"Mak basah !"teriak Utin.
Mak Entoh mengeluarkan panci dan ember yang ada untuk menadah air hujan. Namun entah mengapa kali ini tak bisa tertampung. Sepertinya hujan memang terlalu deras.
Ibu dan kelima anak yang usia satu sama lain tidak tak jauh itu mulai kebasahan. Hujan sepertinya makin menggila.Â
Kelima anak itu semula tertawa girang karena kebasahan. Emak Entohkan biasanya melarang mereka untuk bermain hujan-hujanan.
"Emak,itu pintu terbuka!"Udin berteriak melihat pintu yang tadi susah payah ditutup Emak Entoh kembali terbuka.
Hujan semakin brutal memasuki rumah. Angin bertiup tak seperti biasanya. Emak Entoh kembali berusaha menutup pintu rumahnya. Melihat kesulitan yang ditunjukkan emaknya, Utin dan Udin mencoba membantu menutup pintu yang jika malam tiba sudah tak pernah dikunci hanya diselot saja karena telah rusak.
Tepat saat mereka membantu Emak Entoh, tiba-tiba angin sangat kencang menggulung semua dinding bilik di sekitar mereka. Sebelum itu atap yang dari tadi bocor telah terlempar jauh entah kemana. Bukan lagi setetes demi setetes air hujan yang membasahi bumi,tapi hujan sudah masuk semua ke dalam rumah.
Mereka saling berpegangan menahan terpaan angin maha dahsyat yang terlihat berputar itu. Angin itu melumat semua benda di sekitar mereka. Namun tak mengena mereka. Tak lama,hanya beberapa menit. Setelah itu pergi entah kemana dan hujan berhenti secara tiba-tiba tiba. Cuaca kembali terang.
Emak Entoh terperangah. Rumahnya habis terbawa angin puting beliung. Entah dimana panci berisi beras tadi. Emak memeluk ke lima anaknya. Menangisi makan siang dan rumah yang hilang.
****
Mak Entoh tersenyum melihat kelima anaknya lahap menyantap sarapan pagi. Makanan lezat banyak dikirim oleh dermawan. Sementara di depan sana rumah mereka mulai diperbaiki oleh para relawan. Rumah mereka sebentar lagi akan berdiri kokoh dan tak bocor seperti kemarin.