Jika rasa Cinta gugur di tengah perang apa pedulimu?
Bukannya kau yang sejak dulu selalu memalingkan muka darinya?
bahkan kau hampir sudi menukarnya dengan kepalsuan dan kehampaan
namun ia akhirnya bangkit dari kematian memelukmu dari belakang dan berkata "aku memaafkanmu"
sehingga akhirnya kau berkata..... memang tanpa kejutan.
Bagian ketiga - Terlahir Sebagai Pecundang
Aku terwujud dari apa yang terlihat dalam tatapan pelecehanmu
aku tumbuh seiring wewangian yang melindas mati kata hatiku untukmu
Dan kumerangkak dalam evolusi ungkapan hati yang terus tumbuh memudar
setia menunggu di dalam mulut-mulut penolakan yang setiap saat bisa saja mengunyahku pelan-pelan
kau harus tahu... aku pecundang terlahir dari pengabaianmu.
Andainya aku bisa memoles perasaanmu menjadi sedemikian rupa sesukaku
mendandani isi hatimu dengan seluruh apa yang tertampung dalam perasaanku
namun pasti segalanya akan luntur oleh penyakit bernama kesombonganmu
Kau berkata "Hapuskanlah ketidakpantasanmu daripadaku"
"Karena kau terlahir sebagai pecundang" sungguh sakit ucapanmu itu.
Lalu nyanyian sumbang terus bergema dari dalam penolakanmu
dengan frequensi yang memekakan telinga suara itu terus terapung-apung melewati pikiran
menyusup masuk ke dalam aliran darah dan mengacaukan pesta disana
namun selayaknya sebait larik tak berucap ia tidak dapat menemukan arti
"Biarlah aku memang terlahir sebagai pecundang" Keluhnya kesal kemudian berlalu pergi.
Kemudian kataku pada diriku sendiri "bukannya kau sendiri tahu bahwa setiap pemenang selalu bersiap untuk kalah"
"dan mimpi bagi setiap pecundang adalah menjadi pemenang diantara yang kalah?"
"engkau yang ditimang-timang oleh perasaan itu pasti memahaminya betul, ya kan?"
"sadar sejak dari awal permulaan ketika kita dibuai ibunda dalam kandungan bahwa..."
"Setiap yang terlahir sebagai pecundang harus setia menemani takdirnya yang buta, bisu, tuli dan tak bisa meraba."
Jika diandaikan perasaan setiap pecundang itu bagai mentari yang remuk redam
selalu ditinggalkan jejak yang dibuatnya sendiri semakin jauh dan jauh
Selalu kalah berperang meski dengan imajinasi yang bisa dirangkai sesuka hati oleh dirinya sendiri
mesti begitu sekali-kali kami ingin memenangi satu laga saja meski dengan bayangan kami sendiri
itulah mimpi dari setiap insan yang terlahir sebagai pecundang contohnya aku.
Bagian keempat - Kasih Itu Apa?
Kukecap sedikit rasa masam di tangkai bibirmu, layaknya yang terkecup di pinggir taman yang sedang bermagutan mesra
sekarang tahun-tahun baru telah diinkarnasikan dan aku hanya menggenggam satu tangkai, tangkai dari taman yang mencumbumu mesra
semuanya punah...punah seperti halnya ketika ijab kabulmu mengiris nafasku perlahan-lahan dan aku tahu itu sakit dan nyata
aku bangkit dari tempat itu, jasadku berjalan namun rohku masih disalibkan di tempat tersebut dan aku bertanya
"Tuhan...Tuhan...tahukah engkau kasih itu apa?"
Tapi bibir Tuhan sepertinya tersegel rapat ia tak pernah memfirmankan apa-apa lagi dan sebagian malaikatnya bertanya-tanya
Dan kerangka raja Daud menyenandungkan puja-puji berlaksa-laksa lamanya tanpa putus tuk merayu hati sang maha pemberi
agar ia mau sedikit melongok ke arah kaumnya, lalu kata Gabriel "ketahuilah meskipun Ia terlihat berpaling, Ia tetap maha melihat dan mendengar"
lalu kabar itu sampai juga padaku yang sedang merobek doa-doaku dan meremas-remas permohonanku pada Dia yang tak kunjung menjawab
Jawab Tuhan melaluiNya "Aku tahu kasih itu apa"
Lalu aku berjalan di kota berperasaan mati, tiba-tiba kota itu meludahiku dan menganggap aku lancang telah menodainya
karena aku tak melepaskan kasutku dan ia menganggap dirinya lebih suci dari Sinai, raja dari segala raja keperkasaan
Tuhan tertawa begitu pun malaikat-malaikatnya dan juga aku serta seluruh dunia tertawa melihat sikapnya
"Engkau seperti anak-anak" ucap seorang malaikat padanya "Dan tetapkah engkau memperelok dirimu dengan kedegilan dan kecongkakan?" ucapnya lagi
"Iya" Jawabnya "Sebab aku tidak tahu kasih itu apa"