Ajaran tentang kepatuhan dalam Serat Nitisruti dapat dikaitkan dengan kepatuhan pajak warga negara. Berikut beberapa poin penting:
- Pemimpin sebagai Pengelola Keuangan Negara. Dalam konteks modern, pemimpin negara dapat dianalogikan sebagai pengelola keuangan negara. Pajak yang dibayarkan oleh rakyat merupakan sumber pendapatan negara yang dikelola oleh pemerintah untuk membiayai berbagai pembangunan dan pelayanan publik.
- Kepatuhan Pajak sebagai Bentuk Ketaatan. Sama seperti rakyat yang harus mematuhi pemimpinnya, warga negara juga memiliki kewajiban untuk mematuhi aturan perpajakan. Membayar pajak dengan tepat waktu dan sesuai dengan ketentuan merupakan bentuk ketaatan terhadap pemimpin dan negara.
- Pajak untuk Kesejahteraan Bersama. Pajak yang dibayarkan oleh rakyat digunakan untuk membiayai berbagai program dan kegiatan yang bermanfaat bagi rakyat, seperti pembangunan infrastruktur, pendidikan, kesehatan, dan keamanan. Dengan demikian, membayar pajak merupakan bentuk kontribusi untuk mencapai kesejahteraan bersama.
- Kesadaran dan Rasa Tanggung Jawab. Kepatuhan pajak tidak hanya didorong oleh paksaan, tetapi juga harus didasari oleh kesadaran dan rasa tanggung jawab sebagai warga negara. Dengan memahami manfaat dan tujuan pajak, diharapkan warga negara semakin termotivasi untuk patuh membayar pajak.
3. Sangkan Paraning Dumadi
Konsep "Sangkan Paraning Dumadi" dapat dikaitkan dengan audit kepatuhan wajib pajak dalam beberapa aspek, sebagai berikut:
- Siklus Kehidupan dan Kewajiban Pajak. Konsep "Sangkan Paraning Dumadi" menggambarkan siklus kehidupan manusia, mulai dari lahir, hidup, hingga mati. Sama halnya dengan kewajiban pajak, yang merupakan siklus berkelanjutan bagi wajib pajak. Wajib pajak memiliki kewajiban untuk melaporkan dan membayar pajak secara berkala, sepanjang masa hidupnya sebagai subjek pajak.
- Asal-usul Kewajiban Pajak. Konsep "Sangkan" (asal-usul) dapat dikaitkan dengan asal-usul kewajiban pajak. Kewajiban pajak bermula dari hak dan kewajiban warga negara untuk mendapatkan manfaat dari pelayanan publik yang disediakan oleh pemerintah. Pajak yang dibayarkan oleh wajib pajak digunakan untuk membiayai berbagai program dan layanan publik, seperti pendidikan, kesehatan, infrastruktur, dan keamanan.
- Keberadaan Kewajiban Pajak. Konsep "Paraning" (keberadaan) dapat dikaitkan dengan keberadaan kewajiban pajak dalam kehidupan bermasyarakat. Pajak merupakan salah satu pilar utama dalam pembangunan bangsa dan negara. Keberadaan pajak sangat penting untuk mendukung berbagai program dan layanan publik yang dibutuhkan oleh masyarakat.
- Tujuan Kewajiban Pajak. Konsep "Dumadi" (tujuan) dapat dikaitkan dengan tujuan kewajiban pajak. Tujuan utama dari kewajiban pajak adalah untuk mewujudkan keadilan dan pemerataan dalam pembiayaan pembangunan bangsa dan negara. Dengan membayar pajak, wajib pajak berkontribusi secara langsung dalam pembangunan dan kemajuan bangsa.
Kearifan lokal Serat Wedhatama dapat menjadi landasan moral bagi wajib pajak dalam memenuhi kewajibannya dengan penuh kesadaran dan tanggung jawab. Konsep "Sangkan Paraning Dumadi" mengingatkan wajib pajak bahwa kewajiban pajak merupakan bagian dari siklus kehidupan dan memiliki peran penting dalam pembangunan bangsa dan negara.
Berikut beberapa contoh penerapan nilai-nilai Serat Wedhatama dalam audit kepatuhan wajib pajak:
- Wajib pajak yang memiliki prinsip "Sangkan" (asal-usul) yang kuat akan memahami bahwa kewajiban pajak merupakan amanah yang harus dijalankan dengan penuh tanggung jawab. Mereka akan terdorong untuk memenuhi kewajibannya dengan benar dan tepat waktu.
- Wajib pajak yang memiliki prinsip "Paraning" (keberadaan) yang kuat akan memahami bahwa pajak yang mereka bayarkan akan digunakan untuk membiayai berbagai program dan layanan publik yang bermanfaat bagi mereka dan masyarakat luas. Hal ini akan mendorong mereka untuk patuh dalam membayar pajak.
- Wajib pajak yang memiliki prinsip "Dumadi" (tujuan) yang kuat akan memahami bahwa tujuan utama dari kewajiban pajak adalah untuk mewujudkan keadilan dan pemerataan dalam pembiayaan pembangunan bangsa dan negara. Mereka akan terdorong untuk berkontribusi secara aktif dalam pembangunan bangsa dengan membayar pajak secara patuh.
Dengan menerapkan nilai-nilai Serat Wedhatama, diharapkan audit kepatuhan wajib pajak dapat berjalan dengan lebih efektif dan efisien, sehingga tercipta sistem perpajakan yang adil dan berkelanjutan.
Relevansi Serat Tripama di Era Modern dan Contoh Konkritnya dalam Audit Kepatuhan Pajak
Serat Tripama, karya sastra adiluhur ciptaan Mangkunegara IV, tak hanya memikat dengan kisahnya yang memukau, tetapi juga sarat makna filosofis yang relevan dengan berbagai aspek kehidupan, termasuk audit kepatuhan pajak. Judul "Tripama" sendiri merujuk pada tiga tokoh pewayangan: Patih Suwanda, Raden Kumbakarna, dan Adipati Karna. Ketiga tokoh ini menjadi teladan dengan karakter dan kisahnya yang mencerminkan nilai-nilai penting yang dapat diaplikasikan dalam konteks audit kepatuhan pajak.
Nilai-Nilai Luhur dalam Serat Tripama:
- Patih Suwanda: Kesetiaan, ketaatan, dan pengabdian tanpa pamrih kepada pemimpin dan negara.
- Contoh: Patih Suwanda selalu setia kepada Prabu Baladewa, meskipun harus menghadapi situasi yang sulit dan penuh godaan. Ia bahkan rela mengorbankan nyawanya demi melindungi negara.
- Relevansi: Wajib pajak patuh terhadap peraturan perpajakan dan taat dalam melaksanakan kewajiban perpajakannya, meskipun terkadang dihadapkan pada situasi yang kompleks dan penuh pertimbangan.
- Raden Kumbakarna: Integritas, keberanian, dan pembelaan kebenaran, meskipun harus melawan saudara sendiri.
- Contoh: Raden Kumbakarna tetap teguh pada pendiriannya untuk membela kebenaran, meskipun harus melawan saudara kandungnya, Arjuna, dan pihak Pandawa. Ia lebih memilih mati dengan terhormat daripada hidup dengan mengkhianati keyakinannya.
- Relevansi: Petugas pajak harus memiliki integritas tinggi dalam menjalankan tugasnya, berani menegakkan keadilan dan kebenaran, serta tidak mudah tergoda oleh suap atau intervensi, meskipun mungkin berasal dari pihak-pihak yang memiliki kekuasaan atau pengaruh besar.
- Adipati Karna: Kesetiaan, rasa hormat, dan balas budi kepada orang tua, meskipun bukan anak kandung.
- Contoh: Adipati Karna tetap setia dan hormat kepada Dewi Kunti dan Prabu Pandhu, meskipun bukan anak kandung mereka. Ia bahkan rela mengorbankan nyawanya untuk melindungi Arjuna, putra Prabu Pandhu.
- Relevansi: Baik wajib pajak maupun petugas pajak harus memiliki rasa pengabdian kepada negara dan menghormati satu sama lain. Wajib pajak harus menghormati petugas pajak yang menjalankan tugasnya, dan petugas pajak harus menghormati hak-hak wajib pajak.