak Kacau]

5 Agustus 2019   15:47 Diperbarui: 6 Agustus 2019   02:29 62
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Belajar dengan penerangan seadanya. Foto: Irma Tri Handayani

Sedari minggu pagi,si Cikal sudah saya beri pesan sebelum dia berkelana keluar bersama kawan-kawannya.

"Kang,kalau memang ada acara futsal,berarti dari sekarang belajar Bahasa Indonesianya!"perintah saya pada dia yang sedang menyuap nasi dan ceplok telor.

"Kenapa Mak?"tanyanya

"Kalau main dulu,takutnya kamu kecapean pas pulang,kalau dah cape boro-boro buka buku,yang ada kamu malah tutup mata dan memilih tidur,kalo gitu emak pan ga tega bangunin kamu!"

Merasa permintaan saya masuk akal,diapun mengambil buki selesai makan. Meskipun dia mencoba khusyu namun matanya mengatakan tidak. Sesekali dia menengok ke arah pintu seperti menunggu sesuatu. Benar saja,tak lama gerombolan teman-temanya memanggil. Diapun nyengir.

"Mak,udah bacanya kok,nanti siang baca lagi deh abis makan siang ya,janji deh kakang,itu temen-temen dah manggil,nanti sore soalnya ada pertandingan tujuh belasan ,mesti latihan mak biar menang!"

Meskipun tepok jidat,sayapun merelakan dia pergi. Toh,janjinya selama ini bisa dipegang kalau memang saat makan siang dia harus pulang diapun akan pulang,dan takkan berani keluar .

Bapaknyapun tak keberatan memberikan ijin,tadinya kalau Bapaknya melarang ya sudah ,berarti dia memang diijinkan melepaskan energi dulu bersama kawan-kawannya.

Demi mengurangi gadget, saya memang menyarankannya untuk bermain . Entah itu bersepeda, bermain layangan ataupun bermain futsal di lapangan. Namun itu khusus di sabtu dan minggu. Hari biasa dia disarankan tidak keluar kecuali emaknya butuh bantuan buat beli garam atau terasi di warung seberang.

Sesuai perjanjian selepas dzuhur dia sudah berkutat lagi dengan buku. Bapaknya yang nanti akan mengecek apa yang sudah dipelajari siang itu tertidur lelap. Maklum siang begini dan libur memang nikmatnya dilalui oleh mengisi perut dan menutup mata. Mandi aja bisa diabaikan.

Nah,listrik mati dari jam 10 belum begitu kami sadari . Maklum masak nasi kami tak pernah menggunakan rice cooker. Handphone masih menyala dan belum low bath. Paling yang terasa rumah berasa sepi karena tv tak bersuara. Beberapa kali kami lupa menyalakan dan terkaget lalu menuduh tv rusak.

Jam 4 tiba-tiba panitia 17-an berkoar-koar menggunakan toa untuk meminta anak-anak berkumpul di lapangan untuk pertandingan futsal.

Saya memandang si cikal dengan alis terangkat sebelah. Sementara mata si cikal persis mata kucing yang bulat,berkilauan dan menggemaskan untuk meminta ijin kembali bergabung di lapangan. Lagi-lagi saya mengijinkan karena merasa dia memang sudah membuka buku.

Magrib menjelang. Langit mulai menggelap,rumahpun mulai tak terang. Satu -satu lilin sudah mulai di nyalakan. Si cikal sudah pulang membawa laporan kekalahan permainan. Saya tak terlalu kaget sih karena dia bermain hanya untuk seru-seruan belum pada tahap ingin jago seperti M. Salah atau Evan Dimas.

Setelah mencuci tangan dan kaki ga pake mandi karena cadangan air di toron sudah menipis, diapun saya minta bersiap-siap mengambil buku untuk mendapatkan ujian dari Bapaknya.

Belum juga mulai dia beralasan lapar. Sayapun menggorengkan tempe agar mudah dieksekusi di dapur pada saat gelap gulita begini. 

Selagi menunggu tempe matang,mereka bermain bayangan di tembok. Salah satu hal positif dari kekhilafan PLN dalam mengecek peralatannya hingga katanya Jakarta "BLACK OUT" ini kami jadi berkumpul mendekati sumber cahaya. 

Bermain bayangan di tembok. Dokumen Pribadi
Bermain bayangan di tembok. Dokumen Pribadi

Mana lilin tinggal satu lagi. Dibagi dua pula untuk penerangan di dapur . Hanya tinggal menunggu waktu,seisi rumah sepertinya akan gulita total.

Sayangnya eksekusi tempe itupun gagal. Selain rasa keasinan, sepertinya tu tempe sedikit kegosongan. Namun atas dasar lapar,diapun mengunyah juga. Rasa tempe terselamatkan oleh nasi hangat.

Selesai perut kenyang Bapak dan Anak mulai bertanya Jawab. Besok si cikal Ulangan Bahasa Indonesia. Bab nya paragraf deduktif dan induktif. 

Untuk level kelas 5 sepertinya ujiannya sudah mulai memahami bacaan. Tidak lagi hanya pentanyaan apa dan mengapa.Mana ni bocah ga begitu demen membaca. Segitu emaknya rajin nulis,setiap disodorin bacaan emaknya dia cuma melengos.

O, ya buat si cikal keberhasilan belajar hanya berada di tangan Bapaknya. Mungkin karena emaknya Ga tegaan dan gampang luluh ketika dia mengeluh. Bersama Bapaknya belajar berjam-jam tak terasa kejam. Tapi bersama ibunya baru sedetik katanya belajarnya ga asyik. Chemistry mereka berdua dapet banget saat belajar. 

Ah, ternyata usaha membaca dan memahami bersama sembari diterangi lilin dan cahaya senter handphone tak terlalu maksimal.

Kedua makhluk berDNA sama itupun akhirnya menyerah menutup buku dan memilih pergi ke peraduan. Keduanya saling berjanji untuk bertanya jawab di esok shubuh dengan harapan listrik telah menyala. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Lyfe Selengkapnya
Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun