Mohon tunggu...
Irma Tri Handayani
Irma Tri Handayani Mohon Tunggu... Guru - Ibunya Lalaki Langit,Miyuni Kembang, dan Satria Wicaksana

Ibunya Lalaki Langit ,Miyuni Kembang,dan Satria Wicaksana serta Seorang Penulis berdaster

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Kisah dalam Putaran Roda Sepeda

25 Maret 2016   22:25 Diperbarui: 25 Maret 2016   22:44 161
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Kegilaan bersepeda makin membara setelah anak ke dua saya Miyuni Kembang lahir. Meski harus sambil menggendongnya saat berbelanja ke pasar atau hanya sekedar membeli garam di warung yang tak sampai 50 meter jaraknya. Tak pernah terlintas kerepotan  saat harus menggoes sepeda itu, meski selain menggendong Miyuni seringkali di belakang Langit ikut duduk manis di boncengan.

Sebenarnya sepeda itu sudah pantas dikatakan butut. Selain  karena warna bodynya  sudah memudar, bannya pun sering kempes bergantian dan kalau lagi apes kadang dua-duanya kempes bersamaan. Penyakit terakhirnya adalah remnya tidak berfungsi karena lepas dan entah disimpan di mana oleh empunya. Jadi untuk yang satu ini perlu keahlian khusus bermodalkan sandal jepit butut untuk digusur saat akan mengurangi kecepatan.

Suatu hari saya mengantarkan Langit ke sekolah dengan menggunakan sepeda itu. 100 meter pertama saya dan Langit masih tertawa-tawa dan bernyanyi-nyanyi riang agar perjalanan tak terasa. Dua ratus meter kemudian barulah terasa beratnya karena medan jalan menanjak. Sedang khusuk-khusuk nya menggoes, lewatlah mobil jemputan tempat anak saya bersekolah. Entah karena kasihan melihat pergerakan sepeda yang terseok-seok, supir mobil jemputan itu menghentikan mobil tepat di depan saya lalu menawarkan tumpangan buat anak saya.

Yang membuat saya terharu, anak saya tetap tak bergeming dan memilih terus bersepeda bersama ibunya. Sama sekali tak terlihat malu walau teman-temannya  menahan senyum melihat kami. Maka bagai mendapat suntikkan semangat saya kembali menggoes dan menggoes sepeda itu hingga akhirnya tiba di gerbang sekolah. Diantara peluh bercucuran dan bau ketek yang tak karuan saya berhasil menghantarkan anak saya hingga kelas.

Sepertinya keinginan saya untuk memiliki sepeda kembali menggelora. Di saat badan saya sudah tak bisa di kategorikan langsing lagi tentu saja bersepeda dapat mengurangi gelambir lemak yang sudah tak malu-malu lagi menampakkan diri. Meski kini gempuran sepeda motor di sana-sini saya akan memilih bersepeda yang sudah jelas ramah lingkungan dan tak perlu ada dana harian untuk mengisi bensin.

Yang tak lengkap dari pengakuan saya sebagai seorang pesepeda adalah hingga detik ini saya belum juga memiliki sepeda sendiri. Diantara sekian daftar belanja bulanan rumah tangga belum pernah ada dana cukup untuk membeli sepeda.Semoga pengakuan saya ini segera di dukung oleh hadirnya sebuah sepeda wimcyclesebagai hadiah dari tulisan ini…semoga.

 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun