Mohon tunggu...
Inovasi

Jangan Jadikan Televisi Bisnis yang Kejam

12 Desember 2018   01:02 Diperbarui: 12 Desember 2018   01:48 126
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Media. Sumber ilustrasi: PIXABAY/Free-photos

Telivisi, siapa yang tidak mengenal televisi di zaman modern ini. Semua rumah punya televisi.

Kotak televisi pertama kali dijual secara komersial sejak tahun 1920-an, dan sejak saat itu televisi telah menjadi barang biasa di rumah, kantor bisnis, maupun institusi, khususnya sebagai sumber kebutuhan akan hiburan dan berita serta menjadi media periklanan. Sejak 1970-an, kemunculan kaset video, cakram laser, DVD dan kini cakram Blu-ray, juga menjadikan kotak televisi sebagai alat untuk melihat materi siaran serta hasil rekaman. 

Seiring perkembangan zaman terutama dibidang teknologi membuat televisi semakin hari semakin canggih adanya, mulai dari hanya berwarna hitam-putih menjadi telivisi berwarna yang nikmat di pandang mata. 

Yang awalnya hanya ada beberapa channel siaran televisi berkembang menjadi banyak sekali channel siaran, bahkan jumlahnya tidak bisa hanya dihitung jari. Karena perkembangan channel siaran televisi yang semakin banyak membuat peta persaingan didunia pertelevisian semakin sengit saja. Para pemilik modal didunia pertelevisian mulai di tuntut untuk semakin inovatif agar tetap bersaing secara kuat dengan kompatriot lainnya.

Peta persaingan yang semakin kuat ini yang penulis takutkan jika nanti dunia bisnis didalam pertelevisian lebih mementingkan provit dari pada kualitas siaran kepada masyarakat. Jika hanya mementingkan provit tanpa memikirkan pengaruhnya kepada masyarakat, itu akan sangat berbahaya bagi kecerdasan masyarakat disuatu Negara. 

Terutama di Indonesia tak jarang stasiun televisi menyiarkan hal-hal yang membuat kecerdasan masyarakat menjadi terganggu, misalnya acara-acara hiburan yang tak mempunyai etika dalam berbahasa. 

Tidak jarang juga di suatu acara televisi di Indonesia yang awalnya hanya setingan tetapi secara nyata saling mencaci-maki secara berlebihan, dan itu juga yang akan di angkat dan di besar-besarkan oleh stasiun televisi lainnya demi mendapatkan profit yang tinggi, padahal masalah tentang hal seperti itu tidak perlu di beritakan lagi karena tidak sama sekali mendidik masyarakat dan bahkan itu secara etika telah menyebarkan aib dari seseorang.

Stasiun televisi yang memang menjadi salah satu sumber informasi bagi masyarakat memiliki peran vital dalam membangun opini masyarakat. 

Apalagi didalam ranah politik yang menimbulkan kesensitifan masyarakat disitu stasiun televisi memang di tuntut untuk netral atau tidak berpihak kepada salah satu kubu, tetapi tak jarang stasiun televisi memperlihatkan keberpihakannya demi mendapatkan rating dan profit tinggi. 

Menurut berita yang di kutip dari tribunnews.com ada 3 stasiun televisi yang memiliki kepentingan didalam ranah politik, berikut isi berita yang di kutip : "Remotivi, lembaga swadaya masyarakat pemantau konten televisi, melaporkan tiga stasiun televisi nasional ke Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) karena dianggap tercemar oleh kepentingan politik. Tiga stasiun televisi tersebut adalah RCTI, TV One, dan Metro TV.

Muhammad Heychael, Koordinator Divisi Penelitian Remotivi, mengatakan dari hasil penelitiannya, tiga stasiun televisi tersebut berafiliasi dengan kepentingan pemiliknya yang bertarung dalam Pemilihan Umum Anggota Legislatif (Pileg). Hal tersebut terlihat dari produk berita, iklan, dan produk non berita.

"Surya Paloh misalnya mendapat porsi pemberitaan paling banyak di Metro TV. Dalam periode penelitian, tercatat ada 15 judul berita dengan durasi 6.297 detik yang memberitakan Surya Paloh," ujar Heychael, di KPI, Jakarta, Jumat (25/4/2014).

Durasi tersebut, kata dia, memakan 30.6 persen pemberitaan dari seluruh pemberitaan partai politik di Metro TV. Jumlah tersebut dua kali lipat dari pemberitaan Mahfud MD yang hanya 3.955 detik atau 19,8 persen.

Tidak hanya itu, Metro TV pun menunjukkan keberpihakannya kepada Surya Paloh yang notabene adalah pemilik, bahwa tidak ada satu berita negatif mengenai dirinya.

Dalam periode penelitian 1-7 November 2013 tersebut, dari 15 berita mengenai Ketua Umum Partai NasDem Surya Paloh, 10 berita bernada positif dan lima berita bersifat netral.

Sementara TV One, porsi kepentingan Aburizal Bakrie juga sangat kentara. Frekuensi dan durasi iklan politik Aburizal mencapai 152 kali dengan durasi 6.060 detik dan ditambah iklan Partai Golkar sebanyak 49 kali dengan durasi 1.470 detik dalam seminggu.

"Jumlah ini merupakan frekuensi dan durasi iklan tokoh politik tertinggi sepanjang minggu pertama November 2013 di enam stasiun televisi yang kami teliti," kata dia.

Hal serupa juga terjadi pada RCTI, kepunyaan Hary Tanoesoedibjo. Hary merupakan bakal calon wakil presiden dari Partai Hanura yang maju bersama Wiranto sebagai bakal calon presiden.

Dari penelitian Remotivi, porsi berita tertinggi di RCTI adalah Hanura yakni 44,4 persen. Sebesar 100 persen berita positif dalam tayangan RCTI adalah Hanura.

RCTI juga menjadi ruang iklan politik Wiranto dan Hary Tanoe. Mereka muncul 66 kali dengan durasi 2.605 detik. Angka tersebut belum ditambah dengan kemunculan mereka pada program kuis yang mencapai 14 kali."

Dari berita diatas memang stasiun televisi tidak diharuskan menyangkut-pautkan kepentingan pribadi diranah politik. Peran televisi untuk mencerdaskan opini masyarakat harus netral agar tercipta sebuah keadilan didalam politik sendiri. Jika memang stasiun televisi memasuki ranah bisnis silahkan berbisnis dengan inovasi yang sehat demi kepentingan bersama.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Inovasi Selengkapnya
Lihat Inovasi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun