Salahkah merek seperti itu? Ya tentu, tapi siapa sih yang bisa menahan bibir untuk tidak mengomentari orang yang menurut mereka tak layak ditemani.
Siapa yang membuat mereka begitu? Ya tentu saja orang tua mereka. Karakter mereka terbentuk karena cara orang tua mereka memperlakukan mereka.
Bisa jadi di rumah pun orangtuanya terbiasa mengejek orang lain jika tak sesuai standarnya. Bisa jadi orang tua mereka juga biasa mengejek anaknya jika anaknya dianggap tak menuruti apa kata mereka.
Mereka hanya peniru, orangtualah penyebabnya. Jadi jangan sepenuhnya menyalahkan anak-anak yang melakukan perundungan. Coba ditelaah kembali apakah kita sebagai orangtua sudah memberikan contoh yang benar? Banyak dari kita yang hobi nyinyir terhadap apapun. Apalagi masa pilpres begini.Â
Jika orangtua tidak terbiasa memberikan contoh buruk, anakpun akan mengikutinya. Dari sekian teman saya ada satu dua sahabat saya yang tak pernah melakukannya.
Setelah saya perhatikan terutama sahabat saya, dia memang di rumah tak pernah diberi label negatif oleh orangtuanya jika tidak menurut. Orangtuanya mendidik dengan penuh perhatian dan pujian sehingga sahabat saya ini tak pernah mengejek saya seperti yang lain. Dia setia menemani saya.
Jadi sumber penyebab perundungan anak adalah kebiasaan orangtuanya di rumah. Maka untuk kasus Audrey, selain kasihan untuk korban, kasihan juga untuk pelaku. Mereka bisa sejahat itu karena orangtuanya di rumah. Mereka tumbuh jadi pribadi perundungan karena orangtuanya biasa mencontohkan.
Berada di lingkungan yang menolak kita tentu tak menyenangkan. Saya merasa menjadi alien di hadapan mereka. Untunglah saya tak melakukan hal yang terlalu jauh karena perundungan itu. Namun luka hati karena dikucilkan oleh mereka berbekas hingga kini.
Hentikan perundungan sekarang juga mulai dari rumah. Untuk ayah dan Ibu, buang kalimat negatif seperti kamu nakal, kamu susah diatur atau kamu menyebalkan. Kalimat itu nanti akan dia praktikkan pada teman-teman yang menurut dia tak sesuai. Perasaan tersakiti saat mendapatkan perundungan sukar hilang oleh waktu.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H