Nah,listrik mati dari jam 10 belum begitu kami sadari . Maklum masak nasi kami tak pernah menggunakan rice cooker. Handphone masih menyala dan belum low bath. Paling yang terasa rumah berasa sepi karena tv tak bersuara. Beberapa kali kami lupa menyalakan dan terkaget lalu menuduh tv rusak.
Jam 4 tiba-tiba panitia 17-an berkoar-koar menggunakan toa untuk meminta anak-anak berkumpul di lapangan untuk pertandingan futsal.
Saya memandang si cikal dengan alis terangkat sebelah. Sementara mata si cikal persis mata kucing yang bulat,berkilauan dan menggemaskan untuk meminta ijin kembali bergabung di lapangan. Lagi-lagi saya mengijinkan karena merasa dia memang sudah membuka buku.
Magrib menjelang. Langit mulai menggelap,rumahpun mulai tak terang. Satu -satu lilin sudah mulai di nyalakan. Si cikal sudah pulang membawa laporan kekalahan permainan. Saya tak terlalu kaget sih karena dia bermain hanya untuk seru-seruan belum pada tahap ingin jago seperti M. Salah atau Evan Dimas.
Setelah mencuci tangan dan kaki ga pake mandi karena cadangan air di toron sudah menipis, diapun saya minta bersiap-siap mengambil buku untuk mendapatkan ujian dari Bapaknya.
Belum juga mulai dia beralasan lapar. Sayapun menggorengkan tempe agar mudah dieksekusi di dapur pada saat gelap gulita begini.Â
Selagi menunggu tempe matang,mereka bermain bayangan di tembok. Salah satu hal positif dari kekhilafan PLN dalam mengecek peralatannya hingga katanya Jakarta "BLACK OUT" ini kami jadi berkumpul mendekati sumber cahaya.Â
Mana lilin tinggal satu lagi. Dibagi dua pula untuk penerangan di dapur . Hanya tinggal menunggu waktu,seisi rumah sepertinya akan gulita total.
Sayangnya eksekusi tempe itupun gagal. Selain rasa keasinan, sepertinya tu tempe sedikit kegosongan. Namun atas dasar lapar,diapun mengunyah juga. Rasa tempe terselamatkan oleh nasi hangat.
Selesai perut kenyang Bapak dan Anak mulai bertanya Jawab. Besok si cikal Ulangan Bahasa Indonesia. Bab nya paragraf deduktif dan induktif.Â