Masih tergambar dalam memori saya saat dengan keras membaca bersama-sama kalimat
Ini Budi
Ini Bapak Budi
Ini Ibu Budi
Beberapa diantara kalian yang seumuran saya, pasti sama. Kita belajar membaca di bangku Sekolah Dasar kelas 1.
Guru SD kita berjuang keras tentunya membantu kita agar bisa membaca dan menulis. Jadi ingin memeluk guru SD saya nih.
Zaman dulu sekolah Taman Kanak-kanak atau TK belum jadi pilihan. Hanya anak-anak dari orang tua yang berkantung lebih yang memasukkan anaknya ke TK. Namun toh masuk atau tidak ke TK dulu tak jadi masalah di masa lalu karena memang tugas guru SDlah mengajarkan membaca dan menulis.
Saya masih berpikir kinipun sama. Meski memang saya memasukkan buah hati ke TK, semata hanyalah mengajarkan dia bersosialisasi serta bermain.Â
Taman kanak-kanak, yang kurang lebih taman memiliki makna teman bermain anak bukan belajar.
Tak pernah berpikir kalau anak saya akan belajar membaca dan menulis. Â Sampai suatu ketika anak saya membawa PR ke rumah.
Ah saya pikir paling PRnya menempel atau mewarnai. Ternyata setelah saya buka, PRnya adalah menulis abjad sehalaman penuh. Kagetlah saya. Loh kok anak TK sudah diberi PR menulis. Jangan-jangan dia sudah diberi PR membaca juga? Pikir saya.
Esoknya saya pergi menemui gurunya di sekolah untuk mengkonfirmasi. Bukannya saya yang kaget akan pemberian PR menulis, malah Bu gurunya yang tak percaya saya protes anak diberi tugas menulis.
"Loh, kan Bu, tahun depan anaknya akan masuk SD, tentu anak ibu harus kami bekali dengan kemampuan membaca dan menulis! "begitu kata bu gurunya sambil tersenyum.
"Oalah, ya enggak usah lah Bu, biar nanti SD saja dia belajar membaca dan menulis, saya ingin anak saya hanya bermain saja di TK, jikapun Ibu ingin mengajarinya mengenal hurup, tak usah diajarkan menulis karena belum saatnya! "ujar saya perlahan takut menyinggung Ibu guru.
"Wah, baru kali ini ada orang tua yang protes anaknya diajarkan membaca bu, orang tua yang lain malah membebani kami untuk mengajarkan anaknya membaca dan menulis, karena mereka malu jika anaknya belum bisa membaca dan menulis saat SD !"Bu guru menjelaskan dengan gamblang.
Malu? Loh kok bisa? Bukankah kewajiban guru SD nanti mengajarkan anak membaca dan menulis? Saya jadi bertanya-tanya dalam hati. Ya kalau memang seperti itu memang Bu guru TK ini merasa punya kewajiban untuk mengajarkan membaca.
" Malah ada satu kasus,anaknya tidak diterima di SD karena tidak bisa membaca. Gurunya malah sampai bertanya itu TKnya dimana, nah kan jadi masalah juga buat kami."
Wah, yang ini malah kebangetan menurut saya.
Setelah mendapatkan penjelasan, sayapun berpesan pada bu guru untuk tidak mengajarkan anak saya membaca (karena sebelum atau sesudah jam sekolah ada waktu khusus belajar membaca) dan saya juga meminta maaf kalau saya tidak akan meminta anak saya mengerjakan PR menulis, kecuali dia yang memang ingin.
Sayapun coba mengintip kurikulum anak kelas 1 SD, apakah memang tidak ada perintah belajar membaca di SD?
Hasil intipan saya sebagai orang awam adalah seperti di foto ini.Â
![Kurikulum SD| Dokumentasi pribadi](https://assets.kompasiana.com/items/album/2018/10/02/img-20181002-171702-jpg-5bb366f16ddcae3e2821a732.jpg?t=o&v=770)
Begitupun hasil intipan saya di kurikulum TK. Saya hanya menemukan perintah menebalkan garis. Â Tidak ada belajar membaca.
![Kurikulum TK. Dokumen pribadi](https://assets.kompasiana.com/items/album/2018/10/02/img-20181002-171734-jpg-5bb3673943322f128709f5b2.jpg?t=o&v=770)
Mengapa guru TK jadi harus bersusah payah mengajarkan membaca dan menulis? Â Apakah guru SD jadi ogah mengambil peran itu?
Biarkan anak-anak kita hanya fokus bermain di TK. Jangan bebani dengan menulis dan membaca, belum saatnyalah. Biarkan mereka ceria bernyanyi dan tertawa.
Sekolah Taman kanak-kanak paling indah..Â
Sekolah taman kanak - paling oke..Â
Ada ayunan.. Jungkit-jungkitan..perosotan..Â
Lari-larian..
Kejar - kejaran
Ada yang menangis ada yang tertawa...Â
Sebuah lagu ceria tiba- tiba terdengar dari belakang, keluar dari mulut mungil Miyuni Kembang, anak TK Â saya.