Hingga saat ini, salah satu media sosial yang sangat berpengaruh dalam arus informasi di Tanah Air adalah Twitter. Media sosial yang muncul pada tahun 2006 setelah kemunculan Facebook ini, mampu menampung ribuan bahkan puluhan ribu cuitan warganet setiap harinya. Twitter telah muncul sebagai kekuatan yang mampu menggalang opini masyarakat bahkan menggambarkan peta politik paling mutakhir.
Sebagai pemilik konsep awal media sosial berlogo burung ini, Jack Dorsey mungkin tidak memprediksi betapa dahsyat pengaruh media sosial yang diciptakannya. Kehadiran tren di Twitter membuat penggunanya dapat meng-update topik populer yang sedang ramai diperbincangkan. Dengan kata lain, jika tweeps (pengguna Twitter) tak ingin ketinggalan berita, pantau saja tren secara berkala.
Adalah Gal Gadot, seorang aktris dan model asal Israel yang baru saja dikecam warganet gara-gara isi twitnya. Nama pemeran Wonder Woman ini sempat wara-wiri menghiasi tren Twitter minggu ini. Hal tersebut terjadi lantaran sang aktris dianggap memihak Tanah Airnya. Karena kecaman warganet terus mengalir, Gal Gadot akhirnya mematikan kolom komentar di twitnya tersebut.
Jika dicermati, isi cuitan aktris cantik tersebut juga mendoakan korban dan keluarga korban di dua negara dengan harapan permusuhan dapat berakhir. Istri Yarson Vasano itu juga berdoa agar para pemimpin dapat menemukan solusi sehingga warga Israel dan Palestina dapat hidup berdampingan secara damai. Namun, tampaknya warganet kurang berkenan dengan penggunaan kata "our neighbour" dan ingin agar Gal Gadot menulis dengan jelas negara yang dimaksud, yaitu Palestina.
Bukan pertamakalinya warganet melakukan hal semacam ini kepada public figure. Masih terjadi pada tahun ini, Han So Hee, aktris Korea yang bermain dalam drama The World of The Married juga dihujat gara-gara perannya dalam drama tersebut. Cap pelakor ditujukan pada aktris itu bahkan muncul dalam pemberitaan media asing. Han So Hee yang merasa geram akhirnya memberikan reaksi di Insta Story. Mudah ditebak, reaksi tersebut pun akhirnya viral di Twitter.
Dua peristiwa di atas sekadar ilustrasi tentang kecenderungan perilaku warganet, khususnya pengguna Twitter akhir-akhir ini. Sebaiknya berhati-hati, karena perilaku ini dapat  mengarah pada cyberbullying bila tidak mampu menahan jari, sehingga mengunggah kata-kata yang menjurus pada penghinaan/pencemaran nama baik. Cyberbullying dalam konteks penghinaan di media sosial sudah diatur dalam UU No. 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik sebagaimana telah diubah dengan UU No. 19 Tahun 2016 tentang Perubahan atas UU No. 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik di Indonesia.
Harus dipahami, Twitter merupakan salah satu ruang publik di media internet di mana twit yang ditayangkan dapat diakses oleh publik secara terbuka bahkan disebarluaskan (retweet). Karena itu, tentu saja penggunaannya terikat dengan UU ITE. Intinya, keterikatan ini membutuhkan tanggung jawab atas setiap informasi yang telah diunggah.
UU ITE merupakan lex specialis (hukum yang khusus) dari KUHP karena mengatur kaidah hukum baru, yaitu mengatur penghinaan/pencemaran nama baik pada KUHP dengan tambahan sarana internet sebagai medianya. Pasal 27 ayat (3) UU ITE berbunyi sebagai berikut: "Setiap orang dengan sengaja dan tanpa hak mendistribusikan dan/atau mentransmisikan dan/atau membuat dapat diaksesnya informasi elektronik dan/atau dokumen elektronik yang memiliki muatan penghinaan dan/atau pencemaran nama baik."
Dalam UU ITE, penghinaan/pencemaran nama baik merupakan delik biasa, sehingga dapat diproses secara hukum meskipun tidak ada pengaduan dari korban. Namun, dengan mengacu pada KUHP sebagaimana maksud UU ITE, maka delik tersebut berubah menjadi delik aduan (klacht delic) yang mengharuskan korban membuat pengaduan kepada pihak yang berwajib.
Adapun pelanggaran terhadap pasal 27 ayat (3) tersebut diancam dengan hukuman menurut Pasal 45 ayat (3) UU No. 19 Tahun 2016 yang berbunyi: "Setiap orang yang dengan sengaja dan tanpa hak mendistribusikan dan/atau mentransmisikan dan/atau membuat dapat diaksesnya informasi elektronik dan/atau dokumen elektronik yang memiliki muatan penghinaan dan/atau pencemaran nama baik sebagaimana dimaksud dalam Pasal 27 ayat (3) dipidana dengan pidana penjara paling lama 4 (empat) tahun dan/atau denda paling banyak Rp750.000.000,00 (tujuh ratus lima puluh juta rupiah)."
Sejauh ini, sederet artis di Tanah Air telah melaporkan warganet yang dianggap memberikan komentar negatif di media sosial, misalnya saja Anjasmara dan Ayu Tingting. Pelaporan tersebut bermaksud untuk memberikan efek jera terhadap pelaku. Korban memang memiliki hak untuk untuk memperjuangkan keadilan dan meminta pertanggungjawaban pelaku.
Hak korban tersebut sejalan dengan Pasal 28G ayat (1) UUD Negara Republik Indonesia Tahun 1945 yang menyatakan: "Setiap orang berhak atas perlindungan diri pribadi, keluarga, kehormatan, martabat, dan harta benda yang di bawah kekuasaannya, serta berhak atas rasa aman dan perlindungan dari ancaman ketakutan untuk berbuat atau tidak berbuat sesuatu yang merupakan hak asasi."
Karena itu, ada baiknya berhati-hati dalam memilih kata. Paling penting, cermati dahulu sebelum memutuskan untuk berkomentar. Boleh saja berbeda cara pandang dalam memahami topik tertentu, yang penting tetap mengedepankan argumentasi, bukan malah mem-bully. Nah, pertanyaan penting ini mungkin perlu dijawab: "Seberapa tangguh kita menahan jari, Tweeps?"
Salam damai dari jagat twitter.
Sumber:
SATU, DUA, TIGA, EMPAT, LIMA
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H