Mohon tunggu...
Irma Tri Handayani
Irma Tri Handayani Mohon Tunggu... Guru - Ibunya Lalaki Langit,Miyuni Kembang, dan Satria Wicaksana

Ibunya Lalaki Langit ,Miyuni Kembang,dan Satria Wicaksana serta Seorang Penulis berdaster

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Bapak Pengantar Anak

27 Desember 2018   11:03 Diperbarui: 27 Desember 2018   11:35 233
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
https://www.google.com/search?q=gambar+ayah+menggendong+anaknya&safe=strict&client=ms-android-hmd-rev2&prmd=ivn&source=lnms&tbm=isch&sa=X&ved=2ahUKEwiPr5_ojr_fAhUDsY8KHcb-Dc4Q_AUoAXoECAwQAQ&biw=360&bih=560&dpr=2#imgrc=0EUfDuU8cSZaUM

"Ayo sayang cepat mandi!" Suruh Hendi pada putrinya.

Agri yang masih bermain boneka segera menghentikan aktifitasnya. Disambutnya tangan sang ayah.

Gadis cilik berusia 7 tahun itu segera masuk kamar mandi setelah menerima handuk dari ayahnya.

Selagi menunggu anaknya mandi,Hendi membereskan kangkung yang baru saja dipanennya. Sepagi mungkin dia memanen kangkung di kebunnya agar sebelum pergi bersama putrinya kangkung-kangkung itu sudah bisa dikirim ke pasar dan beberapa warung sayur langganannya.

"Bapak,aku pakai baju yang mana?"terdengar teriakan Agri dari dalam. Untunglah pekerjaannya sudah selesai,segera dia masuk memburu putrinya.

" Nih baju kaos pink kesukaanmu,bawahannya celana jeans-nya saja ya?" Hendi coba mematut-matut Putrinya. Agri mengangguk.

Setelah berpakaian rapih,  Hendi menyisir rambut panjang Agri. Pelan-pelan diletakkannya sisir itu melewati rambut Agri yang lurus dan tebal. Sesekali dia sedikit menyibak rambut itu. Khawatir jika ada kutu rambut di sana. Anak seusia Agri rawan berkutu. Seperti hukum alam. 

 Meski Hendi rajin mencari kutu dan telurnya namun Rambutnya tetap rajin disinggahi kutu. Mungkin dari kawan-kawanya saat bermain.

Selesai bersisir,Hendi membedakan wajah cantik putrinya. Beberapa menit kemudian,Agri sudah tampak sempurna. 

Berkali-kali Hendi mengucap syukur atas karunia Ilahi atas keturunannya yang cantik ini. Sepertinya garis cantik ini turun dari Ibunya. Jika disandingkan, Agri dan Ibunya memang seperti pinang dibelah dua.

"Sudah siap?" Tanya Hendi sambil tersenyum.

"Siap Pak!" Agri mantap mengganguk.

" Tapi Bapak sambil ngirim kangkung-kangkung dulu seperti biasanya ya Nak?" Hendi meminta persetujuan. Sekali lagi Agri mengangguk.

Hendi mengeluarkan sepedanya. Berikat- ikat kangkung ditalikannya di kursi belakang. Sementara Agri akan duduk di depan. Nanti kalau kangkung-kangkunnya sudah berpindah Agri bisa pindah ke belakang.

Bapak dan anak itu kemudian terlihat melaju di atas sepeda. Menyusuri jalan desa dengan area persawahan di kanan-kiri kiri. Sesekali mengganggukkan kepala dan memperlihatkan senyum pada warga yang menyapa. Setelah itu mereka kembali melaju meninggalkan para penyapa yang masih merupakan tetangga-tetangganya .

Yang tak sempat mereka lihat adalah pandangan haru dari mereka yang disapa. Haru Mungkin melihat pemandangan Bapak dan putrinya berboncengan. Sebuah pemandangan yang terbilang langka.

Agri akhinya duduk di belakang. Semua kangkung sudah berpindah tangan. sepeda masih dikayuh pelan. Sembari bercanda tertawa sepanjang jalan tentunya.

Akhirnya tiba juga mereka di jalan raya. Hendi dan Agri turun dari sepeda.

" Wa,titip sepeda ya!" Sembari memarkirkan sepedanya Hendi meminta ijin pada pemilik warung tempat sepedanya parkir.

" Iya,mau kemana di?" Tanya orang yang dipanggil uwa tadi.

" Biasa wa!" Hanya Itu penjelasan yang keluar dari mulut Hendi. 

Tanpa basa-basi lagi Hendi melangkah bersama putrinya mendekati jalan raya.

Baru saja berdiri bis yang mereka tunggu tiba. Mereka pun segera menaikinya.

" Agri boleh menginap berapa hari Pak?' tanya Agri setelah mereka duduk di kursi bus.

"Terserah kamu betahnya berapa lama, Bapak ga masalah."

" Ah,Agri cuma mau sehari saja,ga mau ninggalin Bapak lama- lama," Agri merajuk seolah tak mau jauh dari Banyaknya.

" Oalah,kayak yang betul saja,paling juga kamu betah di sana!" Hendi menghilangkan Agri.

"Ah,Bapaaak!" Agri mencubit Bapaknya manja.

Tiga jam kemudian merekapun tiba ditujuan. Mereka menjejakkan kaki  di sebuah kota besar. Waktu menunjukkan pukul 12 siang.

" Belum datang Nak,mungkin sebentar lagi," seolah tahu bahwa Agri mencari seseorang.

Tak lama terdengar dering dari gawai Hendi. Hendi mengeluarkanya dari saku celananya. Sebentar kemudian Hendi bercakap-cakap dengan seseorang.

Sepertinya seseorang yang mereka tunggulah yang menelpon. Karena tak lama ada wanita yang mendekati mereka.

"Hai cantik,apa kabar sayang?" Tanya wanita itu sambil memeluk Agri. Agri tersenyum dalam pelukan wanita itu.

" Bapak pulang ya Nak," pamit Hendi setelah Agri melepaskan pelukannya.

"Iya Pak!" Jawab Agri sambil mencium tangan Bapaknya.

Hendi tak menyapa wanita itu. Dia hanyalah tersenyum kikuk. 

Wanita itu mengajak Agri melangkah menuju mobilnya. Sementara Hendipun bersiap menunggu bis yang akan mengantarnya pulang.

Meski khawatir namun Hendi merelakan Agri bertemu dengan wanita yang wajahnya serupa Agri. Waktu liburan Yang telah tiba merupakan saat Ibunya Agri,mantan istrinya untuk bersama Agri.

Tak ada air mata lagi yang haru keluar saat melepas mantan istrinya. Tak seperti saat dia mengejar mantan istrinya sambil menggendong Agri bayi dulu. Betapa dia mengemis untuk menahan istrinya agar tak pergi. Namun wanita itu seperti tak punya hati meski Agri kecil menangis pilu meminta susu.

Mantan istrinya itu memilih pergi dari sisinya karena tak kuat dengan suasana hidup di desa. Dia tak bisa berkutat dengan kubangan tanah dan lumpur sawah. Dia tak kuat dikelilingi kemiskinan.

Syukurlah bis Hendi tlah tiba hingga dia tak usah melepas mobil mewah milik suami baru dari mantan istrinya. Lelaki kaya yang dipilih mantan istrinya sebagai selingkuhannya dulu dan alasan untuk meninggalkanya dan Agri yang masih bayi.

Jika bukan karena Agri yang meminta bertemu dengan ibunya,tak Sudi dia mengantarkan Putri kecilnya. Dua tahun lalu komunikasi bersama mantan istrinya terjalin demi Agri.

Kisah pahit itu disimpannya rapih hingga Agri tetap melihat sosok Ibunya sempurna. Demi putrinya Hendi mengorbankan jiwa dan raga. Ditolaknya perempuan-perempuan cantik yang dipilih kedua orang tuanya untuk menjadi istrinya hanya karena takut kasih untuk Agri terbagi.

Bispun menjauh. Membawa Hendi yang akan merindukan putrinya beberapa hari ke depan.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun