Terus terang,saya tak punya pengalaman dengan perayaan Imlek. Saya tak memiliki saudara atau tetangga Tiongkok. Daerah tempat saya tinggal juga jauh dari hingar bingar perayaan Imlek sehingga sulit saya mendapatkan gambaran meriahnya Imlek selain dari TV.
Begitu ingin saya berpartisipasi dalam Event komed ini namun tak punya bahan untuk diceritakan. Kalau tak tahu menulis biasanya jadi sekedar menulis tanpa rasa tanpa jiwa.
Hingga kemarin, Rabu 6 Februari 2019 ada sesuatu yang mengejutkan. Di meja tempat para pengajar menunggu sebelum mulai membagikan ilmu saya melihat wadah berbentuk mangkok transparan berisi makanan berwarna coklat.
Tadinya saya pikir puding. Baru saja akan bertanya, pembawa kue tersebut menyebutkan bahwa itu adalah kue keranjang yang sudah dipotong-potong oleh istrinya agar mudah dinikmati. Kue keranjang tersebut didapatkannya dari orang tua siswanya di sekolah.Â
Kebetulan selain menjadi pengajar bimbel, dia juga mengajar di SMP Katolik di Bandung. Nah,orang tua dari siswanya dengan mengirimkan paket berisi kue keranjang ke rumahnya.
Sayapun mencoba satu potong. Baru satu gigitan bel sudah berbunyi sehingga saya tidak meneruskan kunyahan. Entah Karena bari pertama kali mencoba saya merasa bahwa rasanya tak semanis dodol atau wajit yang biasa saya coba.
Selepas mengajar, tadinya saya akan meneruskan suapan . Namun tanpa dinyana, teman saya menawarkan kue tersebut untuk saya bawa semua karena melihat kue masih bersisa banyak.
Saya yang pada dasarnya baik hati dan pantang menolak pemberian langsung menyambut pemberiannya dengan mengucapkan berkali-kali terima kasih.Â
Setelah dia mengucapkan sama-sama terselip pesan bagi saya untuk tidak lupa membawa kembali wadah tersebut karena itu wadah kesayangan istrinya. Tahu sendiri kan wadah bermerk ware ware-an begitu kan mahal,bisa dilarang pulang ke rumah teman saya kalau hilang.
Sampai di rumah kue langsung saya keluarkan. Tak seperti saya yang tak begitu semangat menyicipi kue keranjang tadi, Ibu mertua saya malah semangat mengunyahnya.Â
Tak dinyana beliau biasa mencoba kue keranjang sebelum-sebelumnya. Ternyata usut punya usut, kakaknya yang kami panggil Wa Eruk  pernah bekerja menjdi asisten rumah tangga selama puluhan tahun di keluarga berkebangsaan Tiongkok.  Dari mulai  Wa Eruk  gadis hingga beranjak tua dan berhenti Karena sudah sering sakit-sakitan.
Menurut Ibu Mertua saya keluarga Tiongkok tersebut sangat dekat bukan hanya dengan Wa Eruk tapi juga dengan semua keluarga.Â
Bahkan saat masih kecil-kecil anak-anak dari majikannya itu sering ikut mengunjungi ibu mertua saya. Mereka sangat menikmati perjalanan naik becak menuju rumah mertua saya.
Dan banyak mata sering memandang aneh pada wa Eruk karena membawa anak-anak Tiongkok yang khas dengan mata sipitnya
Nah,setiap tahun menjelang Imlek, Wa Eruk biasa dijemput untuk ikut merayakan hari besar tersebut di rumah majikannya. Semua anak yang dulu diasuh ingin bertemu dengannya dan berbagi angpao tentunya.
Sayang untuk tahun ini Wa Eruk tak bisa ikut merayakan dengan datang ke Bandung karena sakit beliau sedang terasa dan membuatnya tak memungkinkan untuk pergi. Namun kabarnya, keluarga mantan majikannya lah yang akan mengunjunginya.
Betapa hubungan keluarga Tiongkok dengan Wa Eruk sudah seperti saudara.
Malam sudah meninggi ketika Ibu Mertua saya mengakhiri cerita Wa Eruk dan keluarga Tiongkok. Masih ada beberapa potong kue keranjang. Kata mertua saya biar besok kue keranjang ini dipanaskan saja.
Dan ya tadi pagi saya menemukan kue keranjang panas,namun sedikit lembek tak seperti kemarin . Rupanya kue itu jadi dipanaskan. Namun setelah dicoba,ternyata rasanya jadi lebih enak menurut saya.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H