Harus diakui bahwa SDM yang kita miliki saat ini masih terbatas, baik dari segi kualitas maupun kuantitas, padahal SDM merupakan komponen utama dalam menentukan keberhasilan kerja tim Research and Development. Terbatasnya kualitas dan kuantitas tenaga ahli teknologi hanya akan membelenggu fungsi R&D. Penelitian dan pengembangan merupakan jembatan yang menghubungkan ilmu pengetahuan dan teknologi dengan kepentingan manusia.Â
Oleh karena itu, lembaga litbang harus didukung oleh tenaga ahli teknologi yang mumpuni dan dalam jumlah yang cukup. Segala upaya dan upaya harus dilakukan untuk meningkatkan jumlah alih teknologi yang bersifat umum maupun militer sesuai dengan tuntutan disiplin ilmu yang dibutuhkan.Â
Perkembangan industri teknologi pertahanan memang memerlukan komitmen yang kuat dari pemerintah. Komitmen tersebut tentunya berkaitan dengan pengembangan industri pertahanan, termasuk kebijakan offset di dalamnya, sebagai upaya menuju kemandirian pertahanan Indonesia.
Pemerintah memegang kendali inti dalam pengembangan dan implementasi kebijakan offset karena dukungan dana, sumber daya manusia, dan kemauan politik adalah tiga pilar penting dalam hal ini. jika kebijakan ini dijalankan secara maksimal, maka kita akan melihat Indonesia merdeka dan banyak berpengaruh di kancah internasional.Â
Selain itu, peran akademisi dapat membantu memaksimalkan penyerapan dan penyebaran teori-teori yang dapat membantu kelancaran transfer ilmu pengetahuan yang diperlukan untuk mendukung transfer teknologi. Selain itu, faktor yang berpengaruh dalam transfer teknologi antara lain fasilitas produksi, kemampuan manajerial sumber daya manusia, dan komitmen pemerintah dalam proyek transfer teknologi ini.Â
Dalam proses alih teknologi, diperlukan investasi yang besar untuk menyiapkan fasilitas pendukung produksi yang dibutuhkan. Kesuksesan pengelolaan teknologi suatu negara bergantung pada komitmen politik pemerintah untuk dapat meningkatkan penguasaan teknologi tertentu, seperti membuat regulasi dan legislasi yang mendukung tercapainya penguasaan teknologi, serta dukungan lain seperti sponsor finansial untuk mencapai anajemen yang baik dalam rangka penguasaan teknologi tertentu.
Kesimpulan
Â
Pembelian pesawat tempur Dassault Rafale yang telah dilakukan oleh Kementerian Pertahanan bisa jadi efektif dalam merumuskan postur pertahanan jika mana pendekatan USAF (United States Air Force) dengan kombinasi "high-low"nya dapat diadopsi sesuai kebutuhan.Â
Dalam pemenuhan alutsista, Indonesia juga harus realistis dalam menyikapi perimbangan kekuatan regional di ASEAN. RI juga harus beradaptasi atas ealisasi MEF menuju IEF, misalnya dengan kekuatan angkatan udara tiga negara tetangga yang kuat seperti Vietnam, Thailand, dan Singapura. Dengan demikian, kedaulatan wilayah udara Indonesia tidak mudah terancam dan dilanggar oleh pihak asing serta terlindungi dari serangan musuh jika sewaktu-waktu terjadi perang yang melibatkan negara kita.
Perjanjian kontrak pengadaan pesawat Dassault Rafale hendaknya menekankan pada transfer teknologi (ToT) dengan mengirimkan sumber daya manusia untuk belajar dan magang di industri pengembangan. Selain HR offset, diperlukan juga skema offset produksi komponen pesawat terbang di Indonesia oleh industri nasional, yang mana kebijakan ini memang membutuhkan komitmen kuat dari pemerintah. Jika kebijakan ini dijalankan secara maksimal, maka penulis yakin kita akan melihat Indonesia menjadi negara yang lebih lebih mandiri dalam mempertahankan kedaulatannya.