“.. jadi jangan percaya sama orang.. kan bisa aja dalam hati kecil bapak ibu nggak bisa pilih saya, .. ya kan.. dibohongin pake surat al Maidah 51 macem-macem itu.. Itu hak bapak ibu.. ya.. Jadi kalau bapak ibu.. perasaan.. ga bisa pilih nih, karena saya takut masuk neraka, dibodohin gitu ya,. gapapa..” begitulah ucapan Ahok dalam sebuah kunjungan kerjanya di Kepulauan Seribu akhir bulan September lalu.
Tak menunggu waktu lama, ucapan Ahok itu sudah muncul di media sosial dan langsung menyebar kemana-kemana, dan sontak membangkitkan kegusaran dan kemarahan umat Islam. Umat Islam menganggap ucapan Ahok itu tidak pada tempatnya, menyinggung dan menyakiti hati umat Islam. Tidak hanya umat Islam di Jakarta saja, namun telah menyebar secara nasional dan internasional.
Menanggapi hal tersebut, Ahok segera melakukan klarifikasi, dan berikut penjelasannya:
“‘Kalimat dibohongin pake surat Al Maidah’ dengan kalimat ‘dibohongin [oleh] surat al-Maidah’ memiliki dua arti yang sangat berbeda. “Yang pertama, (maknanya) Alquran adalah obyek yang dipakai untuk tindakan kebohongan, sedangkan kalimat yang kedua Alquran adalah subyek, artinya Alquran yang berbohong,” jelas Ahok.
Di Balai Kota DKI Jakarta, Rabu 28 September, Ahok juga mengatakan bahwa “Semua orang boleh mengutip kitab suci. Kitab suci terbuka untuk umum.”.
Berkaitan dengan dugaan penistaan dan penjelasan Ahok itu, berikut pendapat saya:
- ‘dibohongin pake surat Al Maidah’
- ‘dibohongin [oleh] surat al-Maidah’
Dalam (setiap) kata “pake” yang digunakan, pasti menyiratkan adanya sebuah fungsi dari sesuatu (yang bisa dipakai), sehingga kalimat ‘dibohongin pake surat Al Maidah’ tersebut jelas mengindikasikan sebuah penghinaan terhadap surat Al Maidah. Tidak ada keraguan di dalamnya. Mengapa begitu?
Berikut contoh sederhananya:
- Diiris pake pisau
- Dibohongi pakai Al Maidah 51