Judul: Dinding
Genre: Narasi tanpa dialog, drama, crime
Tokoh Utama: Johann
Lokasi: Amerika Serikat
Cahaya redup masuk dan mengintip dari balik celah atap yang berlubang, rintik hujan pun menghujam melalui celah tersebut, seorang anak berusia 15 tahun duduk di kursi usang yang berkarat, ia memegang senapan laras panjang dan menatap ke arah celah itu dengan mata ketakutan. Tubuhnya gemetar sedangkan di luar terdengar suara beberapa orang dewasa yang sedang mencari anak tersebut, anak tersebut yang sejak tadi memegang senapan laras panjang pun mengarahkan moncong senjata ke lehernya, ia mengatakan sesuatu dan “Door” suara letusan senjata menggelegar mengagetkan orang-orang dewasa yang sedang mencari anak tersebut.
****
Pagi itu di depan gerbang gedung putih beberapa orang berdiri sambil memegang kertas besar bertuliskan "Apartheid kini telah terlahir kembali di Amerika Serikat” selama berjam-jam mereka berdiri tanpa lelah, beberapa di antara mereka ada yang membawa foto anak yang di awal cerita diceritakan bunuh diri. Orang-orang itu memang tidak mengenal Johann anak yang tewas dengan sangat mengenaskan itu, Johann adalah kulit putih murni orang tuanya pun termasuk sahabat dekat beberapa menteri tetapi karena satu peristiwa seluruh masyarakat kembali mengingat sistem mengerikan Afrika Selatan di masa lalu.
Johann diburu oleh guru-guru di sekolahnya dan beberapa orang polisi karena membunuh beberapa teman sekelasnya sendiri, seorang guru, seorang satpam dan juga kepala sekolah karena kesal dengan tingkah mereka yang selalu memojokkan beberapa murid kulit berwarna di kelasnya, bukan hanya di kelas Johann saja tetapi hampir di seluruh kelas di sekolah tersebut. Beberapa bulan sebelumnya sekolah tersebut memutuskan untuk membuat peraturan bahwa anak dengan kulit berwarna dilarang untuk mengisi posisi-posisi tinggi dalam organisasi sekolah dan dilarang mengikuti berbagai perlombaan, peraturan tersebut dibuat tanpa alasan mendasar yang kuat dan tak masuk akal yaitu hanya karena anak kepala sekolah yang juga bersekolah di sekolah tersebut selama 3 tahun berturut-turut dikalahkan anak kulit hitam dalam kompetisi berbagai bidang baik di sekolah maupun nasional dan internasional.
****
Kita kembali ke 2 minggu sebelum kejadian setelah dua bulan berlalu setelah peraturan itu diberlakukan, Johann duduk di kursinya dan memandang gurunya dengan mata sebal, terlihat sang guru sedang memarahi Austin murid keturunan Amerika dan Kenya padahal Austin hanya berniat mengambil pensilnya yang jatuh ketika sang guru bahasa tersebut sedang menerangkan tentang asal-usul filsafat, minggu sebelumnya pun Abraham murid keturunan Sudan dan Amerika dihukum berdiri sampai sore karena ketahuan muntah di halaman sekolah padahal semuanya tahu bahwa hal itu tidak disengaja dan terjadi tiba-tiba karena Abraham menderita sakit lambung yang akut.
Johann menatap dengan tatapan tajam sang guru yang mulai memarahi Austin dengan gaya sarkasme yang tentu membuat sakit hati Austin, sang guru mengatakan bahwa kulit hitam mempunyai persatuan yang amat kuat sampai-sampai mereka sangat kompak, ada di manapun, di setiap benua dan negara hingga seperti tercerai berai. Beberapa anak lainnya pun menirukan suara monyet dan teriakan menghina pada Austin kecuali anak kulit berwarna lainnya, Austin hanya menunduk ia sama sekali tidak menangis tapi dari sorot matanya yang kosong sambil memandang lantai kelas Johann bisa tahu Austin tidak terima dan sakit hati dengan kelakuan guru dan teman-temannya di sekolah.
Bagi Johann sekolahnya kini telah berubah menjadi neraka, sekolah yang dulunya tentram dan damai kini berubah kelam hanya karena sifat tak legowo kepala sekolahnya, padahal sekolah tersebut adalah sekolah predikat unggulan. Beberapa guru mengundurkan diri dan memilih pindah ke sekolah lain setelah peraturan diterapkan dan akibatnya banyak mantan guru yang menganggur sebab sang kepala sekolah dekat dengan ibu negara Martha McDaniel yang rasis karena hal itulah Johann mulai dendam kepada pemerintah yang sengaja membiarkan peraturan konyol dan tidak adil itu diterapkan di sekolahnya, padahal pada bulan-bulan awal sekolah Johann sempat masuk berbagai media karena mengeluarkan hampir 70 persen siswa kulit berwarna dengan alasan prestasi mereka di bawah rata-rata.
Johann ingin menangis namun sekaligus tertawa, menangis karena iba melihat anak-anak yang tidak bersalah dikeluarkan dengan alasan yang konyol. Hei setiap kemampuan anak berbeda-beda dalam berprestasi lagipula kenapa cuma anak kulit hitam yang dikeluarkan? Pikir Johann waktu itu. Ia juga ingin menertawakan beberapa guru dan staff di sekolahnya yang begitu paranoid melihat anak-anak kulit berwarna tumbuh menjadi anak berprestasi hanya karena sentimen dan begitu takutnya mereka kepada kepala sekolah hanya karena ia dekat dengan ibu negara.
****
Johann keluar dari kelasnya saat itu jam pelajaran sudah lama selesai entah kenapa ia ingin berada lebih lama di sekolahnya, sahabatnya Robert yang juga tetangga Johann sudah pulang terlebih dahulu, Johann malas melangkahkan kakinya bersama orang yang ternyata baru ia sadari rasis dan sentimen terhadap agama lain dan orang atheis. Johann kemudian menuju atap di sekolahnya melalui tangga darurat, sesampainya di atap ia menatap dalam-dalam dinding yang masih putih bersih, ia pun mengeluarkan lipstick milik ibunya yang ia ambil diam-diam dan mulai menuliskan kata-kata yaitu Dasar guru-guru banci bisa-bisanya takut dengan seekor tikus pengerat bangkai, begitukah sikap seorang guru? cium bokong murid kesayanganmu ini dulu. Di belakang kata cium bokong Johann pun menggambar pantat kemudian ia memakai lipstick ibunya dan mencium tulisan yang sudah ditambahi gambar pantat tersebut.
Selama satu minggu Johann selalu melakukan hal yang sama, ia tak berani protes langsung karena banyak siswa lainnya yang protes terhadap sistem sekolah yang baru langsung dikeluarkan tanpa surat peringatan, akibatnya 1/3 murid yang ada di sekolah tersebut berkurang dan kebanyakan mereka yang dikeluarkan menjadi kriminal di lingkungan mereka, mereka melakukan tindak kriminal karena stress dan marah karena ketidak adilan yang mereka terima, mereka hanya ingin protes karena sikap sekolah mereka, mereka tidak pernah menyangka sebelumnya jika masalah mereka dengan sekolah akan merembet ke masyarakat luas dan saat mereka tahu hal itu disebabkan dekatnya bekas kepala sekolah mereka dengan pemerintahan terutama ibu negara mereka menjadi marah dan melakukan demontrasi anarkis yang menyebabkan beberapa orang di antara mereka ditembak mati padahal mereka anak-anak yang sebetulnya amatlah polos.
****
Sore itu di hari senin Johann bersiap-siap untuk kembali ke dinding yang ada di atap untuk mencurahkan segala kemarahannya kepada pihak sekolah tetapi di saat semua anak bersiap mengucapkan salam pulang tiba-tiba pintu diketuk, penggeledahan itulah yang diucapkan salah satu keamanan di sekolah tersebut. Rupanya salah satu keaman sudah melihat coretan-coretan protes di dinding yang ada di atap dan dari tulisan yang sangat terlihat ditulis dengan lipstick pihak sekolah akhirnya menyimpulkan jika pelakunya membawa lipstick.
Satu persatu anak-anak pun diperiksa, Johann yang masih menyimpan lipstick itu di saku jaketnya kemudian melempar salah satu guru dengan kamus yang terletak dimeja, guru itu pun berteriak kesakitan dan saat itu pula Johann langsung melarikan diri, ia pun dikejar-kejar oleh beberapa orang guru dan petugas keamanan, Johann memanjat pagar yang masih terkunci, satpam penjilat berperut buncit yang ditakuti para murid pengecut ternyata sedang tertidur, sebenarnya Johann ingin mencuri kunci dari satpam tersebut tetapi ia batalkan karena kunci tersebut sedang digenggam satpam buncit yang sedang tertidur pulas, kalau sampai satpam itu bangun bisa-bisa Johann tertangkap, akhirnya Johann pun memilih memanjat pagar.
Meski bahu Johann tergores ujung pagar karena kurang berhati-hati Johann tetap berlari, ia kemudian bersembunyi di semak belukar di taman dekat sekolahnya, ia kemudian mengintip dan melihat beberapa siswa kulit berwarna dan beberapa siswa yang ketahuan menentang kebijakan sekolah dan membela murid-murid kulit berwarna dipaksa untuk mencari Johann, jika mereka lelah dan berhenti sedikit saja mereka dipukul dengan rotan.
Johann sebenarnya tak tahan dengan itu semua tetapi ia lebih memilih untuk mempertahankan diri dan tidak akan menyerahkan dirinya, tiba-tiba di belakang Johann sudah berdiri Peter siswa keturunan Zimbakwe-Amerika Serikat, Peter merasa ketakutan, dirinya ada di ambang kebimbangan karena ia tahu Johann adalah orang yang membelanya mati-matian tetapi jika ia tidak segera menemukan Johann riwayatnya di tempatnya selama ini menimba ilmu akan berakhir.
Peter memilih berteriak karena ia berpikir jika ia dikeluarkan dari sekolah ia akan memutus rantai nafkah keluarganya karena ia anak satu-satunya, ia sangat tahu apa akibatnya jika ia dikeluarkan dari sekolah. Johann yang tentu juga membela dirinya sendiri itu pun menutup mulut Peter dengan tangannya, Johann menutup mulut Peter dengan sangat keras tetapi Peter tetap berusaha berteriak akibatnya Johann menutup mulut Peter lebih keras Peter pun kehabisan nafas dan akhirnya tewas, Johann menatap jasad Peter yang nyawanya baru saja terlepas dengan paksa dengan mata yang merah.
****
3 hari berlalu Johann masih menangis sesenggukan di tempat persembunyiannya, ia tidak menyangka ia yang selama ini membela orang dengan kulit berwarna malah menghabisi orang dengan kulit berwarna apalagi Peter dikenal sebagai pribadi yang baik dan taat, saat ini Johann berada di salah satu gudang kosong yang tidak terawat, Johann sama sekali tidak perduli jika gedung tersebut angker dan penuh hewan berbisa seperti laba-laba atau kalajengking yang ia pikirkan ialah ia bisa selamat, memang orang tuanya dekat dengan beberapa menteri tetapi tidak satu pun dari menteri-menteri itu yang berani kepada ibu negara karena mereka memang pengecut sekaligus penjilat.
Johann juga tidak menyadari jika caranya protes dengan mencoret-coret dinding ditiru dan menjadi inspirasi kawan-kawannya di sekolah yang menentang sistem dan bahkan oleh orang-orang dan mantan guru yang perduli dengan keadaan di sekolah Johann yang amat memprihatinkan. Televisi, radio dan media cetak sekarang ramai-ramai memberitakan histeria masa baru yang terjadi di masyarakat, seorang pemuda yang berasal dari Seattle pun menuliskan tulisan New Apharteid in Poor School yang akhirnya tulisan di dinding tersebut menjadi headline di berbagai media dengan judul Johann and History of New Aphartheid, sejak saat itulah kalimat Apharteid baru yang telah merasuki Amerika Serikat mulai diperbincangkan.
Akhirnya Johann merasa jenuh berhari-hari sembunyi lagipula 3 hari adalah batas bagi manusia untuk bisa bertahan tanpa minum, itulah yang ia pelajari dari internet, ya Johann keluar untuk mencari air dan saat itulah Johann baru sadar keadaan yang sebenarnya dari radio yang disetel di sebuah toko ketika itu radio dengan detail memberitakan keadaan di seluruh negeri yang mereka namai Johann’s Wall's, di dalam siaran radio tersebut Johann juga mendengar teriakan orang-orang yang ditangkap dan disiksa, akibatnya Johann pun semakin naik pitam ia segera berlari menuju rumahnya, ia berniat menyelinap dan mencuri senapan laras panjang ayahnya.
Singkatnya dengan emosi yang menggebu-gebu Johann masuk ke sekolah, kebetulan sekali saat itu gerbang sedang tidak terkunci dan satpam penjilat itu pun lagi-lagi tertidur, karena banyak media yang keluar masuk untuk meliput keamanan pun menjadi longgar, para awak media juga tidak sadar dengan kehadiran Johann karena sibuk dengan urusannya masing-masing, ditambah lagi Johann mengenakan topi mantelnya dan menyembunyikan senjata di dalam mantelnya.
Saat itu pihak sekolah sedang mengadakan upacara mengheningkan cipta untuk seluruh korban yang mereka katakan sebagai akibat dari ulah Johann kira-kira seperti itulah hal yang bisa ditangkap oleh telinga Johann ketika kepala sekolah yang belum menyadari kehadiran Johann itu berpidato, Johann pun meneriakkan nama kepala sekolah tersebut semua anak menengok dan dari jarak beberapa meter Johann menembak kepala sekolah itu sambil berteriak sebuah akibat jika sekolah mengajarkan berburu pada anak-anak, mengajarkan kekerasan pada anak-anak.
Kemudian Johann menembak beberapa teman di kelasnya yang dulu menghina Austin dan menirukan suara monyet Johann pun berteriak bahwa kini mereka yang akan menjadi monyet di neraka, setelah puas menembaki beberapa teman sekelasnya Johann berniat melarikan diri tetapi ia dihadang oleh beberapa orang guru tiba-tiba ia dihadang secara tiba-tiba oleh salah satu guru, ia kini berhadap-hadapan dengan seorang guru yang sebenarnya guru yang amat menyayanginya, Johann sebenarnya tidak bisa bergerak tetapi tidak ada pilihan lain selain menembak mati guru yang dulu begitu memanjakan dirinya tersebut, Johann menembak sang guru sambil menangis.
Semua orang pun mengejar Johann, Johann sempat dihadang oleh satpam dan dengan sigap Johann langsung menembak satpam tepat di kepalanya hingga tewas seketika. Johann terus berlari dan terus berlari dan akhirnya ia menemukan rumah milik gipsi yang sudah lama ditinggalkan, ia bersembunyi dan duduk di kursi yang ada di situ, di luar polisi yang baru datang mencoba membantu para guru untuk mencari Johann, Johann pun menatap ke atas, dilihatnya hujan mulai turun dan masuk melalui lubang di atap ia terus menatap lubang tersebut, selayaknya ia melihat negeri yang amat dicintainya kini telah berlubang dan mengeluarkan nanah yang anyir.
****
Johann makin muak dengan segala hal yang berbau kekerasan di negerinya terutama di sekolahnya dan karena kemuakan itulah kini Johann malah telah menjadi pribadi yang anarkis dengan membunuh teman-teman sekelasnya, guru yang menyayanginya, seorang satpam yang walaupun seorang penjilat namun anak dan istrinya menunggu dengan harapan besar dan kepala sekolah yang meskipun jahat namun mempunyai keluarga yang harus dinafkahi, saat itulah Johann menyadari bahwa cara yang ditempuhnya hanyalah sebuah nafsu belaka, sebuah pemikiran yang ia dapat dari cara mendidik yang salah dari beberapa bahkan banyaknya oknum guru dan orangtua, cara mendidik yang salah dari masyarakat dan Johann pun dengan lirih mengucapkan bait awal dari lagu Another Brick in the Wall part II yang dipopulerkan oleh Pink Floyd, Yaitu We Don’t Need No Education yang maknanya bagi Johann adalah kami tidak butuh sesuatu yang ternyata tidak bermanfaat termasuk pendidikan sekalipun dan beberapa saat kemudian Johann menembak lehernya sendiri hingga tewas.
Dan setelah kematian Johann di setiap hari kematiannya orang-orang yang bersimpati kepadanya berkumpul di depan gedung putih, mereka membisu dan tidak mengucapkan sepatah kata pun sambil membawa foto Johann plus kertas karton bertuliskan rasa protes mereka dan keperdulian mereka kepada Johann, mereka tidak perduli akan berapa lama mereka akan melakukan protes tersebut, tidak perduli akan ditanggapi atau tidak, yang mereka tahu hanya satu bahwa sistem bobrok di negeri mereka telah membawa tumbal terutama tumbal seorang anak muda belia yang bernama Johann.
TAMAT
cerpen selanjutnya: Asa Tanpa Batas
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H