Selama ini kota Bandung yang biasanya dikunjungi oleh para wisatawan Jakarta.  Kemarin, kamis 15 November 2018 giliran kami penduduk Bandunglah yang menjambangi salah satu tempat wisata  yang sudah cukup tua di Jakarta, Ancol.Â
Melalui acara family gathering alias jalan-jalan keluarga bersama TK Mandala Sakti Permata Hijau Rancaekek Kabupaten Bandung., saya menggandeng sekalian si cikal untuk menemani puteri kedua saya yang bersekolah di TK ini.Â
Semestinya bukan dia yang menemani tapi ayahnya, namun karena si bungsu yang berusia 6 bulan mendadak sakit, maka tiket yang terlanjur dibeli ini dilimpahkan padanya. Sedangkan si bungsu akan dijaga oleh ayahnya. Bagi-bagi tugaslah kita.Â
Sengaja memilih hari kamis untuk berwisata dengan alasan menghindari macet dan penumpukkan wisatawan di weekend.Â
Rencana kepergian yang semula akan dilaksanan jam 5 pagi pada akhirnya diundur jam 6 pagi karena masih ada peserta yang telat yaitu saya. Â Hehehe... Ya maklum si bungsu sakit, jadi saya harus berlinangan air mata dulu meninggalkannya. Dilema berat antara menemani anak berwisata demam menemani anak yang sakit.Â
Untunglah meski pergi sedikit molor namun kami tak terjebak kemacetam berarti. 3 jam saja kami lewati. Â Pukul 09.00 WIB kami sudah sampai di Ancol.Â
Segera kami turun menuju tempat kunjungan pertama kami yaitu Ocean Dream Samudra (OSD).Â
Harapan untuk tak terlalu berjubel tak terwujud, ternyata pada hari itu, sekitar 400n bis yang mengangkut anak TK berwisata disini. Maka sepertihalnya kami, di tempat itu banyak orang tua dengan anak-anaknya yang tersebar dimana-mana.Â
Demi masuk ke gedung pertunjukkan film kami mulai antri. Di sini peran orang tua penting dalam mengajarkan kedisiplinan mengantri. Saya beritahukan kedua buah hati untuk tetap dalam barisan dan tidak menyela meskipun harus pegal karena pergerakan barisan yang lama.Â
Ternyata antri tidak hanya menuju gerbangnya saja, di dalam gedung pertunjukkan yang disulap gua hanya bisa dilewati dua barisan saja tidak bisa saling susul menyusul tentunya. Belum lagi struktur jalan masuk yang dibuat berkelok dan menanjak.Â
Disini mereka saya ingatkan  lagi untuk sabar  berusaha melewati rintangan demi mendapatkan apa yang kita inginkan.  Jangan menyerah.
Maka begitu sampai depan pintu studio pemutaran film mereka bersorak girang. Apalagi setelah duduk manis di kursi teater senyum mereka terbuka lebar.Â
Untuk pertunjukkan pertama, kami puas. Selanjutnya kami mencari lagi wahana yang bisa dikunjungi. Tak jauh dari studio 4D,kami menemukan wahana Scorpio Pirates. Â Saya belum mengerti sih ini wahana apa. Namun melihat kerumunan antrian, kamipun kembali ikut mengantri.Â
Pertunjukkan jam 11 siang membuat panasnya matahari mulai menyengat. Berpadu dengan hawa Jakarta yang panas  tak ayal kami kepanasan setta berkeringat.Â
Perlu lebih dari 5 menit untuk menunggu pertunjukkan dimulai. Sambil menunggu tukang asongan makanan silih berganti menawarkan. Mau sosis apa jasuke, mau minunan  polos atau berwarna tinggal panggil dan siapkan uang.Â
Saya yang sudah mewanti-wanti anak-anak untuk tak jajan tak begitu khawatir akan godaan mereka. Sementara beberapa anak merengek minta jajan pada ibunya, kedua buah hati saya konsentrasi menunggu pertunjukkan.Â
Pelajaran kedua yang harus mereka ingat saat berwisata, hindari jajan. Jajan menyebabkan kanker (kantong kering) Â dan jugarawanengganggu kesehatan karena kita tak tau tingkat kebersihannya. Â Bekal yang cukup dari rumah bisa menguatkan perut mereka.Â
Ada kolam di depan mata. Dengan air berwarna hijau keruh. Di tengah ada papan, lalu tak jauh dari kami ada tempat yang seolah-olah kapal mungkin . Dengan beberapa perlengkapan seperti meriam,tiang kapal.Â
Pertunjukkan dimulai dengan munculnya seorang penampil sebagai jagoan sepertinya karena dipilihkan yang berwajah tampan, perawakan bersih berbaju coklat. Dibelakang sudah diputarkan back sound serta percakapan sehingga penampil tinggal menggerakkan bibir seolah bicara.Â
Tak lama muncul penampil Lain sebagai penjahat dengan kostum hitam-hitam. Meski karakter mereka dibuat jahat namun tak jarang saat mereka berinteraksi dengan penonton dengan pura-pura menakuti. Tak ayal penonton yang kebanyakan anak kecil berteriak kaget.Â
Jadi ini serupa film yang divisualkan. Ada efek suara tembakan pistol atau meriam. Ada efek back sound dezag dezig untuk pukulan atau tendangan. Dan efek-efek lain untuk adegan konyol seperti menabrak tiang.Â
Ceritanya simpel sih perebutannkeris antara penjahat dan jagoan. Tapi penampilan apik mereka membuat kami yang menonton ikut merasakan pertempuran.
Sesekali penampil yang menggunakan motor air lewat memperlihatkan atraksinya. Dari mulai mengendarai motor dengan kecepatan tinggi,motornya melompat melewati api, hingga motor air terbalik. Kami cukup terpukau. Penampilan mereka benar-benar hidup. Kami kembali puas dengan pertunjukkan kedua ini.Â
Begitu kami dapat giliran untuk masuk ke pertunjukkan lumba-lumba barulah saya paham mengapa perlu wakti lama. Tak lain dan tak bukan untuk mengatur sekian ratus orang yang masuk memang sulit. Salah atur bisa berdesakan.Â
Ada yang tak mau bergerak mencari tempat duduk hingga menghalangi yang lain. Ada yang hanya menumpul dinsatubtempat. Maka pembawa acara harus bisa membantu pengaturan penonton.Â
Suasana terasa lebih panas setelah penonton memenuhi kelas. Bagi yang membawa anak dibawah dua tahun, sebenarnya kasihan sekali dibawa ke tempat ini. Tiba-tiba saya bersyukur tak membawa si bungsu yang masih berusia 6 bulan.Â
Pertunjukkan lumba-lumba ini memang layak ditunggu. Kolaborasi dari para pelatih dengan lumba-lumba sungguh menarik untuk dinikmati. Dua ekor lumba-lumba. Jason untuk lumba-lumba jantan dan Jesica untuk lumba-lumba brtina, berdua mereka melaksanakan nyaris semua permintaan pelatihnya. Dari mulai berjumpalitan, bermain bola, menajwab perkalian dan beberapa atraksi lain.
 Gimiks yang dimainkan pelatih semakin memukau ketika kedua lumba-lumba itu tak mematuhi permintaan mereka untuk mencium penonton yang maju. Dengan cueknya Jason malah mengibaskan ekor di air sehingga penonton yang sudah maju untuk diberi ciuman malah kebasahan. Penontonpun tertawa terpingkal-pingkal.
Sekali lagi kami puas untuk pertunjukkan ini. Karena waktu makan sudah datang kamipun keluar dari arena OSD dan bersiap menuju atlantis sebagai destinasi kedua.Â
Untuk di tempat kedua ini keistimewaannya tak banyak hanya kolam saja yamg dibuat berbeda-beda. Ada kolam biasa, ada kolam dengan ember tumpah dan ada kolam berombak dengan jadwal tertentu. Namun buat anak-anak air adalah surga. Mereka riang bermain kesana kemari di dalam air. Tak merasa dingin meski hingga berjam-jam. Kalau tak diingatkan mungkin bisa sampai malam. Â Hingga jam 5 sore barulah kami benar-benar selesai dari kolam dan keluar.Â
Usai semua. Kami bersiap pulang. Tadinya ingin singgah sebentar ke pantai ancol untuk sekedar berfoto ria, sayang hujan besar turun saat kami hendak turun, kamipun urung turun di pantai ancol.Â
Ya sudahlah kamipun meneruskan perjalanan pulang. Karena waktunya tepat dengan jam pulang kerja, kamipun terjebak kemacetam ibu kota. Namun kejenuhan macet ini cukup terobati dengan menikmati pemandangan apartemen-apartemen yang berjajar tinggi menjulang. Sempat juga melihat lintasan bus way trans Jakarta yang sering terlihat di layar kaca.Â
Lepas dari kemacetan dan masuk tol Cikampek, para peserta sudah mulai tidur karena kelelahan. Begitupun kedua buah hati saya. Sementara saya masih takjub dengan pemandangan Jakarta tadi.Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H