Seperti biasanya, matamu selalu memandangku dengan berjuta rasa.
Menimbulkan gelora yang menggetarkan jiwa.
Melihat setiap gerak-gerikku seakan kau akan mati saja bila tak menatapku.
Kau selalu memintaku mengenakan pakaian yang sama.
Dari matamu sering kali ku ingin bertanya, "Apakah kau benar mencintaiku?"
Mata itu, mata penuh semburat peluh.
Retinamu kewalahan menuangkan rindu dari rasa yang kian tersapu.
Terkadang kau terlihat keren sekali, sesekali sulit dimengerti, tetapi beberapa kali kau mampu kulumpuhkan dengan membuatmu tertidur bertilam air mata.
Sesekali juga aku harus menjadi pemarah untuk mengarahkanmu agar tak berlaku gila.
Dan sesekali aku harus mengalah untuk memastikan bahwa hubungan kita baik-baik saja.
Membuat hidupmu terguncang dalam lembah fana.
Memastikanmu terhanyut dalam buai asmara.
Tetapi hatiku pilu rasanya.
Memikirkanmu yang tak seharusnya membisu bersamaku.
Biarkanlah aku tetap seperti ini adanya, tanpa menjadi kekasihmu.
Aku hanya mau kau tahu bahwa kau sangat spesial tapi janganlah menspesialkanku.
Kekasihku dengarkanlah pesanku ini.
Ingatkah kau pernah menangis sampai dadamu sesak tak bisa bernafas?
Lihatlah kau sekarang, tanpa sadar kau sudah melewati masa itu dan menjadikanmu jauh lebih baik dari kemarin.
Kekasihku janganlah terlalu keras pada dirimu sendiri karena hasil akhir sudah ditetapkan oleh Sang Khalik Kehidupan.
Kekasihku janganlah kau marah bila ada yang mengejekmu.
Karena dunia takkan pernah berhenti mengejekmu.
Sebagaimana besi menajamkan besi, orang menajamkan sesamanya.
Biarkanlah semesta bekerja memberikan cintanya walau kau harus terluka.
Pecahkanlah teka-tekinya dengan penuh gelak tawa.
Dan cukuplah tengok aku sesekali saja, HP-mu.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H