Setelah itu aku bercerita bagaimana tepatnya semua luka kudapat. Ya, aku memang tomboy . Kurang feminim sebagai perempuan.
Catatan lukaku banyak. Pasti terlihatnya tak sedap karena bekas luka-luka itu menghiasi kulit hitamku. Aku meragu apa iya kamu mau.
Tapi cinta kan tak sebatas luka. Toh katamu banyak hal lain yang kamu suka dariku. Â Meski sudah banyak bekas luka dan tak manis untuk dilihat kamu tetap berjalan riang bersamaku melewati hari-hari.
Hitungan hari, bulan, dan tahun sudah terlewat. Kamu tak mempermasalahkan bekas lukaku. Namun kamu kadang iseng menjadikan bahan untuk menggoda saat kita bercanda. Aku mengartikannya sebagai Cinta
Ya, Tuhan memang menakdirkan kita berbeda. Â Sebagai lelaki kulitmu lebih putih bersih dari aku. Nyaris tak ada bekas luka disekitar tubuhmu.
Ayah dan Ibumu menjaga betul dirimu. Keluarga hangat milikmu berhasil membesarkanmu dalam kasih sayang.
Tak seperti aku, Ibuku entah dimana, Ayahku tak jelas rimba. Aku besar di buaian Nenek tua yang untuk berjalan saja sulit. Mana bisa dia mengejarku yang tak bisa diam. Jadi itulah sebabnya kamu memahami penyebab semua luka ini.
Memang tak elok bekas luka itu menempel di kulit hitamku. aku,mandi berkali-kali tetap dicurigai belum menyentuh air. Sementara kamu, Â tak mandi seharipun orang tak tahu saking bersihnya kulitmu.
Pada akhirnya memang kamu menunjukkan kesungguhan cintamu hingga di hari ini. Hari dimana ada luka lagi di tubuhku.
Bukan luka terjatuh dari sepeda, bukan luka terkena knalpot, bukan juga karena teriris pisau seperti dulu.
Luka kali ini lebih dahsyat. Rasanya pedih. Terjadi penurunan kesadaran beberapa jam sebelum dan sesudah luka menganga.