Mohon tunggu...
Egi David Perdana
Egi David Perdana Mohon Tunggu... -

https://www.facebook.com/egibest.egi

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

(Cerpen) Dinding

18 Agustus 2014   03:06 Diperbarui: 18 Juni 2015   03:17 51
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

Johann juga tidak menyadari jika caranya protes dengan mencoret-coret dinding ditiru dan menjadi inspirasi kawan-kawannya di sekolah yang menentang sistem dan bahkan oleh orang-orang dan mantan guru yang perduli dengan keadaan di sekolah Johann yang amat memprihatinkan. Televisi, radio dan media cetak sekarang ramai-ramai memberitakan histeria masa baru yang terjadi di masyarakat, seorang pemuda yang berasal dari Seattle pun menuliskan tulisan New Apharteid in Poor School yang akhirnya tulisan di dinding tersebut menjadi headline di berbagai media dengan judul Johann and History of New Aphartheid, sejak saat itulah kalimat Apharteid baru yang telah merasuki Amerika Serikat mulai diperbincangkan.

Akhirnya Johann merasa jenuh berhari-hari sembunyi lagipula 3 hari adalah batas bagi manusia untuk bisa bertahan tanpa minum, itulah yang ia pelajari dari internet, ya Johann keluar untuk mencari air dan saat itulah Johann baru sadar keadaan yang sebenarnya dari radio yang disetel di sebuah toko ketika itu radio dengan detail memberitakan keadaan di seluruh negeri yang mereka namai Johann’s Wall's, di dalam siaran radio tersebut Johann juga mendengar teriakan orang-orang yang ditangkap dan disiksa, akibatnya Johann pun semakin naik pitam ia segera berlari menuju rumahnya, ia berniat menyelinap dan mencuri senapan laras panjang ayahnya.

Singkatnya dengan emosi yang menggebu-gebu Johann masuk ke sekolah, kebetulan sekali saat itu gerbang sedang tidak terkunci dan satpam penjilat itu pun lagi-lagi tertidur, karena banyak media yang keluar masuk untuk meliput keamanan pun menjadi longgar, para awak media juga tidak sadar dengan kehadiran Johann karena sibuk dengan urusannya masing-masing, ditambah lagi Johann mengenakan topi mantelnya dan menyembunyikan senjata di dalam mantelnya.

Saat itu pihak sekolah sedang mengadakan upacara mengheningkan cipta untuk seluruh korban yang mereka katakan sebagai akibat dari ulah Johann kira-kira seperti itulah hal yang bisa ditangkap oleh telinga Johann ketika kepala sekolah yang belum menyadari kehadiran Johann itu berpidato, Johann pun meneriakkan nama kepala sekolah tersebut semua anak menengok dan dari jarak beberapa meter Johann menembak kepala sekolah itu sambil berteriak sebuah akibat jika sekolah mengajarkan berburu pada anak-anak, mengajarkan kekerasan pada anak-anak.

Kemudian Johann menembak beberapa teman di kelasnya yang dulu menghina Austin dan menirukan suara monyet Johann pun berteriak bahwa kini mereka yang akan menjadi monyet di neraka, setelah puas menembaki beberapa teman sekelasnya Johann berniat melarikan diri tetapi ia dihadang oleh beberapa orang guru tiba-tiba ia dihadang secara tiba-tiba oleh salah satu guru, ia kini berhadap-hadapan dengan seorang guru yang sebenarnya guru yang amat menyayanginya, Johann sebenarnya tidak bisa bergerak tetapi tidak ada pilihan lain selain menembak mati guru yang dulu begitu memanjakan dirinya tersebut, Johann menembak sang guru sambil menangis.

Semua orang pun mengejar Johann, Johann sempat dihadang oleh satpam dan dengan sigap Johann langsung menembak satpam tepat di kepalanya hingga tewas seketika. Johann terus berlari dan terus berlari dan akhirnya ia menemukan rumah milik gipsi yang sudah lama ditinggalkan, ia bersembunyi dan duduk di kursi yang ada di situ, di luar polisi yang baru datang mencoba membantu para guru untuk mencari Johann, Johann pun menatap ke atas, dilihatnya hujan mulai turun dan masuk melalui lubang di atap ia terus menatap lubang tersebut, selayaknya ia melihat negeri yang amat dicintainya kini telah berlubang dan mengeluarkan nanah yang anyir.

****

Johann makin muak dengan segala hal yang berbau kekerasan di negerinya terutama di sekolahnya dan karena kemuakan itulah kini Johann malah telah menjadi pribadi yang anarkis dengan membunuh teman-teman sekelasnya, guru yang menyayanginya, seorang satpam yang walaupun seorang penjilat namun anak dan istrinya menunggu dengan harapan besar dan kepala sekolah yang meskipun jahat namun mempunyai keluarga yang harus dinafkahi, saat itulah Johann menyadari bahwa cara yang ditempuhnya hanyalah sebuah nafsu belaka, sebuah pemikiran yang ia dapat dari cara mendidik yang salah dari beberapa bahkan banyaknya oknum guru dan orangtua, cara mendidik yang salah dari masyarakat dan Johann pun dengan lirih mengucapkan bait awal dari lagu Another Brick in the Wall part II yang dipopulerkan oleh Pink Floyd, Yaitu We Don’t Need No Education yang maknanya bagi Johann adalah kami tidak butuh sesuatu yang ternyata tidak bermanfaat termasuk pendidikan sekalipun dan beberapa saat kemudian Johann menembak lehernya sendiri hingga tewas.

Dan setelah kematian Johann di setiap hari kematiannya orang-orang yang bersimpati kepadanya berkumpul di depan gedung putih, mereka membisu dan tidak mengucapkan sepatah kata pun sambil membawa foto Johann plus kertas karton bertuliskan rasa protes mereka dan keperdulian mereka kepada Johann, mereka tidak perduli akan berapa lama mereka akan melakukan protes tersebut, tidak perduli akan ditanggapi atau tidak, yang mereka tahu hanya satu bahwa sistem bobrok di negeri mereka telah membawa tumbal terutama tumbal seorang anak muda belia yang bernama Johann.

TAMAT

cerpen selanjutnya: Asa Tanpa Batas

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun