Rumor berakhirnya kontrak kepalatihan Shin Tae yong (STy) bersama timnas Indonesia membuat pro kontra diantara penggemar sepak bola tanah air, yang pastinya bagi penggangum STy pasti sangat tidak setuju jika PSSI tidak memperpanjang kontrak STy yang akan berakhir bulan Juni 2024 mendatang.
Disisi lain, para penggemar yang tidak menyukai kepelatihan STy mendesak PSSI agar segerah mencarikan pelatih baru yang lebih berkompeten agar bisa memajukan sepak bola Indonesia. Namun yang anehnya, nama pelatih yang disarankan kepada PSSI rekam jejaknya baru secuil keberhasilan yang di dapatkan itupun dikontes junior.
Tidak hanya menjadi polemik di masyarakat saja, para pengamat pun saling sikut ada yang mendukung ada yang ingin menjatuhkan. Kalau menurut saya sih ini wajar-wajar saja, karena tidak semua orang bisa satu rasa satu jiwa pastinya beda pandangan dan beda pendapat.
Pelatih Shin Tae yong ditunjuk PSSI menjadi pelatih timnas Indonesia pada tahun 2020, memang sejauh ini belum ada trofi yang dapat di persembahkan STy kepada timnas Indonesia. Dan itu saya akui, namun sejak timnas di tangani STy banyak wonderkid baru yang bermunculan karena basic utama STy adalah menempah bibit terlebih dahulu baru kemudian menjalankan taktiknya.
Apa sih kelebihan Shin Tae Yong Sebagai Pelatih Timnas?
Menurut pandangan saya, hanya di era Shin Tae yong yang bisa melahirkan banyak pemain muda berbakat dan bisa eksis sebagai stater utama di beberapa laga-laga krusial.
Secara pengamatan saya, pelatih-pelatih era sebelumnya memilih pemain timnas itu bukan berdasarkan kebutuhan strateginya melainkan berdasarkan kemampuanyan bermain diposisinya saat membela klubnya masing-masing.
Dalam artian, jika ia menjadi pemain kunci di klubnya maka dia akan menjadi kandidat terkuat yang masuk daftar pemain timnas. Dan ini sudah menjadi tradisi pelatih Indonesia sebelum, jadi tidak heran kalau hanya segilintir saja pemain muda yang ada di dalam skuat kita.
Kenapa bisa terjadi? karena pelatih-pelatih sebelumnya tidak pernah memberikan perhatian khusus kepada timnas U-19 dan U23, mereka hanya terfokus pada pemain senior yang memiliki karir yang cemerlang di klubnya. Bila ada pemain yang bagus di skuat U-19 maupun U-23 baru dilirik jika tidak ada maka akan terabaikan, bilapun ada pemain muda yang terpilih masuk kedalam skuat timnas dominan mereka hanya jadi penonton di bangku cadangan.
Para pelatih sebelum-belumnya sangat takut mengambil resiko menggunakan pemain muda saat berkompetisi dengan tim yang levelnya setara timnas, kurangnya kepercayaan itulah yang membuat pemain muda kita kurang jam terbang dan akhirnya keahlianya mati dengan sendirinya.
Inilah penyakit timnas kita sejak dulu, yang tidak berani berinvestasi dengan pemain muda di laga-laga krusial termasuklah itu saat menghadapi tim yang levelnya diatas kita.