[caption caption="Suasana temaram museum geologi. Dokumen pribadi"][/caption]
Yang terpikir saat tahu ada nangkring kompasiana di Bandung adalah hanya ingin segera mendaftarkan diri. Tanpa meneneliti apa materi yang mau akan dibahas pada nangkring kali ini. Yang penting bisa berpartisipasi pada sebuah event yang sangat ditunggu -tunggu kehadirannya. Begitu sudah mendapat konfirmasi dari kompasiana bahwasanya saya sudah tercatat sebagai peserta nagkring maka urusanpun dianggap selesai.
Baru ngeh judul nangkringnya tambang untuk kehidupan itu pada H-1 ketika bertanya pada rekan sejawat ofie, kompasianer asal purwakarta tentang keikut sertaannya pada acara ini. Itupun belum menumbuhkan efek dahsyat. Karena judulnya belum dicerna otak.
Ketika memasuki pelataran museum geologi Bandung, barulah pikiran saya bekerja. Museum megah yang sering saya lewati, namun belum pernah saya kunjungi ini memang berkaitan erat dengan masalah kebumian dimana tambang tentu saja masuk di dalamnya.
Nyaris saya memilih balik kanan dan kembali pulang. Ada kekhawatiran materi tentang tambang terlalu berat buat saya. Tanya bahasan tambang terlalu di awang-awang. Cuma orang selevel profesor mungkin yang bisa menguliknya. Sayangnya saat itu saya beriringan dengan ofie kompasianer purwakarta tadi. Rasanya hina sekali kalau tuan rumah tak berani masuk ke kandang milik sendiri. Akhirnya meski tahu dan gelisah sayapun memantapkan hati untuk berada di sana.
Tiba-tiba saya merasa pusing membaca kalimat " tambang untuk kehidupan" untunglah ada sajian snack ringan dan secangkir kopi hangat yang mampu mengurangi kepanikan ini.
Setelah pikiran melumer, sayapun siap menghadapi materi yang akan disampaikan. Tampilan film pendek tentang sejarah berdirinya museum geologi ini beserta kisah haru biru parah pahlawan yang sudah merintisnya dari jaman belanda masih menjajah hingga kemerdekaan membuat saya tercekat dan sempat menitikkan air mata. Sayapun mulai larut dalam suasana museum.
Setelah dibuka oleh Mc cantik mba Puti, lalu percakapanpun di komando oleh mas Nurul. Tiga nara sumber sudah siap berbagi di muka.
Kalau berbicara tentang geologi, maka kita akan membahas migas, geotermal, masalah bencana, konservasi lingkungan dan terakhir pertambangan. Itulah yang disampaikan oleh Ir. Sukmandaru, M.Sc, ketua Ikatan Ahli Geologi Indonesia di awal pembicaraan. Hmm.. Makanya membahas tambangnya di museum geologi biar nyambung begitu pikiran dangkal saya. Standar banget ya? hehehehe...
Yang perlu diketahui dari masalah tambang lanjut pak Sukmandaru adalah bahan tambang sebagai kebutuhan manusia, dan keterdapatannya di bumi.
Baiklah.. Sayapun mulai penasaran dan kembali imennjelasan tambang ini. Jari -jari bumi berjarak 3600 Km. Namun keberadaan barang tambang di kulit bumi sekitar 20 Km sampai 60 Km.
Kulit yang terdapat kerak bumi terbentuk seperti lempengan yang antar batasnya akan bergerak menunjang. Karena gerakan itulah maka kemudian terjadi sesuatu yang akan mengendap.
Proses pembentukan tambang berawal dari unsur yang bergabung menjadi senyawa kemudian berpadu dalam batuan. Batuan yang mengandung bahan tambang disebut bijih. Mineral bijih akan memiliki nilai komersial.
Dimana kita dapat menemukan bahan tambang? ternyata sepanjang jalur gunung api alias "Ring of fire "disanalah barang tambang akan ditemukan. Dan negara tercinta kita Indonesia Raya ini masuk jalur itu. Pulau -pulau yang terlewati antara lain sumatera, jawa, NTT, Ambon, Sulawesi, kalimantan, Ambon, dan Papua.
Ya kita tahu bahwa negara kita ini rawan sekali dengan bencana alam semisal gempa bumi atau gunung meletus ternyata bencana yang terjadi akibat proses pergerakan lempengan tanah dimana pada akhirnya akan ada barang tambang yang dihasilkan.
Seakan menjawab kepenasarn saya tentang jenis bahan tambang, Pak sukmanpun menyebutkan beberapa mineral logam seperti emas (Au) , perak (Ag), tembaga (Cu), seng (Zn), Mangan (Mn), nikel (Ni), besi (Fe), dan banyak lagi.
Untuk mendapatkannya tentulah harus ada proses pengambilannya atau eksplorasi. Biasanya diawali dengan pengambilan sampel untuk dianalisis berapa kadarnya.
Hasil tambang Indonesia antara lain emas sebanyak 7.311 ton, perak sejumlah 19.448 ton dan tembaga di kisaran 64.832.000 ton.
Penemuan tambang pada tahun 1969 sampai 2010 meningkat. Namun setelah tahun 2010 angkanya menurun. Hal ini diakibatkan oleh tidak adanya daerah eksplorasi baru, jatuhnya harga komoditas, dan ketidakpastian legalitas untuk bisa berinvestasi.
Solusi yang dipaparkan adalah moratorium IUP harus dicabut supaya daerah eksplorasi meluas sehingga banyak penemuan baru. Kemudian Pak Sukman pun menyoroti efisiensi perijinan kebijakan fixal serta relaksasi aturan dan tentu saja promosi gencar.
Meski berat untuk di cerna namun penyampaian Pak Sukmandaru memberikan pengetahuan baru untuk saya. Ternyata untuk mendapatkan perhiasan emas yang biasa dipamerkan Ibu-ibu saat arisan perlu proses panjang dan tak semudah membalikkan kedua belah tangan.
Selesai Pak Sukman berbicara,DR. Aryo prawoto Wibowo, ketua Riset Unggulan Minerba ITB sebagai pembicara lainpun ikut angkat bicara.
Serasa ingat film plinstone ketika Pak Aryo membagi zaman pertambangan menjadi stone age(s.d 4000 sebelum masehi), Bronze age (4000-1500 sebelum masehi ), Iron age (1500 sebelum masehi -1780 masehi), steel age (1780-1945) dan nuclear age (sejak tahun 1945).
Manusia tak pernah bisa jauh dari mineral. Nyaris semua aspek kehidupan perlu mineral atau bahan tambang. Untuk mendapatkannya sebuah proses panjang di awali oleh survei kemudian pemetaan sampai eksplorasi. Yang tak lepas dari kegiatan pertambangan ini adalah rusaknya lingkungan tempat tambang tersebut di eksplorasi.
Hal itu memang tak bisa dihindari. Namun tentu saja ada keharusan setiap perusahaan pelaku penambangan untuk mengembalikan kembali lingkungan yang sudah dirusak hingga kemudian kelak bisa berfungsi kembali seperti semula.
Saya termasuk yang suka mencibir melihat kerusakan alam yang terjadi karena kegiatan pertambangan. Namun setelah tahu bahwa ada standar operasi pengembalian fungsi kembali (dan semoga ditaati oleh semua pelaku tambang) sepertinya pandangan negatif saya tentang pertambangan berkurang.
Kegiatan pertambangan yang cetar membahana kalau kata Syahrini di nusantara ini adalah PT. Freeport Indonesia atau PTFI tentunya. Orang awam seperti saya hanya tahu bahwa perusahaan yang satu ini sudah mengeruk kekayaan negara kita dan memberikan sedikit saja keuntungan untuk negara kita.
Adalah Kerry Yarangga, Manager Community Health Development PT. Freeport Indonesia yang hadir untuk meluruskan persepsi yang memang saya yakin bukan cuma saya yang punya.
Tahukah anda Dari 32.000 karryawannya ternyata 98% warga Indonesia? betapa jalan panjang telah dilewati oleh freeport dari mulai menemukan sumber tambang di puncak gunung tahun1936, lalu membangun transportasi dan fasilitas untuk mengangkutnya.
Kini akhirya freeport laksana gula yang didekati oleh para penduduk sekitar sebagai semutnya. Dibangunnya sekolah untuk pengembangan SDM di Indonesia Timur menjadi bukti kepedulian freeport untuk penduduk setempat. Begitu pula untuk melayani kesehatan freeportpun membangun rumah sakit.
Untuk urusan pemasukan bagi negara, ternyata freeport telah menyumbang 0,8% terhadap PDB (produk domestik bruto). Yang mencengangkan freeportpun menyumbang 91% terhadap PRDB Mimika . Dan untuk urusan pajak siapa sangka freeport menyabet angka 1,7% dari total APBN Indonesia.
Bagaimana dengan urusan lingkungannya? Freeport mengelola batuan penutup dan air asam tambang. Freeportpun melakukan reklamasi tailing agar dimanfaatkan kembali sebagai bahan konstruksi yang berkarakteristik kuat, murah, dan ramah lingkungan untuk pembangunan infrastruktur daerah, serta proyek pembangunan di Timika dan wilayah kerja PTFI. Tak ketinggalan PTFI pun melakukan. pengelolaan limbah merkuri dan sianida yang tidak digunakan.
Pemaparan dari Kerry membuka mata saya tentang proses penuh dari penambangan sebuah perusahaan besar. Dan kontribusinya untuk pembangunan nasional.Â
Selama ini saya hanya tahu menggunakan tanpa perduli dari mana bahan tambang berasal. Sudah saatnya kita melek bahan tambang, bahwa jalan panjang sudah dilewati untuk menghasilkan barang tambang yang kemudian saya gunakan sebagai peralatan elektronik yang saya beli kreditan, atau alat masak yang saya dapatkan dari arisan. Bahkan motor cicilanpun perlu minyak bumi sebagai bahan bakar yang notabene juga dihasilkan dari proses penambangan.Â
Dengan melek bahan tambang semoga kita bijak dalam menggunakan karena jika barang tambang habis maka habis pula kehidupan kita. Biarkan tambang tetap ada sebagai tembang kehidupan.Â
Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H