Seorang teman semasa SD pernah mengirimkan foto bersama di halaman sekolah SDN Babakan Surabaya Bandung, saat kelas  1 kalau tidak salah. Saya yang tak memiliki foto ini tentu saja senang. Kebetulan saya tak memiliki foto ini.
Namun tak lama setelah melihat wajah-wajah polos dalam foto ini saya tiba-tiba merasa sedih.
Masa SD bukan masa yang menyenangkan buat saya. Di masa itu saya pernah mengalami perundungan dari kawan-kawan.
Sebentar, saya menarik nafas dulu sebelum melanjutkan sembari menyusun kembali memori berserakan yang sempat saya simpan rapi.
Saat SD, saya tumbuh menjadi anak yang tak terurus. Baik secara penampilan ataupun kelakuan. Ayah-Ibu saya bercerai di usia saya 4 tahun. Selepas itu saya dibesarkan oleh nenek saya. Usianya yang sudah sepuh membuat beliau tak bisa sempurna dalam mengurus saya.
Akibatnya saya sering pergi tanpa mau mandi. Baju kumal sudah biasa. Rambut berkutu yang tak disisir dengan benar. Kulit saya yang memang termasuk gelap membuat saya terlihat kucal.Â
Itulah yang kemudian jadi bahan perundungan teman-teman. Saya dibilang orang Negro. Semua teman tak ada yang mau mendekati saya yang mungkin menurut mereka tak sedap di pandang mata. Seringkali saya menangis karena saat harus belajar berkelompok sering tak ada teman yang mau memasukkan saya menjadi anggota.
Perundungan yang saya terima membuat saya jadi beringas. Sayapun jadi hobi mengutil barang teman-teman saya. Semua saya lakukan semata karena ingin mengganggu mereka. Entah berapa kali saya mereka sidang karena tertangkap basah mengambil barang.
Sering diejek dan dicaci tentu membuat saya tak percaya diri. Saya menarik diri dari kawan-kawan dan terbiasa sendiri.
Mereka enak betul mengeluarkan ejekan, tanpa peduli perasaan saya. Menangis adalah hal yang seringkali saya lakukan di masa itu.