Mohon tunggu...
Lalu PatriawanAlwih
Lalu PatriawanAlwih Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa - Postgraduate Universitas Mercubuana

Lalu patriawan Alwih - NIM : 55522110029 - Jurusan Magister Akuntansi - Fakultas Ekonomi dan Bisnis - Universitas Mercu Buana - Mata Kuliah Pemeriksaan Pajak - Dosen Pengampu : Prof. Dr. Apollo.M.Si.AK.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Diskursus Serat Tripama untuk Audit Kepatuhan Wajib Pajak Warga Negara

17 April 2024   08:11 Diperbarui: 17 April 2024   08:22 169
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Dokumen Pribadi Penulis

Pendahuluan

Serat Tripama adalah sebuah karya sastra Jawa berbentuk tembang Dhandanggula yang berjumlah tujuh bait. Disusun oleh KGPAA Mangkunegara IV pada masa Mangkunegaran

Serat Tripama merupakan warisan budaya Jawa Kuno yang memuat ajaran moral dan budi pekerti luhur. Di dalamnya terkandung nilai-nilai kesederhanaan, kejujuran, dan tanggung jawab sosial.

Serat Tripama menggunakan tiga tokoh pewayangan sebagai representasi prajurit ideal, yaitu:

  • Patih Suwanda
  • Raden Kumbakarna
  • Raden Basukarna/Adipati Karna

Patih Suwanda, Raden Kumbakarna, dan Raden Basukarna adalah tiga tokoh pewayangan yang terkenal dengan nilai-nilai luhur dan sifat-sifat kepahlawanan mereka. Ketiganya diceritakan dalam berbagai kisah wayang dan menjadi teladan bagi banyak orang. Berikut adalah penjelasan singkat tentang masing-masing tokoh:

1. Patih Suwenda

Patih Suwanda adalah patih atau penasihat utama raja di kerajaan Astinapura. Ia dikenal dengan kesetiaannya kepada raja, keberaniannya dalam berperang, dan kebijaksanaannya dalam memberikan nasihat. Patih Suwanda selalu mengabdikan diri untuk kepentingan rakyat dan negara. Ia rela berkorban jiwa dan raga demi menjaga perdamaian dan kemakmuran Astinapura.

2. Raden Kumbakarna

Raden Kumbakarna adalah adik dari Prabu Dasamuka, raja raksasa Alengka. Ia digambarkan sebagai raksasa yang berwujud raksasa yang besar dan kuat. Namun, Raden Kumbakarna memiliki hati yang mulia dan selalu menjunjung tinggi kebenaran. Ia setia kepada negaranya meskipun harus berperang melawan Pandawa yang merupakan saudara-saudaranya sendiri.

3. Raden Basukarna

Raden Basukarna, yang juga dikenal sebagai Adipati Karna, adalah putra Kunti dari Pandawa dengan Dewa Surya. Ia dibesarkan oleh keluarga Adipati Surta di Hastinapura. Raden Basukarna adalah ksatria yang gagah berani dan memiliki kesaktian yang luar biasa. Ia selalu menjunjung tinggi dharma atau kebenaran dan selalu berusaha untuk menegakkan keadilan.

Ketiga tokoh ini memiliki nilai-nilai luhur yang dapat menjadi teladan bagi kita semua. Patih Suwanda mengajarkan kita tentang kesetiaan dan pengabdian, Raden Kumbakarna mengajarkan kita tentang keberanian dan kejujuran, dan Raden Basukarna mengajarkan kita tentang keadilan dan kebenaran.

Berikut adalah beberapa nilai-nilai luhur yang dapat kita pelajari dari ketiga tokoh tersebut:

  • Kesetiaan: Patih Suwanda menunjukkan kesetiaan yang luar biasa kepada rajanya. Ia selalu taat kepada perintah raja dan rela berkorban demi kepentingan negara.
  • Keberanian: Raden Kumbakarna menunjukkan keberaniannya dalam berperang melawan Pandawa meskipun harus melawan saudara-saudaranya sendiri. Ia tidak gentar menghadapi bahaya dan selalu membela kebenaran.
  • Keadilan: Raden Basukarna selalu berusaha untuk menegakkan keadilan dan kebenaran. Ia tidak memihak siapa pun dan selalu memperjuangkan apa yang benar.
  • Kebijaksanaan: Patih Suwanda menunjukkan kebijaksanaannya dalam memberikan nasihat kepada raja. Ia selalu memberikan nasihat yang terbaik dan membantu raja dalam mengambil keputusan yang tepat.
  • Kejujuran: Raden Kumbakarna selalu jujur dan berani mengatakan yang benar meskipun harus berhadapan dengan konsekuensi yang berat.
  • Pengabdian: Patih Suwanda menunjukkan pengabdiannya kepada rakyat dan negara. Ia selalu mengabdikan diri untuk kepentingan rakyat dan negara.

Ketiga tokoh ini merupakan contoh nyata dari ksatria yang ideal. Mereka memiliki nilai-nilai luhur yang patut kita tiru dan jadikan teladan dalam kehidupan sehari-hari.

Meskipun berlatar belakang dunia pewayangan, ajaran-ajaran dalam Serat Tripama dianggap masih relevan hingga saat ini. Nilai-nilai moral yang terkandung di dalamnya dapat dijadikan sebagai pedoman dalam kehidupan bermasyarakat dan bernegara.

Dalam konteks ini, Serat Tripama, sebagai warisan budaya adiluhung, dapat menawarkan perspektif yang segar. Serat ini mengajarkan pentingnya kejujuran, kesederhanaan, dan tanggung jawab terhadap masyarakat. Nilai-nilai tersebut selaras dengan semangat kesadaran pajak.

Pajak merupakan sumber pendapatan penting bagi negara untuk membiayai pembangunan dan kesejahteraan rakyat. Kepatuhan pajak warga negara menjadi hal yang krusial untuk mewujudkan keadilan sosial dan ekonomi. Namun, pada kenyataannya, ketidakpatuhan pajak masih menjadi persoalan di Indonesia.

Kepatuhan pajak merupakan sebuah kewajiban yang harus dipenuhi oleh setiap warga negara. Pajak merupakan sumber pendapatan negara yang digunakan untuk membiayai berbagai pembangunan dan pelayanan publik.

Dalam konteks budaya Jawa, terdapat ajaran-ajaran luhur tentang kepemimpinan dan kewajiban yang dapat dijadikan acuan dalam membangun kepatuhan pajak. Salah satu karya sastra Jawa yang memuat ajaran-ajaran tersebut adalah Serat Nitisruti, Serat Wedhatama

Landasan Teori

1. Serat Tripama

Serat Tripama, karya sastra Jawa Kuno yang diyakini ditulis pada masa Majapahit, bukan hanya sebuah kisah inspiratif, tetapi juga menyimpan ajaran-ajaran luhur tentang kepemimpinan, moralitas, dan spiritualitas. Inti dari ajaran Serat Tripama tertuang dalam konsep "Tri Prasetya", yang terdiri dari tiga komitmen utama:

  • Prasetya Sejati (Kejujuran):
    • Berpegang teguh pada kebenaran dan selalu berkata jujur, baik dalam ucapan maupun tindakan.
    • Menghindari kebohongan, penipuan, dan manipulasi dalam segala bentuk.
    • Menjaga integritas dan selalu bertindak dengan itikad baik.
  • Prasetya Wira (Keberanian):
    • Memiliki keberanian untuk bertindak sesuai dengan prinsip-prinsip moral dan etika, bahkan dalam situasi yang sulit.
    • Berani untuk membela kebenaran dan melawan ketidakadilan.
    • Teguh pendirian dan tidak mudah goyah oleh tekanan atau pengaruh negatif.
  • Prasetya Wicaksana (Kebijaksanaan):
    • Selalu berpikir jernih dan menggunakan akal sehat dalam mengambil keputusan.
    • Memperhitungkan semua aspek dengan matang sebelum bertindak.
    • Bersikap terbuka terhadap berbagai sudut pandang dan selalu mencari solusi terbaik.

2. Serat Nitisruti

Serat Nitisruti, yang digubah oleh Pangeran Karanggayam atau Tumenggung Sujanapura pada masa Kerajaan Pajang, memuat ajaran-ajaran tentang kepemimpinan Jawa yang sarat nilai-nilai moral dan etika. Salah satu nilai yang ditekankan dalam Serat Nitisruti adalah kepatuhan terhadap pemimpin.

Menurut Serat Nitisruti, pemimpin merupakan wakil Tuhan di bumi dan memiliki tanggung jawab untuk memimpin rakyatnya menuju kesejahteraan. Rakyat memiliki kewajiban untuk mematuhi pemimpinnya dan menjalankan perintahnya dengan penuh ketaatan.

Kepatuhan dalam Serat Nitisruti bukan berarti tunduk buta. Kepatuhan yang dimaksud adalah ketaatan yang didasarkan pada kesadaran dan rasa tanggung jawab terhadap bangsa dan negara.

3. Sangkan Paraning Dumadi

Sangkan Paraning Dumadi" dari Serat Wedhatama, karya KGPAA Mangkunagara IV. Konsep ini menjelaskan tentang asal-usul, keberadaan, dan tujuan hidup manusia.

Diskursus

1. Serat Tripama

Nilai-nilai yang terkandung dalam Serat Tripama dapat dimaknai ulang dalam konteks kepatuhan pajak.

  • Kesetiaan kepada Tuhan dapat diinterpretasikan sebagai kesadaran bahwa harta yang dimiliki memiliki tanggung jawab moral dan spiritual. Membayar pajak merupakan bentuk pengembalian sebagian harta kepada negara untuk kepentingan bersama. Ini sejalan dengan konsep redistribusi kekayaan untuk mewujudkan keadilan sosial.
  • Kesetiaan kepada Raja (pemimpin) dapat dipahami sebagai kewajiban warga negara untuk patuh terhadap aturan yang telah ditetapkan. Membayar pajak merupakan bentuk penghormatan terhadap otoritas pemerintah yang sah.
  • Kesetiaan kepada diri sendiri berarti bertindak dengan integritas dan kejujuran. Wajib pajak harus menghitung dan melaporkan pajaknya secara benar. Serat Tripama mempromosikan hidup sederhana, yang secara tidak langsung mengurangi potensi untuk menghindari pajak.

Selain itu, Serat Tripama juga mengajarkan tentang konsep "welas asih" atau kasih sayang kepada sesama. Welas asih dapat dimaknai sebagai kesadaran bahwa dengan membayar pajak, wajib pajak turut berkontribusi dalam pembangunan sarana dan prasarana sosial yang bermanfaat bagi masyarakat luas.

2. Serat Nitisruti

Ajaran tentang kepatuhan dalam Serat Nitisruti dapat dikaitkan dengan kepatuhan pajak warga negara. Berikut beberapa poin penting:

  • Pemimpin sebagai Pengelola Keuangan Negara. Dalam konteks modern, pemimpin negara dapat dianalogikan sebagai pengelola keuangan negara. Pajak yang dibayarkan oleh rakyat merupakan sumber pendapatan negara yang dikelola oleh pemerintah untuk membiayai berbagai pembangunan dan pelayanan publik.
  • Kepatuhan Pajak sebagai Bentuk Ketaatan. Sama seperti rakyat yang harus mematuhi pemimpinnya, warga negara juga memiliki kewajiban untuk mematuhi aturan perpajakan. Membayar pajak dengan tepat waktu dan sesuai dengan ketentuan merupakan bentuk ketaatan terhadap pemimpin dan negara.
  • Pajak untuk Kesejahteraan Bersama. Pajak yang dibayarkan oleh rakyat digunakan untuk membiayai berbagai program dan kegiatan yang bermanfaat bagi rakyat, seperti pembangunan infrastruktur, pendidikan, kesehatan, dan keamanan. Dengan demikian, membayar pajak merupakan bentuk kontribusi untuk mencapai kesejahteraan bersama.
  • Kesadaran dan Rasa Tanggung Jawab. Kepatuhan pajak tidak hanya didorong oleh paksaan, tetapi juga harus didasari oleh kesadaran dan rasa tanggung jawab sebagai warga negara. Dengan memahami manfaat dan tujuan pajak, diharapkan warga negara semakin termotivasi untuk patuh membayar pajak.

3. Sangkan Paraning Dumadi

Konsep "Sangkan Paraning Dumadi" dapat dikaitkan dengan audit kepatuhan wajib pajak dalam beberapa aspek, sebagai berikut:

  • Siklus Kehidupan dan Kewajiban Pajak. Konsep "Sangkan Paraning Dumadi" menggambarkan siklus kehidupan manusia, mulai dari lahir, hidup, hingga mati. Sama halnya dengan kewajiban pajak, yang merupakan siklus berkelanjutan bagi wajib pajak. Wajib pajak memiliki kewajiban untuk melaporkan dan membayar pajak secara berkala, sepanjang masa hidupnya sebagai subjek pajak.
  • Asal-usul Kewajiban Pajak. Konsep "Sangkan" (asal-usul) dapat dikaitkan dengan asal-usul kewajiban pajak. Kewajiban pajak bermula dari hak dan kewajiban warga negara untuk mendapatkan manfaat dari pelayanan publik yang disediakan oleh pemerintah. Pajak yang dibayarkan oleh wajib pajak digunakan untuk membiayai berbagai program dan layanan publik, seperti pendidikan, kesehatan, infrastruktur, dan keamanan.
  • Keberadaan Kewajiban Pajak. Konsep "Paraning" (keberadaan) dapat dikaitkan dengan keberadaan kewajiban pajak dalam kehidupan bermasyarakat. Pajak merupakan salah satu pilar utama dalam pembangunan bangsa dan negara. Keberadaan pajak sangat penting untuk mendukung berbagai program dan layanan publik yang dibutuhkan oleh masyarakat.
  • Tujuan Kewajiban Pajak. Konsep "Dumadi" (tujuan) dapat dikaitkan dengan tujuan kewajiban pajak. Tujuan utama dari kewajiban pajak adalah untuk mewujudkan keadilan dan pemerataan dalam pembiayaan pembangunan bangsa dan negara. Dengan membayar pajak, wajib pajak berkontribusi secara langsung dalam pembangunan dan kemajuan bangsa.

Kearifan lokal Serat Wedhatama dapat menjadi landasan moral bagi wajib pajak dalam memenuhi kewajibannya dengan penuh kesadaran dan tanggung jawab. Konsep "Sangkan Paraning Dumadi" mengingatkan wajib pajak bahwa kewajiban pajak merupakan bagian dari siklus kehidupan dan memiliki peran penting dalam pembangunan bangsa dan negara.

Berikut beberapa contoh penerapan nilai-nilai Serat Wedhatama dalam audit kepatuhan wajib pajak:

  • Wajib pajak yang memiliki prinsip "Sangkan" (asal-usul) yang kuat akan memahami bahwa kewajiban pajak merupakan amanah yang harus dijalankan dengan penuh tanggung jawab. Mereka akan terdorong untuk memenuhi kewajibannya dengan benar dan tepat waktu.
  • Wajib pajak yang memiliki prinsip "Paraning" (keberadaan) yang kuat akan memahami bahwa pajak yang mereka bayarkan akan digunakan untuk membiayai berbagai program dan layanan publik yang bermanfaat bagi mereka dan masyarakat luas. Hal ini akan mendorong mereka untuk patuh dalam membayar pajak.
  • Wajib pajak yang memiliki prinsip "Dumadi" (tujuan) yang kuat akan memahami bahwa tujuan utama dari kewajiban pajak adalah untuk mewujudkan keadilan dan pemerataan dalam pembiayaan pembangunan bangsa dan negara. Mereka akan terdorong untuk berkontribusi secara aktif dalam pembangunan bangsa dengan membayar pajak secara patuh.

Dengan menerapkan nilai-nilai Serat Wedhatama, diharapkan audit kepatuhan wajib pajak dapat berjalan dengan lebih efektif dan efisien, sehingga tercipta sistem perpajakan yang adil dan berkelanjutan.

Dokumen Pribadi Penulis
Dokumen Pribadi Penulis

Relevansi Serat Tripama di Era Modern dan Contoh Konkritnya dalam Audit Kepatuhan Pajak

Serat Tripama, karya sastra adiluhur ciptaan Mangkunegara IV, tak hanya memikat dengan kisahnya yang memukau, tetapi juga sarat makna filosofis yang relevan dengan berbagai aspek kehidupan, termasuk audit kepatuhan pajak. Judul "Tripama" sendiri merujuk pada tiga tokoh pewayangan: Patih Suwanda, Raden Kumbakarna, dan Adipati Karna. Ketiga tokoh ini menjadi teladan dengan karakter dan kisahnya yang mencerminkan nilai-nilai penting yang dapat diaplikasikan dalam konteks audit kepatuhan pajak.

Nilai-Nilai Luhur dalam Serat Tripama:

  • Patih Suwanda: Kesetiaan, ketaatan, dan pengabdian tanpa pamrih kepada pemimpin dan negara.
    • Contoh: Patih Suwanda selalu setia kepada Prabu Baladewa, meskipun harus menghadapi situasi yang sulit dan penuh godaan. Ia bahkan rela mengorbankan nyawanya demi melindungi negara.
    • Relevansi: Wajib pajak patuh terhadap peraturan perpajakan dan taat dalam melaksanakan kewajiban perpajakannya, meskipun terkadang dihadapkan pada situasi yang kompleks dan penuh pertimbangan.
  • Raden Kumbakarna: Integritas, keberanian, dan pembelaan kebenaran, meskipun harus melawan saudara sendiri.
    • Contoh: Raden Kumbakarna tetap teguh pada pendiriannya untuk membela kebenaran, meskipun harus melawan saudara kandungnya, Arjuna, dan pihak Pandawa. Ia lebih memilih mati dengan terhormat daripada hidup dengan mengkhianati keyakinannya.
    • Relevansi: Petugas pajak harus memiliki integritas tinggi dalam menjalankan tugasnya, berani menegakkan keadilan dan kebenaran, serta tidak mudah tergoda oleh suap atau intervensi, meskipun mungkin berasal dari pihak-pihak yang memiliki kekuasaan atau pengaruh besar.
  • Adipati Karna: Kesetiaan, rasa hormat, dan balas budi kepada orang tua, meskipun bukan anak kandung.
    • Contoh: Adipati Karna tetap setia dan hormat kepada Dewi Kunti dan Prabu Pandhu, meskipun bukan anak kandung mereka. Ia bahkan rela mengorbankan nyawanya untuk melindungi Arjuna, putra Prabu Pandhu.
    • Relevansi: Baik wajib pajak maupun petugas pajak harus memiliki rasa pengabdian kepada negara dan menghormati satu sama lain. Wajib pajak harus menghormati petugas pajak yang menjalankan tugasnya, dan petugas pajak harus menghormati hak-hak wajib pajak.

Dokumen Pribadi Penulis
Dokumen Pribadi Penulis

Contoh Konkrit dalam Audit Kepatuhan Pajak:

Berikut beberapa contoh penerapan nilai-nilai Serat Tripama dalam konteks audit kepatuhan pajak:

  • Wajib Pajak:
    • Melaporkan penghasilan dan harta kekayaan dengan benar dan lengkap. Hal ini mencerminkan nilai kesetiaan dan ketaatan kepada negara, di mana wajib pajak secara bertanggung jawab memenuhi kewajibannya dan berkontribusi pada pembangunan bangsa.
    • Membayar pajak tepat waktu dan sesuai dengan ketentuan. Hal ini menunjukkan kepatuhan dan rasa hormat wajib pajak terhadap peraturan perpajakan dan otoritas pajak.
    • Bekerjasama dengan petugas pajak dalam proses audit. Wajib pajak perlu menunjukkan keterbukaan dan kooperatif dengan memberikan informasi yang akurat dan lengkap kepada petugas pajak demi kelancaran proses audit.
  • Petugas Pajak:
    • Melakukan audit secara profesional, objektif, dan adil. Hal ini mencerminkan nilai integritas dan keberanian petugas pajak dalam menegakkan keadilan dan kebenaran.
    • Menjaga kerahasiaan informasi wajib pajak. Petugas pajak harus menjaga privasi wajib pajak dan hanya menggunakan informasi yang diperoleh untuk keperluan audit yang sah.
    • Memberikan edukasi dan pembinaan kepada wajib pajak. Petugas pajak dapat berperan sebagai edukator dan pembimbing bagi wajib pajak, membantu mereka memahami peraturan perpajakan dan meningkatkan kepatuhan pajak.
    • Membangun komunikasi yang baik dengan wajib pajak. Komunikasi yang terbuka dan konstruktif antara wajib pajak dan petugas pajak dapat membangun rasa saling percaya dan memperlancar proses audit.

Dengan memahami nilai-nilai luhur yang terkandung dalam Serat Tripama, diharapkan dapat meningkatkan kesadaran dan kepatuhan wajib pajak dalam melaksanakan kewajibannya, sehingga tercipta sistem perpajakan yang adil dan berkelanjutan.

Kesimpulan

Serat Tripama bukan sekadar kisah pewayangan, tetapi juga sumber nilai-nilai luhur yang dapat diimplementasikan dalam berbagai aspek kehidupan, termasuk audit kepatuhan pajak. Dengan menerapkan nilai-nilai kesetiaan, ketaatan, integritas, keberanian, pengabdian, rasa hormat, dan keadilan, diharapkan tercipta sistem perpajakan yang adil, transparan, dan akuntabel, sehingga dapat mendorong kepatuhan pajak dan meningkatkan pendapatan negara.

Serat Tripama, walaupun bernapaskan budaya Jawa Kuno, tetap relevan di era modern. Nilai-nilai moral dan spiritual yang terkandung di dalamnya dapat menjadi landasan filosofis untuk membangun kesadaran pajak di kalangan warga negara Indonesia. Dengan menginternalisasi nilai-nilai tersebut, diharapkan kepatuhan pajak dapat meningkat dan berkontribusi pada pembangunan nasional.

Ajaran-ajaran dalam Serat Nitisruti tentang kepatuhan dapat menjadi acuan dalam membangun budaya kepatuhan pajak di Indonesia. Dengan menanamkan kesadaran dan rasa tanggung jawab terhadap bangsa dan negara, diharapkan kepatuhan pajak dapat terus ditingkatkan demi kemajuan dan kesejahteraan bersama.

Kearifan lokal Serat Wedhatama merupakan warisan budaya bangsa yang sangat berharga. Nilai-nilai luhur yang terkandung dalam Serat Wedhatama dapat menjadi landasan moral bagi berbagai aspek kehidupan, termasuk dalam hal perpajakan. Dengan memahami dan menerapkan nilai-nilai Serat Wedhatama, diharapkan kepatuhan wajib pajak dapat ditingkatkan, sehingga tercipta sistem perpajakan yang adil dan berkelanjutan.

  • Menegaskan prinsip "Sangkan" (asal-usul) yang menekankan pentingnya tanggung jawab dan amanah dalam memenuhi kewajiban pajak. Wajib pajak yang memahami prinsip ini akan terdorong untuk memenuhi kewajibannya dengan penuh tanggung jawab dan kehati-hatian.
  • Menjelaskan manfaat pajak sesuai dengan prinsip "Paraning" (keberadaan). Wajib pajak yang memahami bahwa pajak mereka digunakan untuk membiayai program dan layanan publik yang bermanfaat bagi mereka dan masyarakat luas akan lebih termotivasi untuk patuh dalam membayar pajak.
  • Menekankan tujuan utama pajak yaitu mewujudkan keadilan dan pemerataan dalam pembiayaan pembangunan bangsa dan negara sesuai dengan prinsip "Dumadi" (tujuan). Wajib pajak yang memahami tujuan ini akan terdorong untuk berkontribusi secara aktif dalam pembangunan bangsa dengan membayar pajak secara patuh.

Kisah Patih Suwanda, Raden Kumbakarna, dan Raden Basukarna merupakan sebuah kisah inspiratif yang sarat dengan nilai-nilai luhur dan kepahlawanan. Ketiga tokoh ini, meskipun berasal dari latar belakang yang berbeda, menunjukkan sifat-sifat mulia yang patut dicontoh.

Patih Suwanda merupakan panutan kesetiaan dan pengabdian. Kesetiaannya kepada raja dan kerajaannya tak tergoyahkan, bahkan rela berkorban jiwa dan raga demi kemakmuran Astinapura. Ketenangan dan kebijaksanaannya dalam memberikan nasihat menjadikannya penasihat yang terpercaya bagi sang raja.

Raden Kumbakarna, sang raksasa berhati mulia, menunjukkan keberanian dan kejujurannya yang luar biasa. Meskipun harus melawan saudara-saudaranya sendiri, Pandawa, demi negaranya, ia tidak gentar untuk membela kebenaran. Keteguhan hatinya dalam memperjuangkan apa yang benar menjadikannya contoh teladan dalam menghadapi situasi sulit.

Raden Basukarna, atau Adipati Karna, merupakan ksatria gagah berani yang menjunjung tinggi keadilan dan kebenaran. Ia selalu berusaha untuk menegakkan keadilan dan tidak memihak siapa pun. Kesaktiannya yang luar biasa diimbangi dengan integritasnya yang kuat, menjadikannya sosok yang dikagumi dan dihormati.

Ketiga tokoh ini memiliki nilai-nilai luhur yang dapat kita pelajari dan terapkan dalam kehidupan sehari-hari. Kesetiaan, keberanian, keadilan, kebijaksanaan, kejujuran, dan pengabdian mereka menjadi inspirasi bagi kita untuk menjadi individu yang lebih baik dan berkontribusi positif bagi masyarakat.

Kisah mereka mengingatkan kita bahwa kepahlawanan tidak hanya tentang kekuatan fisik, tetapi juga tentang kekuatan moral dan mental. Keberanian untuk membela kebenaran, tekad untuk menegakkan keadilan, dan kesetiaan untuk mengabdi demi kebaikan bersama, itulah ciri-ciri seorang pahlawan sejati.

Penutup

Serat Tripama, Nitisruti, Wedhatama, dan kisah Patih Suwanda, Raden Kumbakarna, serta Raden Basukarna telah mengantarkan kita pada pemahaman mendalam tentang nilai-nilai luhur yang dapat diterapkan dalam membangun budaya kepatuhan pajak di Indonesia.

Nilai-nilai kesetiaan, ketaatan, integritas, keberanian, pengabdian, rasa hormat, dan keadilan yang terkandung dalam karya-karya tersebut menjadi landasan moral yang kokoh untuk mewujudkan sistem perpajakan yang adil, transparan, dan akuntabel.

Kearifan lokal yang terkandung dalam budaya Indonesia, dipadukan dengan semangat modernisasi dan globalisasi, dapat menjadi kekuatan pendorong dalam meningkatkan kesadaran dan kepatuhan pajak di kalangan masyarakat.

Kisah inspiratif para pahlawan pewayangan menjadi pengingat bahwa kepahlawanan tidak hanya tentang kekuatan fisik, tetapi juga tentang kekuatan moral dan mental. Keberanian untuk membela kebenaran, tekad untuk menegakkan keadilan, dan kesetiaan untuk mengabdi demi kebaikan bersama, itulah ciri-ciri seorang pahlawan sejati yang patut kita teladani.

Marilah kita jadikan nilai-nilai luhur dan semangat kepahlawanan ini sebagai kompas moral dalam membangun budaya kepatuhan pajak yang kuat dan berkelanjutan. Dengan bersinergi, kita dapat mewujudkan sistem perpajakan yang adil, transparan, dan akuntabel, demi kemajuan dan kesejahteraan bangsa Indonesia.

Dengan berbekal nilai-nilai luhur dan semangat kepahlawanan ini, marilah kita wujudkan kepatuhan pajak menjadi aksi nyata. Kita dapat berkontribusi dengan:

  • Menaikkan kesadaran: Ikutilah sosialisasi pajak yang diadakan oleh Direktorat Jenderal Pajak (DJP) atau lembaga terkait.
  • Patuh dan taat: Laporkan Surat Pemberitahuan Tahunan Pajak Penghasilan (SPTPT) secara tepat waktu dan benar sesuai dengan penghasilan.
  • Menjadi agen perubahan: Sebarkan informasi tentang pentingnya pajak kepada orang-orang di sekitar kita, keluarga, teman, dan kerabat.

Dengan langkah-langkah sederhana ini, kita bersama-sama dapat membangun budaya kepatuhan pajak yang kuat dan berkelanjutan.

Bayangkan Indonesia di masa depan, dimana membayar pajak bukan lagi menjadi beban, melainkan wujud nyata dari rasa cinta tanah air dan partisipasi aktif dalam pembangunan bangsa. Sistem perpajakan yang adil dan akuntabel akan menjadi pilar kokoh untuk mewujudkan kesejahteraan dan kemajuan bersama.

Serat Tripama, Nitisruti, Wedhatama, dan para tokoh pewayangan telah berpesan pada kita:  kepatuhan pajak bukan sekadar kewajiban, tetapi cerminan dari karakter dan kontribusi nyata seorang warga negara yang baik. Jadilah pahlawan pajak di era modern ini.  Dengan bergandengan tangan, wujudkan Indonesia yang tangguh dan sejahtera melalui kepatuhan pajak. 

Sekian

Terima kasih

Referensi :

AJARAN LUHUR DALAM SASTRA KLASIK “SERAT TRIPAMA” KARYA K.G.P.A.A. MANGKUNEGARA IV

Pendidikan karakter dalam Serat Tripama karya Mangkunegara IV

Audit Pajak: Pentingnya Kepatuhan Hukum dalam Pengelolaan Bisnis

Serat Tripama karya Mangkunegara IV sebagai Teladan Hidup Umat Manusia

IDENTIFIKASI NILAI-NILAI KEUTAMAAN DALAM SERAT TRIPAMA SEBAGAI BENTUK PENGEMBANGAN PENDIDIKAN KARAKTER BERBASIS BUDAYA

PEMBELAJARAN KARAKTER KEPEMPIMPINAN MELALUI SERAT TRIPAMA DAN SERAT ASTABRATA SERTA KESESUAIANNYA DENGAN PANCASILA

Nilai Pendidikan Karakter dalam Serat Tripama dan Relevansinya dengan Pembelajaran Apresiasi Sastra Jawa (Kajian Heuristik dan Hermeneustik)

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun