Mohon tunggu...
Lamria F. Manalu
Lamria F. Manalu Mohon Tunggu... Lainnya - Penyuluh Hukum

Berbagi Informasi Hukum

Selanjutnya

Tutup

Hukum

Menangkal Multitafsir UU ITE dengan Keputusan Bersama

25 Juni 2021   23:01 Diperbarui: 25 Juni 2021   23:24 176
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Yang dimaksud dalam pasal ini bukanlah delik pemidanaan terhadap perbuatan menyebarkan berita bohong (hoaks) secara umum, melainkan dalam konteks transaksi elektronik seperti perdagangan daring. Adapun berita atau informasi tersebut melalui layanan aplikasi pesan, penyiaran daring, situs/media sosial, lokapasar (market place), iklan, dan/atau layanan transaksi lainnya melalui sistem elektronik.

Terdapat pengecualian dalam pasal ini, yaitu tidak dapat dikenakan kepada pihak yang melakukan wanprestasi dan/atau mengalami force majeure. Karena merupakan delik materiil maka kerugian konsumen harus dihitung dan ditentukan nilainya. Adapun konsumen dalam pasal ini mengacu pada UU No. 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen.

6. Pasal 28 ayat (2)

Delik utama pasal ini adalah perbuatan menyebarkan informasi yang menimbulkan rasa kebencian atau permusuhan terhadap individu atau kelompok masyarakat berdasar SARA. Bentuk informasi yang disebarkan bisa berupa gambar, video, suara, atau tulisan yang bermakna mengajak, atau mensyiarkan pada orang lain agar ikut memiliki rasa kebencian dan/atau permusuhan terhadap individu atau kelompok masyarakat berdasarkan isu SARA.

Perbuatan yang dilarang dalam pasal ini motifnya membangkitkan rasa kebencian dan/atau permusuhan atas dasar SARA. Karena itu, aparat hukum harus membuktikan motif membangkitkan yang ditandai adanya konten mengajak, mempengaruhi, menggerakkan masyarakat, dan seterusnya.

7. Pasal 29

Pasal ini menitikberatkan pada perbuatan pengiriman informasi berisi ancaman kekerasan atau menakut-nakuti melalui sarana elekronik yang ditujukan secara pribadi dalam bentuk pesan, surat elektronik, gambar, suara, video, tulisan, dan/atau bentuk informasi elektronik dan/atau dokumen elektronik lainnya. Pengancaman tersebut berupa ancaman kekerasan, yaitu menyatakan atau menunjukkan niat untuk mencelakakan korban dengan melakukan kekerasan secara fisik maupun psikis.

Ancaman tersebut berpotensi untuk diwujudkan meskipun hanya dikirimkan 1 (satu) kali dengan sasaran ancaman (korban) harus spesifik, artinya ditujukan kepada pribadi atau mengancam jiwa manusia. Perlu digarisbawahi, dampak ketakutan akibat adanya ancaman harus dibuktikan secara nyata, antara lain adanya perubahan perilaku. Selain itu, harus ada saksi untuk menunjukkan adanya fakta bahwa korban mengalami ketakutan atau tekanan psikis.

8. Pasal 36

Pasal ini digunakan dalam hal korban kejahatan yang melanggar Pasal 27 sampai dengan Pasal 34 mengalami kerugian materiil yang nyata. Dengan kata lain, kerugian yang dimaksud adalah kerugian langsung (materiil) atas perbuatan yang dilakukan, bukan berupa kerugian tidak langsung, potensi kerugian, atau nonmateriil. Karena itulah sebagai delik materiil, kerugian tersebut harus dihitung dan ditentukan nilainya.

Dalam pedoman ini, besar nilai kerugian merujuk pada Peraturan Mahkamah Agung No.2 Tahun 2012 tentang Penyesuaian Batasan Tindak Pidana Ringan dan Jumlah Denda dalam KUHP lebih dari Rp.2.500.000,-

Sumber:

SATU, DUA

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Hukum Selengkapnya
Lihat Hukum Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun