Mohon tunggu...
Irma Tri Handayani
Irma Tri Handayani Mohon Tunggu... Guru - Ibunya Lalaki Langit,Miyuni Kembang, dan Satria Wicaksana

Ibunya Lalaki Langit ,Miyuni Kembang,dan Satria Wicaksana serta Seorang Penulis berdaster

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

[Best Moment 2016) Konser Cinta Penebus Dosa

19 Januari 2017   08:02 Diperbarui: 19 Januari 2017   08:11 321
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

[caption caption="Menikmati Kembang api di atas genteng. Dokumen Pribadi"][/caption]

 

Sebulan marahan sama suami gara-gara istrinya ini sibuk mengurus agenda reuni dan aktif jadi admin grup medsos alumni teman sekampus.

Awalnya iseng-iseng berhadiah daripada ngupil tak ada hasil, coba berbagi kata pada kawan lama. Sekali dua kali ketagihan juga.

Setiap lihat hp nganggur maka tangan ini segera meraihnya dan jari jempol lincah menari bertanya kabar atau berbagi cerita tentang masa lalu dan masa kini. Berharap ada berita pembagian sembako atau raskin dari teman sejawat.

Pekerjaan banyak yang tak rampung. Cucian baju segunung, tumpukkan piring sekampung, jangan tanya penampakkan rumah karena mirip kapal apung.

Jadilah kakanda merasa didzalimi. Tiap hari istrinya lupa masak jadi dia makan mi. Kalau malam suka hahahihi sendiri didepan hp, sementara hanya tembok yang bisa menemani suami.

Cerita dari suami tak pernah lagi di dengar, topik dari sahabat medsos lebih tenar.

Keluh kesah suami tentang pekerjaan hanya bisa kutanggapi dengan kalimat o, ya? Masa? Hmm.. ,Oh Gitu..

Padahal biasanya kalau dia curhat masalah kantor maka aku tak pernah teledor. Telinga kanan dan kiri sengaja kubuat bocor agar nasihat yang menenangkan jiwa segera ngocor.

Belum lagi urusan dana pulsa yang membengkak. Baru isi kuota sehari sudah cekak. Maklum ada hobi baru yaitu mengambil foto selfie untuk dibagi.

"Lagi masak! "
CEKREK!
Gambar panci di kepala dan wajan di dadapun di upload.

"Lagi melantai!"
CEKREK!
Gambar kaki berkurap yang sedang berselancar di lantai di upload.

"Lagi mengasuh anak! "
CEKREK !
Gambar buah hatiku yang sedang asyik mengejar kecoakpun kuupload.

Suamipun rusuh. Setiap lewat dan melihatku berhp diapun menyindir nyinyir. Mulutnya begitu bulat sempurna dalam kemonyonganya.

Namun sayang aku tak mampu menangkap pesannya. Semua pertanda darinya tak kuanggap sebagai keganjilan malah kubuat hiburan semata.

Omelan berkecepatan 100 Km/jam yang dia keluarkan sebagai aksi protes hanya numpang lewat dan tak mampu kusimpan dalam dada.

Sebelum semuanya terlambat, syukurlah aku keburu tobat. Melihat suami kurus kurang gizi, kucel dan kumal. Akhirnya aku sadar sudah jauh kesasar.

Suamiku kemudian jadi sering diam. Semua pertanyaanku hanya dijawab gelengan dan anggukkan . Setiap di rumah mukanya terlihat tak bergairah.

Lalu mulai kurasa ada yang kurang darinya, dia yang biasa membully. dia yang biasa berteriak pada keteledoranku, dia yang biasa menertawakan kepikunanku, kini sudah berubah. Dia sudah mulai menjauh. Hilang tanpa pesan. Pulang kemalaman, dan tidur duluan.

Air matakupun berkejaran dengan air ingus saat menerima kenyataan ini.

Panik akan keadaan yang mulai horor, akupun segera mengusap muka lalu mencubit tangan sekeras mungkin untuk meyakinkan diri bahwa ini bukan mimpi buruk. Ini asli suasana genting sedang mengintai bahtera rumah tangga.

Kuciumi kaosnya yang bau asem saat dia tak ada di rumah. Kupandangi kolor merahnya yang biasa dia pakai saat santai di hari minggu. Kusemprot minyak wangi murahan dapat hasil ngutang yang biasa menusuk hidungku.

Di akhir desember menjelang pergantian tahun saat kucari-cari keberadaanya, ternyata dia sedang nongkrong di atas genteng. Meski risih tetap kutemani dia.

Awalnya dia menepiskan tangan saat ku pegang. Selanjutnya dia menutup kuping saat aku mengajukan prolog untuk menjelaskan apa yang kurasa kini dan rasa sesal yang kuakui.

Beberapa kali dia malah turun naik genteng karena tak mau kutemani.

Sementara aku terus membuntuti meski kaki pegal dam tangan kesemutan menarik-narik tangannya yang dilipat di dada dengan kuat.

Kuputuskan untuk mengambil gitar kesayanganya.
Kunyanyikan lagu " tak bisa jauh" nya slank dengan nada seadanya namun gaya diada ada.

Sengaja menggunakan baju baru yang dibeli di pasar minggu. Rambutpun dipaksa lurus menggunakan setrika baju ( jangan tanya caranya karena perlu keahlian khusus).

Bibir merah merona menggunakan lipstik hasil pinjaman. Bulu ketek yang biasanya ngintip dengan tidak sopan sudah di babat habis hingga selicin landasan pesawat.

Untunglah hatinya luluh. Kamipun lalu konser berdua bersahut-sahutan bernyanyi lagu cinta, seperti dulu saat remaja, sambil saling bersender hingga kembang api mulai menghiasi langit malam.

Suara kami hilang ditelan  Bledak- Bleduk dan  Jedar -Jeder kembang api dari sana-sini

Berakhirlah tahun 2016..bersama berakhirnya marahan kami..

Akan kucatat ini sebagai kenangan yang terbaikku.. Menghabiskan malam tahun baru bersama suami di atas genteng.

Semoga tahun depan aku tak lagi terjerembab dalam dunia medsos dan lebih bijak dalam mengatur waktu.

Sayang, saat ku periksa Hp untuk terakhir kali terbaca sebuah grup baru bertitel "Alumni SMA Namblazz Menjelang Reuni ke 20" dan saat kubuka ada kalimat  anda menjadi anggota grup.

Segera hp kusembunyikan dibalik saku.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun