Mohon tunggu...
Ruth Lana Monika
Ruth Lana Monika Mohon Tunggu... Wiraswasta - Menulis untuk menjadi pengantar pesan Semesta

Penulis lahir di Jakarta. Seorang ibu rumah tangga yang sedang berusaha kembali mengasah talenta menulis dan belajar blogging.

Selanjutnya

Tutup

Healthy

Kerap Terlupakan: Kesehatan Mental Anak

27 Juni 2021   20:10 Diperbarui: 27 Juni 2021   20:57 164
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Tumbuh kembang anak didukung oleh berbagai faktor, salah satunya adalah kesehatan mental. Kesehatan mental anak turut berperan besar dalam mempengaruhi perkembangan perilaku anak hingga dewasa nanti. 

Dengan mental yang sehat, anak akan berkembang dan tumbuh dengan baik. Oleh sebab itu, selain kesehatan fisik anak, kesehatan mental anak juga perlu diperhatikan orang tua. Sehat mental diartikan sebagai kondisi individu yang berada dalam keadaan sejahtera, mampu mengenal potensi dirinya, mampu menghadapi tekanan sehari-hari, dan mampu berkontribusi di lingkungan sosialnya (WHO, 2015).

Kesehatan mental dipengaruhi oleh faktor internal dan eksternal, seperti faktor psikologis, biologis, interaksi sosial, sekolah, keluarga, dan lain sebagainya. Kesehatan mental memiliki hubungan yang bersifat kontinum. 

Jika dilihat dari kontinumnya, kesehatan mental yang tidak diperhatikan dapat berkembang menjadi mental health problem. Mental health problem ini jika tidak ditangani secara efektif akan berkembang menjadi mental illness pada anak hingga mencapai usia dewasa. Keadaan ini relatif menetap namun dapat berubah seiring waktu ataupun situasi yang dialami anak.

Mental health problem terjadi lebih umum dan dapat dialami dalam waktu sementara sebagai reaksi terhadap tekanan hidup pada anak. Mental health problem mengganggu cara seseorang berpikir, merasa dan berperilaku (Dunn, 2016). 

Mental health problem dapat muncul dari berbagai aspek, seperti emosi, perilaku, atensi, serta regulasi diri. Mengalami kekerasan di masa kecil, merasa terasing dari lingkungan, kehilangan orang yang dicintai, stress yang berkepanjangan, penyalahgunaan obat-obatan adalah beberapa contoh faktor yang dapat memicu seorang anak memiliki mental health problem.

Anak yang sehat mental atau memiliki positive mental health mampu menghadapi berbagai situasi dalam kehidupan dan dapat menyesuaikan diri dengan baik. Anak menunjukkan kesejahteraan dan merasakan kebahagiaan. Salah satu ciri anak yang sehat mental adalah memiliki resiliensi. Resiliensi didefinisikan sebagai proses dinamis dimana individu menunjukkan fungsi adaptif dalam menghadapi kesulitan yang signifikan (Luthar et al., 2000 dalam Schoon, 2006).

Resiliensi merupakan kapasitas untuk mengatasi kesulitan dan menghadapi berbagai peristiwa dalam hidup. Resiliensi erat kaitannya dengan kemampuan dalam menyesuaikan diri. Ketika anak mampu menyesuaikan diri, mampu mengatasi kesulitan dan bangkit dari kesulitannya, mereka dianggap memiliki resiliensi.

Sehingga dapat dipahami kesehatan mental anak tidak hanya diartikan sebagai kondisi mental anak yang tidak mengalami penyakit mental, namun juga mencakup kemampuan untuk berpikir secara jernih, mengendalikan emosi, dan bersosialisai dengan anak seusianya. 

Anak yang memiliki kesehatan mental yang baik akan memiliki beberapa karakter positif, misalnya dapat beradaptasi dengan keadaan, menghadapi stress, menjaga hubungan baik dan bangkit dari keadaan sulit. Sebaliknya, kesehatan mental yang kurang baik pada masa anak-anak dapat menyebabkan gangguan perilaku yang lebih serius akibat ketidakseimbangan mental dan emosional, serta kehidupan sosial anak yang kurang baik.

Apa Saja Tanda Awal Masalah Mental Pada Anak?

Depresi

Anak yang mengalami masalah mental seringkali merasa sedih dan tidak memiliki harapan. Mengatakan hal-hal negatif tentang diri mereka sendiri atau menyalahkan diri sendiri atas hal-hal di luar kendali mereka, kecemasan berlebihan pada lingkungan hidupnya, bereaksi berlebihan, atau ledakan kemarahan atau air mata yang tiba-tiba karena insiden kecil. Pada tingkat depresi yang lebih tinggi, anak mulai berpikir untuk mengakhiri hidupnya (bunuh diri).

Gangguan Makan dan Tidur

Anak yang mengalami gangguan mental bisa ditandai dengan adanya gangguan makan seperti Anorexia Nervosa dan Bulimia Nervosa. Anorexia adalah gangguan makan yang ditandai dengan ketakutan seseorang terhadap bentuk tubuh dan kenaikan berat badan. Sehingga anak menjadi tidak mau makan atau memuntahkan kembali makanannya. Penderita Anorexia Nervosa biasanya sangat kurus dan kurang gizi.

Sedikit berbeda dengan Anorexia, Bulimia adalah keadaan saat seseorang berusaha menjaga agar berat badannya tidak naik dengan memuntahkan kembali makanannya, meminum obat pencahar, berolahraga berlebihan, dan lain-lainnya. Bulimia lebih umum dan lebih sulit dideteksi, karena seringkali tidak ada penurunan berat badan, tetapi jelas, pola makannya bermasalah.

Selain gangguan makan, anak juga mengalami gangguan tidur. Beberapa anak mungkin tidak bisa tidur. Sedangkan yang lainnya justru menghabiskan waktu dalam sehari hanya untuk tidur.

Mendengar Berbagai Suara

Tanda gangguan jiwa yang lain yaitu munculnya berbagai suara yang hanya didengar oleh anak. Suara-suara yang muncul ini tentu saja hanyalah halusinasi anak. Namun, hal ini sangat mengganggu, karena bisa muncul kapan saja dan dimana saja, juga dapat menyebabkan anak merasa ketakutan atau tertekan.

Bagaimana Menjaga Kesehatan Mental Anak?

Perkembangan mental anak yang optimal harus diawali dengan kondisi kesehatan mental yang baik. Untuk mengetahui kesehatan mental anak, penting untuk melihat faktor dalam diri anak, keluarga dan lingkungan. Faktor dalam diri anak seperti faktor genetik, temperamen, dan kesehatan fisik perlu diamati. Faktor dari keluarga meliputi pola asuh orang tua serta kelekatan anak terhadap orang tua.

Kualitas kesehatan mental pada masa anak-anak memengaruhi kesehatan mental mereka di masa dewasa. Oleh sebab itu, pola asuh orang tua sangat berpengaruh terhadap rasa aman anak. Berikut beberapa hal yang dapat dilakukan orangtua dalam menjaga kesehatan mental anak:

1. Membangun kepercayaan diri anak

Upaya untuk membangun kepercayaan diri anak dapat dilakukan dengan mendorong anak mempelajari dan terus mencoba berbagai hal baru. Memberikan apresiasi saat mulai berani belajar hal baru, tidak menghakimi perilaku anak dengan menghindari ucapan, sikap, dan perilaku saat mereka mengalami kegagalan, membantu anak dalam menentukan tujuan yang sesuai dengan kemampuannya, serta bersikap jujur saat melakukan kesalahan, ajari anak menerima kesalahan dan kegagalan.

2. Membiarkan anak bermain

Waktu bermain bagi anak merupakan saat anak belajar berbagai hal untuk menjadi kreatif, mempelajari bagaimana memecahkan masalah, dan bagaimana cara mengendalikan diri. Aktif bergerak saat bermain juga membantu anak menjadi sehat secara fisik dan mental.

3. Mendorong anak untuk bersosialisasi

Di samping bermain dengan orangtua, anak juga memerlukan berinteraksi dengan anak seusianya. Bermain dengan teman sebaya akan membantu anak mengenali kelemahan dan kelebihan pada dirinya, serta belajar untuk hidup berdampingan dengan orang lain.

4. Ajari anak untuk menikmati proses

Ajari anak untuk memahami bahwa menikmati proses adalah hal terpenting dalam mengerjakan suatu hal. Misalnya saja saat anak pulang dari sekolah, cobalah tanyakan perasaan anak saat dia mengikuti proses pembelajaran di sekolah dibandingkan menanyakan apakah dia mendapatkan nilai sempurna di setiap mata pelajarannya. Selalu menuntut anak untuk mencapai nilai sempurna atau menang dalam suatu perlombaan dapat memicu ketakutan akan kekalahan, atau kekhawatiran dalam mencoba hal baru, dan hal ini dapat membuat anak frustrasi.

5. Ajari disiplin dengan adil dan konsisten

Anak harus mengetahui perilaku yang benar dan salah, serta bahwa mereka akan menerima konsekuensi jika melakukan perilaku tersebut. Menasihati dan memberi contoh adalah hal yang paling baik untuk menerapkan perilaku disiplin yang memiliki dasar kebaikan, nilai agama, maupun norma sosial.

6. Kritiklah perilakunya, bukan orangnya

Saat akan menghukum atau mengkritik kesalahan yang dibuat oleh anak, tetaplah fokus terhadap perbuatan anak. Katakanlah bahwa perilaku yang diperbuat itu salah atau tidak baik tanpa memberi label terhadap anak seperti memanggil dengan sebutan “anak nakal.”

7. Menciptakan lingkungan rumah yang aman

Rumah adalah tempat pertama anak mempelajari berbagai hal. Lingkungan rumah yang aman dan keluarga yang harmonis akan mendukung perkembangan mental anak. Sebaliknya, suasana rumah yang tidak aman dapat menyebabkan anak menjadi mudah cemas atau mengalami ketakutan dan hal ini dapat menghambat perkembangan anak. Selain itu, kondisi rumah yang baik juga akan membantu anak untuk membangun kembali kepercayaan diri saat mengalami kesulitan dan permasalahan.

Kesehatan mental seorang anak sangatlah penting karena merupakan aset bangsa yang sangat berharga. Mari, kita bersama belajar untuk lebih peduli pada kesehatan mental anak-anak kita.

Referensi :

WHO. (2019). Mental Health During Covid-19 Pandemic. Geneva: World Health Organization.

Schoon, Ingrid. (2006). Risk and Resilience: Adaptations in Changing Times. London: Cambridge University Press.

Dunn, K. (2016). Understanding mental health problems: Mind programme (National Association for Mental Health). London: Mind.

Jurnal diakses pada 26 Juni 2021.

Halodoc

Hello Sehat

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Healthy Selengkapnya
Lihat Healthy Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun